Menjadi perempuan penghuni Jogja Selatan tidak mudah. Terutama bagian terluar yang mendekati garis pantai. Entah mengapa banyak catcalling dari orang-orang aneh. Rasanya sangat tidak nyaman.
Bayangkan saja, kamu sedang enak-enak menikmati suasana senja. Matahari mulai terbenam, syahdu, dan nyaman. Lalu, tanpa aba-aba muncul suara asing yang menyoraki, “Mbak cantik, kok dewean wae, tak kancani piye!”
Ada juga versi lain yang sama menyebalkan, yaitu singsot, atau bersiul menirukan suara burung. Jika ada perempuan lewat, mereka langsung bersuara. Apakah perempuan merasa senang diperlakukan begitu? Tentu tidak.
Catcalling seharusnya bukan dimaklumi, tapi dibasmi. Perempuan sudah menjaga diri, tapi mulut lelaki aneh justru mencederainya lewat kata-kata. Tak ayal mulai banyak yang bersuara atau mencoba menantang balik.
Wilayah rawan catcalling yang perlu diwaspadai
Wilayah Jogja Selatan yang rawan catcalling yaitu sepanjang jalan menuju ke pantai yang sepi. Banyak muda-mudi tanggung suka nongkrong bergerombol di pinggir jalan. Terkadang mereka merasa keren sampai tidak segan unjuk bakat singsot.
Pernah suatu waktu saya sedang joging bersama teman. Kami memakai pakaian yang tertutup dan sopan. Lengkap pula hijab besar menutupi dada. Ada motor mencoba menyejajari langkah kami. Isinya dua orang pemuda dengan muka kusut dan rambut acak-acakan.
Tanpa tahu malu salah satunya berujar sambil cengengesan tidak jelas, “Mbak oleh kenalan ora? Jenenge sopo ini mbak manis?” Kami lalu melengos tidak peduli dan ganti rute. Untungnya mereka tidak mengikuti. Selain itu, area proyek yang belum rampung cukup rawan. Ada oknum yang mungkin “kurang kerjaan” sehingga mulai memanggil siapa pun yang lewat tanpa pilih-pilih.
Jika kamu perempuan, pastikan jangan melintas sendirian di Jogja Selatan bagian ini. Hindari jalan dan waktu sepi. Lebih baik mencegah supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Memang tidak seharusnya begini, tapi mau bagaimana lagi.
Pelaku catcalling di Jogja Selatan tidak pandang bulu
Hal yang menyebalkan tentang catcalling, entah di Jogja Selatan atau bukan, yaitu pelaku tidak pandang bulu. Tidak peduli kamu memakai baju terbuka atau tertutup, peluang untuk mengalaminya tetap ada.
Berdasarkan pengamatan dan cerita para teman, beberapa korban justru mengenakan baju tertutup seperti gamis dan sejenisnya. Tentu saja jauh dari kata terbuka apalagi seksi. Nah, kalau begini berarti bukan masalah bajunya, tapi pikiran mereka.
Pelaku catcalling sepertinya tidak sadar (atau pura-pura tidak tahu) bahwa lisan mereka telah melakukan pelecehan verbal. Terkadang malah merasa senang jika berhasil mengganggu dan tertawa puas. Namun berlaku sebaliknya bagi korban, mereka merasa terganggu dan tidak nyaman.
Apa yang bisa dilakukan kalau mengalami catcalling di Jogja Selatan? Kamu bisa memilih beberapa opsi ini. Pertama, diamkan saja. Kedua, pura-pura tidak dengar atau melengos. Ketiga, lari menjauh. Keempat, maki-maki atau teriak saja, nanti biar dikira ada maling.
Perempuan jaga dirimu, laki-laki jaga pandanganmu!
Kata-kata ini mungkin tidak asing. Bagaimana kalau laki-laki dan perempuan saling menjaga saja? Perempuan menjaga diri, laki-laki menjaga pandangan. Biar keduanya sama-sama berkontribusi dan tidak saling menyalahkan.
Mari ciptakan dunia yang aman bagi perempuan. Langkah kecil ini dapat terwujud jika semua pihak saling bekerja sama. Pekalah dengan sekitar dan hadirkan hal-hal positif. Semoga area Jogja selatan semakin aman kedepannya.
Di sisi lain, hidup sebagai penghuni Jogja Selatan sebenarnya menyenangkan. Pedesaan masih asri dan dekat dengan destinasi wisata seperti pantai. Kalau mau refreshing tinggal jalan kaki atau mengayuh sepeda udah dapat view cantik. Mau utang ke tetangga juga bisa, kalau dibolehin.
Tapi ya, nodanya seperti ini. Dan noda hidup di Jogja Selatan yang ini benar-benar tak pernah bikin hati tenang.
Penulis: Nurul Ripna Astuti
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pertigaan Fishipol UNY, Tempat Berkumpulnya Gondes Tukang Catcalling yang Meresahkan!
