Bali Belly Bukan Penyakit Ganas, Itu tuh Mencret doang!

Bali Belly Bukan Penyakit Ganas, Itu tuh Mencret doang!

Bali Belly Bukan Penyakit Ganas, Itu tuh Mencret doang! (Pixabay.com)

Bali Belly apaan, itu mah mencret!

Saya rasa nggak ada satu pun orang bule yang nggak kenal sama Bali. Turis asing dari ujung dunia sampe Ujung Kulon pasti tahu atau bahkan udah pernah trip to Bali. Konon katanya, kepopuleran Bali mengalahkan Indonesia itu sendiri. Padahal Indonesia kan nggak hanya Bali. Ada Labuan Bajo, ada Raja Ampat dan banyak destinasi lain yang nggak kalah oke-nya dengan Bali. Walaupun harus kita akui, pulau yang terletak di antara Jawa dan Lombok ini sudah terkenal sejak abad ke-19, cuma persepsinya aja yang kontradiktif.

Dalam buku Bali: A Paradise Created karangan sejarawan Adrian Vickers menjelaskan bahwa masyarakat Bali pada abad 19 terkenal buas, ganas, dan trengginas. Masyarakat Bali saat itu diidentikkan dengan pemalas dan hidupnya bergantung dari beras yang berasal dari Lombok. Pokoknya serba negatif.

Setelah diambil alih oleh Belanda pada 1908, barulah Bali mengalami perubahan pesat. Bali yang semula dicap panas, perlahan image-nya berubah menjadi hi-class. Pemerintah Belanda dengan cepat merekonstruksi Bali hingga menjadi Island of Paradise. Pun pada waktu itu memang dikenal sebagai masa keemasannya pariwisata (Golden Age of Travel). Ditambah dengan kedatangan para pelukis kelas dunia seperti Miguel Covarrubias, Vicki Baum, Walter Spies, Rudolf Bonnet, dan Rabindanath Tagore menjadikan Bali sebagai destinasi wisata ter-beautiful saat itu.

Nah, beberapa waktu lalu viral bad news tentang Bali. Artis Verrel Bramasta mengalami Bali Belly saat pakansi. Putra tamvan Venna Melinda ini dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami mual muntah, lemas, dan diare tentunya. Namun banyak yang bertanya-tanya kenapa turis asing kena Bali Belly? apakah kebersihan di Bali benar-benar ambyar? Belum ada kita dengar penyakit Labuan Bajo Belly, Lombok Belly atau Borobudur Belly. Ada yang udah pernah dengar belom?

Bali Belly, justifikasi diskriminatif

Dilansir dari news.com.au perusahaan asuransi perjalanan Cover More pada 2022 mencatat 1.174 turis Australia mengalami gastroenteritis. Nah yang menarik ternyata 112 di antaranya berasal dari Bali. Lho kok bisa? Tunggu dulu dong, jangan langsung menjustifikasi Bali sebagai sarangnya infeksi perut.

Coba kita lihat WNI termasuk artis yang berstatus turis di negara orang berhari-hari, mereka aman-aman aja tuh. Paris Belly, Milan Belly, Amsterdam Belly, dan Belly-belly lainnya nggak ada satu pun kasusnya yang viral di media. Sultan sekelas Raffi-Nagita dan Anang-Ashanti nggak pernah saya liat bermasalah dengan belly-belly kayak gini. Seolah-oleh justifikasi ini menjadi stereotip negatif buat Bali.

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dr. Cokorda Agung Wahyu, Sp.PD. menjelaskan bahwa Bali Belly hanyalah julukan yang disematkan oleh para turis. Bukan nama penyakit spesifik yang dipatenkan oleh pakar kesehatan. Hal ini terjadi akibat gagalnya para turis beradaptasi dengan Bali dan segala macam starter pack-nya termasuk makanan dan minuman. Nama penyakit ini sebenarnya traveler’s diarrhea atau diare pelancong. Ya kalau bahasa sehari-hari kita sih, mencret.

Perut nggak bisa pedes ya gitu

Cokorda menambahkan Bali Belly ini bisa disebabkan dari makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri terutama E. Coli. Namun, bisa juga disebabkan makanan-makanan tradisional Bali dengan bumbu medoknya seperti urap bumbu genep, sambel embe atau lawar. Makanan tradisional Bali dengan ciri khas pedas menyengat dengan bumbu rempah Bali seperti kunyit, kencur, lengkuas dan lainnya sangat tidak lazim dikonsumsi para turis.

Jadi ya wajar kalau si doi mules lemes. Yang biasanya makan makanan asin gurih ala Amerika-Eropa tiba-tiba ke Indonesia langsung makan pedas level setan, ya pasti perut bakal langsung kaget dan akhirnya terjadilah perasaan buang hajat itu. Belum lagi kebiasaan turis yang suka meminum air langsung dari keran. Woi-woi ini Indonesia, keran air di sini belum semuanya ready to drink kayak di kampung Anda. Ya salah sendiri dong, pantesan aja perut situ moncor.

Tapi nggak perlu khawatir, penyakit ini menurut para dokter bukan penyakit fatal. Bahkan bisa sembuh dengan sendirinya dengan perawatan yang tepat. Have you ever heard Diapet?

Soal kenapa warga lokal aman jaya dari mencret ini karena udah dari oroknya sono biasa terpapar kuman dan berkotor-kotoran. Jadi naturally tubuhnya lebih imun. Bak kata iklan deterjen dulu berani kotor itu baik.

Saran untuk turis

Saran saya untuk para turis sebelum berlibur ke Indonesia pertama, memperbanyak khazanah mencicipi kuliner pedas. Terutama untuk destinasi wisata yang akan dituju sebelum take off, agar lidah dan perut terbiasa dan nggak kaget ketika di TKP. Kedua, pahami special guidelines liburan di Indonesia seperti jangan makan makanan mentah dan meminum air langsung dari keran, bawa air minum sendiri atau beli air kemasan. Hindari juga memakan jajanan pasar lokal secara serampangan. Ketiga, perhatikan kebersihan baik kebersihan tangan dan alat makan. Terakhir, stand by kotak P3K dalam setiap suasana (sukur-sukur si bule bisa baca tulisan saya ini).

Saya meminta semua pihak terkhusus turis untuk menghentikan justifikasi Bali Belly ini. Penyakit ini tidak berbahaya, Bestie. Penyakit ini hanya penyakit umum dengan nama mencret yang diakibatkan kelalaian turis itu sendiri. Jadi jangan seolah-olah menjustifikasi Bali Belly sebagai penyakit endemik. Sekali lagi, cuma mencret.

Penulis: Muhammad Adib
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Mengatasi Diare yang Rewel dengan Lima Langkah Mudah

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version