Harus kita akui bersama bahwasannya Bandung ini merupakan kota yang nyaman untuk ditinggali. Sebagai warga asli Bandung yang pernah beberapa kali mengunjungi kota lain seperti Jakarta, Bekasi, atau Yogyakarta, saya hanya kuat tinggal beberapa hari di sana karena cuaca panasnya yang begitu gila.
Ditambah mendengar cerita kawan saya yang berasal dari luar pulau seperti Lombok ataupun Lampung dan menetap di Bandung, makin-makin saya yakin kota ini memang yang terbaik. Mereka mengungkapkan bahwa begitu nyamannya Bandung dijadikan sebagai tempat tinggal dibandingkan dengan daerah asal mereka.
Bandung memang memiliki suhu yang begitu pas untuk ditinggali, kecuali di beberapa daerah yang kini sudah mulai panas. Tapi dibandingkan dengan di Jogja, suhu di Bandung bisa dikatakan lebih nyaman. Saat tinggal di Jogja, saya sampai harus mandi 5 kali sehari karena tidak kuat dengan panasnya cuaca di sana. Belum lagi banyak hal yang membuat Bandung ini bisa menjadi tempat yang berkesan bagi siapa saja yang menginjakkan kaki di sini.
Tapi, tak ada gading yang tak retak. Yang sempurna adalah ketidaksempurnaan. Bandung bisa jadi menang dari segi iklim dari kota lain, tapi jangan harap bisa tinggal dengan nyaman di kota ini ketika tidak punya kendaraan pribadi.
Daftar Isi
Angkutan umum Bandung yang tidak reliable
Banyak angkutan umum di Bandung banyak yang bisa dibilang tidak profesional. Bagi para pekerja yang tempat kerjanya cukup jauh, kadang angkot ini bisa menjadi transportasi yang paling menjengkelkan sedunia. Ngetemnya yang tidak kenal waktu, padahal sudah mepet mau masuk kerja sering terjadi.
Bahkan tidak jarang ada yang mematok harga yang cukup mahal bagi penumpang yang diketahui baru naik angkot atau ketika tidak tau harga patokannya. Sedih.
Busnya tidak sebaik Jogja
Perlu diakui bahwasanya pelayanan transportasi umum berupa bus di Bandung ini tidak sebagus di Jogja. Padahal pelayanan bus di Jogja aja sering dikritik, tapi malah ada yang lebih parah. Adudu.
Sebetulnya pelayanannya ini sudah ditingkatkan, dari yang asalnya Damri sekarang berubah menjadi Trans Metro Pasundan. Namun bukannya memudahkan, inu malah membuat pusing sebagian penumpang.
Haltenya saja terkadang selalu tidak awet juga tidak nyaman untuk didiami. Ditambah jadwal kedatangan bus yang masih kurang begitu jelas. Dan pembayaran yang saat ini rata-rata tidak bisa cash cukup menyulitkan orang tua yang tidak punya kendaraan pribadi. Mengandalkan bus sebagai transportasi utama di Bandung saat ini memang begitu merepotkan.
Baca halaman selanjutnya
Ojol bukan solusi
Dari pengalaman teman saya yang berasal dari luar kota dan harus mengandalkan ojol ketika pergi kemana-mana di Bandung, ini cukup menguras dompet. Jarang adanya diskon, dan harga yang dipatok lumayan besar untuk jarak yang tidak terlalu jauh, ini membuat hidup di Bandung cukup boros hanya karena masalah transportasi.
Beda ceritanya jika memiliki kendaraan pribadi. Perbandingan teman saya yang akhirnya memutuskan untuk memiliki kendaraan pribadi, baginya lebih baik punya kendaraan sendiri ketimbang kemana-mana harus memakai jasa ojol yang membuat dompet selalu bocor.
Bandung tidak mendukung pedestrian
Jika tidak mengandalkan kendaraan umum dan memilih untuk berjalan kaki, tetap saja nggak nyaman. Beberapa kondisi trotoar di jalanan Bandung ini sudah tampak tidak layak bagi pejalan kaki, misalnya saja seperti di Jalan Dipatiukur. Bahkan ada jalan yang seharusnya memiliki trotoar, ini malah tidak ada sama sekali seperti di Jalan Gegerkalong dan Jalan Cisitu sehingga menyulitkan pejalan kaki.
Sulitnya kondisi jalan bagi para pejalan kaki ini begitu rawan terkena penjambretan. Jadi, bukannya nyaman, ini malah mengkhawatirkan.
Bagi para pendatang yang ingin tinggal di Bandung, silakan pikiran kembali. Bandung memang terasa nyaman dan tampak seindah konten-konten yang selalu meromantisasi kota ini. Namun jika berencana untuk tinggal di kota ini tanpa memiliki kendaraan pribadi, lebih baik pertimbangkan lagi daripada harus berujung kecewa.
Penulis: Handri Setiadi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Akhir-akhir Ini Bandung Lebih Layak Disebut sebagai Kota Pengemis Dibandingkan Kota Romantis