Arsenal baru saja dikabarkan akan melepas Folarin Balogun ke AS Monaco. Beberapa jam yang lalu, Fabrizio Romano mengabarkan bahwa pemain asal Amerika itu akan menjalani tes medis. Biaya transfer pemain muda tersebut mencapai 40 juta euro. Sebuah kabar buruk yang mengingatkan saya akan sosok Serge Gnabry.
Sebagai fans Arsenal, saya merasa belum bisa sepenuhnya ikhlas melihat kepergian salah satu pemain muda potensial. Bahkan di mata saya, Balogun adalah striker yang lebih menjanjikan ketimbang Eddie Nketiah. Sebagai striker, pemain berusia 22 tahun itu lebih komplet, khususnya soal ketajaman di muka gawang.
Proses kepergian Balogun juga tidak mulus amat. Sempat terjadi tarik dan ulur sebelum akhirnya Monaco yang memenangi tanda tangannya. Proses tersebut menggambarkan bahwa sebetulnya, si pemain ingin bertahan. Saya merasa cintanya untuk Arsenal belum sepenuhnya padam. Dia hanya ingin memberi bukti, bahwa dia pantas mengemban tanggung jawab sebagai “si nomor 9”.
Apakah Arsenal akan mengulangi kesalahan “Serge Gnabry”?
Jujur saja, saya sedikit khawatir Arsenal akan mengulangi kesalahan di masa lalu. Tepatnya ketika melepas Serge Gnabry ke Werder Bremen pada 2016 dengan mahar cuma 5 juta euro. Murah sekali untuk seorang pemain muda potensial. Celakanya, pemain asal Jerman itu berhasil mekar dan potensinya bersinar di Bundesliga.
Nah, sosok Balogun itu mengingatkan saya kepada Gnabry. Kala itu, ketika Arsenal meminjamkan Gnabry ke West Brom, saya sudah merasa itu langkah yang salah. West Brom, khususnya Tony Pulis, gagal memaksimalkan potensinya. Lucunya, Pulis bilang kalau Gnabry “not at the required level”. Sungguh pernyataan komikal dari pelatih keras kepala khas Inggris.
Baca halaman selanjutnya
Setelah The Gunners memanggil Gnabry pulang, saya berharap kesempatan akan datang kepadanya. Apalagi, saat itu, Arsene Wenger lekat dengan predikat tukang poles pemain muda. Namun, sayang, pada akhirnya, Wenger melepas Gnabry ke Jerman, di mana talentanya berkembang dan sekarang menjadi pemain penting Bayern Munchen. Selain itu, Wenger menyesali keputusannya melepas Gnabry.
Balogun sendiri bermain sangat apik ketika Arsenal “menyekolahkannya” ke Stade Reims di Ligue 1 Prancis. Bersama Reims, dia mencetak 21 gol dan 3 asis. Catatan yang, saya rasa, mampu menggambarkan potensinya. Meskipun, memang, kualitas pemain tidak sepenuhnya bisa dinilai dari statistik semata.
Menjadi “orang tua” yang baik
Pada akhirnya, semua ini soal cinta belaka. Saya rasa, tidak ada “orang tua” yang tidak ingin melihat anaknya berkembang dan kelak menaklukan dunianya. Di sini, Arsenal adalah “orang tua” bagi Balogun. Sosok bapak yang mengangkat anaknya masuk ke akademi pada 2017 yang lalu.
Sejak saat itu, si bapak hanya bisa mengamati perkembangan si anak dari jauh. Hingga pada akhirnya, saat ini, si anak memilih jalan dan dunianya sendiri. Sebuah dunia yang sebetulnya sangat dekat dengan angan-angan manis orang tua kepada anaknya. Oleh sebab itu, di sisi terdalam hati saya, kelak, orang tua dan si anak ini bisa bersatu lagi, membangun rumah bersama bernama masa depan.
Akhir kata, sebagai fans, saya dan jutaan fans Arsenal pasti mendoakan keberhasilan Balogun di negeri orang. Semoga, cinta yang singkat ini menjadi bekal romansa yang bakal terjalin lebih erat di satu dekade ke depan.
Penulis: Yamadipati Seno
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Declan Rice Menuju Arsenal: Parade Kabar Baik yang Saling Menyusul