Bahasa walikan Jogja sudah jarang terdengar, bahkan hampir punah.
Kalian pernah mendengar orang Malang memanggil “Sam” ke teman laki-laki? Kalau iya, artinya kalian baru saja mendengarkan orang Malang berbicara bahasa walikan. Bahasa walikan adalah salah satu gaya bahasa khas orang Malang.
Bahasa walikan ini diucapkan dengan membalik susunan huruf kata. Salah satu contohnya ketika orang Malang bilang “Ngalam” untuk menyebut “Malang.” Pembalikan susunan kata ini awalnya untuk mengelabui musuh pada saat masa penjajahan. Namun hingga kini bahasa walikan masih populer digunakan oleh orang Malang.
Berbicara soal bahasa walikan, ternyata bukan Malang saja yang punya. Jogja juga punya bahasa walikan. Bahasa walikan Jogja sempat populer di tahun 90-an. Kala itu penuturnya adalah anak-anak muda Jogja yang sedang gaul-gaulnya.
Akan tetapi saya malah sulit memahami bahasa walikan Jogja meskipun saya dilahirkan di sini. Sebenarnya saya paham beberapa kata dan makna, tapi secara keseluruhan saya kesulitan untuk mengerti. Saya malah lebih mudah memahami bahasa walikan Malang ketimbang bahasa walikan tanah kelahiran saya.
Ada beberapa alasan mengapa saya merasa bahasa walikan Jogja tidak semudah memahami bahasa walikan Malang. Berikut alasannya.
Akar aksara yang beda
Secara konsep, bahasa walikan Jogja mirip dengan bahasa walikan Malang. Keduanya sama-sama membalikkan susunan huruf yang hendak diucapkan. Akan tetapi, bahasa walikan di Kota Pelajar memiliki akar kata yang berbeda. Jika Malang menggunakan akar aksara latin, Jogja mengacu pada susunan kata aksara Jawa.
Buat yang belum tahu, aksara Jawa itu huruf-huruf Jawi kuno seperti “HaNaCaRaKa” yang sangat populer di kawasan Jawa Tengah dan DIY. Aksara Jawa memiliki kata dan huruf tersendiri yang berbeda dari huruf alfabet yang kita kenal. Aksara Jawa secara keseluruhan terdiri dari 20 aksara dan dibagi dalam 4 baris.
Jadi simpelnya, bahasa walikan Jogja itu konsepnya kita menukar aksara Jawa pada tiap-tiap baris yang ada. Hal inilah yang membuat saya susah sekali memahami bahasa walikan tanah kelahiran saya sendiri. Selain karena menggunakan akar kata yang beda, saya harus mengingat kembali pemahaman saya mengenai aksara Jawa yang kini sudah lupa-lupa ingat.
Bahasa walikan Jogja sudah jarang digunakan
Selain karena penggunaannya yang mengikuti aturan aksara Jawa, bahasa walikan Jogja kini sudah tidak sepopuler dulu lagi. Meskipun di beberapa tempat dan kalangan masih ada yang setia menggunakan, jumlahnya tidak masif.
Tren yang berkembang di kalangan anak muda Jogja sekarang malah maraknya penggunaan bahasa gaul ala anak Jaksel. Itu, lho, bahasa Inggris yang dicampur-campur bahasa Indonesia. Saya malah kaget ada warlok Jogja lebih familier dengan kata “lo-gue” ketimbang kata “dab”.
Hal ini cukup berbeda dengan bahasa walikan di Malang yang masih lestari. Pengalaman saya berinteraksi dengan beberapa orang Malang, mereka masih cukup sering menyelipkan bahasa walikan Malang dalam percakapan sehari-hari.
Contoh yang paling populer ya penggunaan kata “sam” untuk menyebut “mas”, atau “umak” untuk menyebut “kamu”. Bahkan nggak jarang orang Malang menyebut daerahnya sendiri dengan bahasa walikan mereka, yaitu Ngalam.
Harapan saya
Kalau boleh jujur, saya berharap bahasa walikan Jogja bisa populer lagi bagi orang Jogja sendiri. Selain karena menunjukkan identitas kedaerahan, penggunaan bahasa satu ini cukup menarik karena menggunakan aksara Jawa sebagai aturan komunikasinya.
Meskipun sudah jarang dipakai, namun saya tetap bersyukur masih ada orang Jogja yang mau menggunakan bahasa walikan untuk berkomunikasi. Setidaknya bahasa ini belum punah seutuhnya.
Sangat disayangkan apabila bahasa walikan ini punah. Soalnya bahasa ini justru mengajak kita untuk melestarikan kembali aksara Jawa di masyarakat. Pada akhirnya, lestari ataupun tidak, berbahagialah kalian semua yang tetap eksis menggunakan bahasa walikan Jogja. Sehat-sehat, Dab!
Penulis: Georgius Cokky Galang Sarendra
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Dari Tekyan Sampai Garangan: 40 Kata Slang Jogja yang Mulai Punah
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
