Aplikasi Perpustakaan Nasional atau biasa disebut iPusnas sedang berbenah. Saya sempat berpikiran positif, barangkali pihak pengelola Perpustakaan Nasional menanggapi keluhan pembaca setia iPusnas terkait susahnya meminjam buku incara lantaran jumlah copy-nya terlalu sedikit dan aplikasinya sering eror.
Akan tetapi saat aplikasi iPusnas versi terbaru sudah diluncurkan, alih-alih bahagia, sebagai pengguna saya justru kecewa. Bukannya nggak bersyukur dengan perpustakaan digital yang sudah disediakan secara gratis oleh pemerintah, tapi iPusnas terbaru lebih mirip situs berita online ketimbang perpustakaan. Niat pengelola untuk berbenah malah bikin kami (baca: pembaca) susah.
Daftar Isi
Aplikasi lebih berat, lebih sering eror, dan sulit diakses
Aplikasi iPusnas versi terbaru memang lebih berat. Tapi bukan itu saja masalahnya, iPusnas versi baru justru sering eror dan susah diakses. Untuk pengguna lama seperti saya terpaksa harus membuat akun baru lantaran sulit log in dengan akun lama. Alhasil, semua catatan dan riwayat bacaan saya hilang semua.
Selain itu, iPusnas versi baru sering log out sendiri dan susah log in kembali. Dalam satu hari ini saja, saya sudah dua kali log in iPusnas dan gagal. Masalah seperti ini tak hanya terjadi pada saya, ada banyak pengguna yang mengeluhkan hal yang sama. Kalian bisa menemukan sambatan para pengguna aplikasi ini di X.
Agak lucu, sih. Masa aplikasi versi baru malah lebih lelet dari yang lama. Kalau begini ceritanya, niat iPusnas upgrade malah jadi downgrade.
Aplikasi iPusnas versi baru terlalu banyak video dan berita yang tidak perlu
Secara tampilan, iPusnas versi baru memang lebih bagus dan enak dilihat. Namun, hal tersebut menjadi nggak berguna lantaran ada banyak video dan kanal berita di dalamnya. Gini, lho, fungsi utama iPusnas adalah untuk membaca buku, jadi biarkan ia berfungsi seperti layaknya e-reader. Jangan menambahkan banyak video dan berita yang justru membuat niat awal pengguna untuk membaca malah terdistraksi ke video atau hal-hal lain yang ada di aplikasi tersebut.
Mirisnya lagi, isi beritanya nggak berhubungan dengan buku atau kegiatan perbukuan, tapi lebih banyak berita tentang kegiatan pemerintah. Misalnya, nih, minggu ini dashboard paling atas iPusnas berisi berita tentang strategi pemerintah menjaga keseimbangan harga batu bara. Duh, berita soal batu bara bisa dimuat di website Kementerian ESDM saja. Nggak harus diinformasikan pada aplikasi untuk pembaca buku juga.
Sulit mencari judul buku
Menu penelusuran (searching) di aplikasi iPusnas kualitasnya makin memburuk. Kalau kita ingin mencari buku harus berdasarkan judul bukunya, nggak bisa dari nama penulisnya. Hal tersebut tentu merepotkan. Sebagai pembaca, saya kadang lupa judul bukunya dan ingat penulisnya. Selain itu, nyaris semua pembaca buku memiliki penulis favorit. Saya saja kesulitan mencari judul buku dari penulis favorit yang sudah masuk iPusnas.
Misalnya nih, jika saya ingin tahu buku Eka Kurniawan yang sudah masuk iPusnas apa saja, saya harus menulis judul buku Eka Kurniawan satu per satu terlebih dahulu. Ribet sekali ya Allah. Malah lebih enak aplikasi iPusnas yang lama, kalau kita tulis nama pengarangnya, semua bukunya langsung muncul di laman pencarian.
Masalah lainnya, menu penelusuran (searching) pada aplikasi iPusnas nampak sekali kurang pintar, jauh bila dibandingkan searching Google atau YouTube. Misalnya nih, saya ingin mencari novel dengan judul Pertempuran Lain Dropadi yang ditulis Triyanto Triwikromo. Namun, saya salah menulis huruf “o” dengan “u” menjadi Pertempuran Lain Drupadi.
Nah, salah satu huruf saja langsung nggak ketemu judul buku tersebut. Kita wajib menulis sama persis dengan judul buku cetaknya, termasuk letak titik komanya. Berbeda dengan search di iPusnas versi lama, kita cukup tulis kata depannya saja, mesin pencari akan otomatis menampilkan beberapa judul buku yang memiliki kata terkait pada dashboard.
Sudah cari buku dari nama penulis nggak bisa, dicari dari judul bukunya pun harus sama persis per kata, benar-benar menyusahkan pembaca. Tolonglah, pengelola iPusnas harus belajar dari Amazon Kindle, e-reader besutan Amazon yang dicintai banyak pembaca buku di seluruh dunia karena mudah digunakan dan simple.
Antrian buku iPusnas tetap lama
Menu antrian buku menjadi masalah yang dikeluhkan pembaca sejak lama. Jumlah buku yang terbatas dengan peminat yang makin banyak membuat waktu antrian semakin lama. Sayangnya, carut marut soal antrian ini belum sepenuhnya selesai.
Memang sih ada beberapa judul buku yang jumlah copy-nya ditambah, termasuk buku Twenty-Four Eyes yang tahun lalu saya keluhakan di Terminal Mojok lantaran jumlahnya hanya 10 biji padahal peminatnya ribuan. Saat ini buku tersebut sudah ditambah menjadi 336 pcs. Luar biasa memang.
Sayangnya, hal tersebut nggak berlaku untuk semua buku. Awal bulan ini, saya sudah antri buku Sally Roony yang berjudul Normal People, tapi sampai sekarang belum juga dapat pinjaman dan status antriannya malah tiba-tiba hilang sendiri.
Sebenarnya iPusnas bisa saja membuat antrian lebih simple, misalnya mengurutkan antrian berdasarkan tanggal atau waktu. Orang yang antri hari Senin dapat lebih cepat dari yang antri di hari Selasa, bukan malah dibuat sistem rebutan seperti sekarang.
Di luar masalah-masalah yang sudah saya sebutkan di atas, saya tetap mengapresiasi iPusnas versi baru yang sudah mau menambahkan banyak sekali judul buku baru. Walapun sering kesal dan jengkel sendiri setiap membuka aplikasi iPusnas yang eror, saya tetap berharap iPusnas tetap ada dan nggak dilenyapkan dari bumi Nusantara ini.
Penulis: Tiara uci
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA iPusnas Justru Bikin Saya Malas Baca Buku karena Antrean Peminjamnya sampai Ribuan!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.