Artikel Bandingin Badan Artis Itu Buat Apa sih?

artikel badan artis seksis misoginis mojok

artikel badan artis seksis misoginis mojok

Pagi hari yang dingin dan berawan saya nikmati dengan minum kopi. Biar kayak mas-mas keren di film-film. Seperti orang lain, saya buka kanal berita online. Berita tentang nikahan artis dan terorisme masih mendominasi. Kemudian saya mencari artikel yang lagi trending dan saya dibuat terkejut. Selain Mas Atta dan Mbak teroris, ada sebuah artikel yang wow dan unik banget. Artikel itu tentang bandingin badan artis, siapa yang lebih sexy antara artis ini dengan artis itu saat pakai pakaian ketat. Wow banget dong?

Rupanya, artikel semacam ini ada banyak pakai banget. Judulnya pun sangat menarik, menarik untuk dihujat. “Siapa Yang lebih sexy, Mbak kembang sepatu atau Mbak Rumput gajah saat pakai bikini” atau “Mbak Daun kemangi vs Mbak Daun melinjo, siapa yang lebih sexy saat di pantai,” pokoknya judul-judul semacam itu. Isinya sih kadang cuma kolase foto dari medsos si artis. Serius nanya, emang buat apa sih, bikin artikel bandingin badan artis? Atas dasar apa si jurnalis bikin artikel seperti itu? Di keadaan seperti apa kita mau baca dan nyari artikel seperti itu?

Tapi eh tapi, rupanya banyak yang baca. Mungkin karena ada penikmat dan pasar yang bagus, artikel semacam ini terus lestari. Kalau ngomongin laba dan cuan, memang itu salah satu faktor pendorongnya. Kalau ngomong soal kepantasan, rasanya kok nggak pantas. Kalau nurut dengan netizen yang sukanya ngomong, “Risiko jadi artis memang begitu!,” ya nggak ada habisnya. Meluruskan makna “artis juga manusia”, harusnya kita juga paham batasan norma sebagai sesama manusia. Mana yang harus dikorek, mana yang boleh dinikmati, dan sejuta batasan lain yang patut dihormati. Tiap orang punya hak, tak terkecuali artis.

Menyalahkan si artis karena pemilihan pakaian dan gaya, rasanya juga nggak asik. Selain sudah muak dengan komen tentang aurat dan neraka, banyak juga orang yang sudah muak saat melihat artikel beginian bertebaran di mana-mana. Menjadi baik bukan soal melihat orang lain lebih buruk dari diri sendiri, tapi bagaimana menghargai orang lain. Bagaimana artikel itu dibuat, saya nggak ngerti, apalagi soal kurasinya.

Salah satu media online yang termahsyur, sangat sering bikin berita begituan—tentang badan artis. Mulai dari bahas soal kegiatan seks para artis yang sering kali bersumber dari pertanyaan tak penting netizen. Ada juga artikel tentang wanita sebagai korban kejahatan yang seksis banget. Seperti tambahan kata cantik, janda, yang sangat menunjukkan kurang pekanya jurnalis. Artikel seksis semacam ini, terasa nggak guna dan menjijikan, tapi terus saja dibuat dan dinikmati.

Formula yang sama saya temukan di banyak acara infotaiment yang tajam-tajam itu. Kita tahu, infotainment memang selalu digandrungi, meski sering nggak pas di pikiran dan hati. Formula semacam itu yang mungkin diadopsi oleh artikel media online. Tapi, seperti yang saya singgung tadi, masyarakat kita banyak yang suka. Memang ada kelompok yang suka dengan begituan, sehingga tertarik untuk melihat. Ada yang memang niat meninggalkan komentar, sekadar mengingatkan begitu. Intinya, mereka membuat artikel begini jadi ramai pembaca. Nilai berita semacam itu kok diberi kesempatan untuk tumbuh, bukankah justru membuat jurnalis dan medianya terlihat njelei dan mangkeli.

Angle yang diambil jurnalis memang kurang mbois. Berbekal jago ngomongin tubuh wanita sebagai objek seksualitas, berita begituan bisa ditulis dan naik. Rasanya kok mudah sekali jadi jurnalis. Bahkan tak hanya wanita, para pria juga diperlakukan begini, meski tak sebanyak wanita. Artikel seksis pria juga sering banget ngomongin tubuh dan juga soal ranjang. Lagi dan lagi, isinya cuma asumsi dari netizen dan ditambah sedikit fakta dari si artis. Entah niatnya semacam bikin clickbait atau biar menarik minat, harusnya kan nggak gitu, Coy!

Pada akhirnya artikel beginian—perkara badan artis—dianggap biasa dan lumrah adanya. Banyak orang masih mengabaikan hak orang lain dan kesetaraan. Sehingga, tanpa malu-malu membagikan artikel ini, bahkan meninggalkan komentar tak pantas yang dianggap pantas dan lumrah. Media memang perlu hidup untuk mencari duit, tapi nggak gitu juga caranya. Kita memang tinggal mlengos atau meninggalkan artikel semacam itu. Tapi, kalau dibiarkan, nanti makin menyebalkan dan tetap berlangsung terus menerus. 

BACA JUGA Reality Show ‘Uang Kaget’ dan Seksisme yang Mengitarinya atau tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version