Perbedaan bahasa dalam daerah itu benar ada nyatanya. Meski masih berada di Pulau Jawa, saya sadar bahwa perbedaan tetap ada. Seperti yang dicurhatkan Mas Rudy Tri Hermawan dalam tulisannya beberapa hari lalu soal bahasa Jawa di Blora. Sebagai orang Grobogan yang kuliah di Kudus, saya merasakan hal serupa. Meski jarak rumah dan kampus hanya 66 kilometer, saya merasa perbedaan bahasa Jawa yang digunakan orang Grobogan dan orang Kudus cukup bikin gemas.
Jarak Kudus dan Grobogan nggak jauh, bahkan masih satu garis berbatasan lewat Kecamatan Klambu bagian Grobogan dan Kecamatan Undaan milik Kudus. Namun entah kenapa ada beberapa bahasa Jawa orang Grobogan yang nggak dipahami orang Kudus, utamanya teman-teman kuliah saya. Misalnya kosakata berikut.
Daftar Isi
- #1 Jengklong artinya nyamuk, tapi orang Kudus nggak paham
- #2 Birik-birik bukan nama hewan, melainkan bahasa Jawa dari pelan-pelan
- #3 Uncit bukan nama panggilan orang, melainkan artinya menjambak
- #4 Bahasa Jawa Oglangan cukup beken di Sragen dan Solo, tapi orang Kudus nggak tahu
- #5 Mekan biasa digunakan orang Grobogan untuk menjelaskan nyala
- #6 Gandokan nggak asing di telinga orang Grobogan, tapi orang Kudus nggak paham
- #7 Acak adalah bahasa Jawa yang berarti mulai
- #8 Benges sama seperti gincu alias lipstik
#1 Jengklong artinya nyamuk, tapi orang Kudus nggak paham
“Jengklong” bukan keluarganya jengkol, ya. Bukan pula kata kerja atau kata sifat. “Jengklong” adalah nama hewan, yakni nyamuk.
Sebelum merantau ke Kudus, saya pikir penggunaan nama “jengklong” ini telah menjadi kesepakatan semua orang Jawa guna menyebut hewan kecil satu ini. Ya kayak kuda yang bahasa Jawanya “jaran”, kambing yang disebut “wedus”, dan burung yang dipanggil “manuk”. Siapa sangka nama “jengklong” nggak sebeken itu hingga dipahami orang Kudus juga. Saya malah sering diketawain teman-teman kalau nggak sengaja menyebut “jengklong” ketika sedang pergi malam-malam.
#2 Birik-birik bukan nama hewan, melainkan bahasa Jawa dari pelan-pelan
“Birik-birik” nama hewan juga? Bukan. Meski hampir mirip dengan penyebutan biri-biri, “birik-birik” bukan sejenis hewan.
Bagi orang Grobogan, “birik-birik” berarti pelan-pelan. Iya, sama kayak bahasa Jawa “alon-alon”, Gaes. Entah kenapa kata teman-teman saya yang orang Kudus, kata “birik-birik” terkesan lucu dan nggak cocok untuk makna kata pelan.
Padahal menurut saya, bahasa Jawa “indik-indik” dari Kudus lebih aneh di telinga. Hehehe.
#3 Uncit bukan nama panggilan orang, melainkan artinya menjambak
Bahasa Jawa orang Grobogan ini lucu, ya? Kayak nama panggilan. Kosakata satu ini mengingatkan saya sama lagu “Munaroooh, Bang Ocit datang, tereteret”. Mirip kan?
Tapi bukan itu maksudnya. “Uncit” adalah menjambak. Saya heran, kenapa orang Kudus suka mengernyitkan dahi mereka tiap saya menyebut “uncit”.
#4 Bahasa Jawa Oglangan cukup beken di Sragen dan Solo, tapi orang Kudus nggak tahu
Kosakata bahasa Jawa satu ini sudah saya kenal sejak kecil, tapi ternyata kata ini nggak digunakan di Kudus. Padahal menurut saya, “oglangan” adalah kata yang cukup mudah untuk merepresentasikan mati lampu/mati listrik.
Hal yang bikin saya bingung adalah kata ini cukup beken di daerah Sragen dan Solo. Tapi, kenapa Kudus malah nggak mau ikut serta?
Baca halaman selanjutnya: #5 Mekan biasa digunakan orang Grobogan …
#5 Mekan biasa digunakan orang Grobogan untuk menjelaskan nyala
Jika “oglangan” dalam bahasa Jawa artinya mati lampu, “mekan” adalah kosakata yang menjelaskan nyala. Kata ini kerap digunakan ketika menjelaskan sesuatu dari mati ke hidup, biasanya untuk benda elektronik. Contoh: Ndek mau oglangan, iki lampune wes mekan (Tadi mati lampu, tapi ini sudah nyala).
#6 Gandokan nggak asing di telinga orang Grobogan, tapi orang Kudus nggak paham
Saya nggak tahu kosakata bahasa Jawa ini sumbernya dari mana. Tapi, “gandokan” nggak asing di telinga saya sebagai orang Grobogan. Bagi orang Grobogan, “gandokan” artinya bonceng tiga.
Saya pernah sekali menegur teman saya yang gandokan di kampus. Bukannya salah satu turun dari motor, mereka heran sendiri. Saya lalu menjelaskan bahwa “gandokan” artinya bonceng tiga. Teman saya lalu tertawa dan bilang kalau bonceng tiga itu “triple”. Saya yang mendengarnya malah heran, kok malah mirip bahasa Inggris daripada bahasa Jawa.
#7 Acak adalah bahasa Jawa yang berarti mulai
“Acak” yang dimaksud ini bukan yang artinya seperti dalam bahasa Indonesia, ya. Dalam bahasa Jawa orang Grobogan, “acak” artinya mulai. Misalnya: Kuliah e acak jam piro? (Kuliahnya mulai jam berapa?).
#8 Benges sama seperti gincu alias lipstik
“Benges” artinya lipstik atau gincu. Saya sudah kerap mendengar bahasa Jawa satu ini sejak kecil karena kerap digunakan ibu-ibu untuk menyebut lipstik mereka. Namun ketika kuliah di Kudus dan bicara soal “benges”, saya dibilang mengada-ada. Teman-teman saya menyebut lipstik ya gincu. Titik.
Saya nggak menyerah dan mencari pembuktian serta menemukan penggunaan kata “benges” dalam film Srimulat: Hil yang Mustahal. Tapi, teman-teman saya masih belum terima kalau “benges” artinya sama kayak “gincu”.
Kosakata bahasa Jawa yang disangsikan teman-teman saya kerap membuat saya ikutan sangsi dengan kebenaran bahasa yang sudah saya gunakan sejak lahir. Tapi tiap pulang ke Grobogan dan mendengar tetangga serta keluarga mengucapkan kata-kata di atas, ya nggak aneh juga. Tapi, kenapa nggak diterima sebagai kekayaan bahasa Jawa aja, sih? Kan kadang bikin saya kesal.
Penulis: Jarwani Linda Listik Safitri
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Perkenalkan Grobogan, Daerah Pinggir Pantura yang Orangnya Nyah-nyoh Pol.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.