Selama di pesantren, saya dipasrahi untuk menjadi supir bersama dengan dua teman saya, Kami sering bergantian menyetir mobil untuk keperluan santri. Mulai dari mengantar jemput santri ke kampus, mengantar ke rumah sakit jika ada yang sakit hingga belanja keperluan koperasi pesantren. Kebetulan, mobil transportasi yang digunakan adalah Suzuki APV. Mobil ini sudah saya gunakan sejak 2021.
Terhitung sudah hampir dua tahun saya menggunakan mobil pabrikan Suzuki ini. Dalam rentang waktu yang sedikit ini, saya sudah mengalami berbagai suka duka dengan mobil ini. Namun, saya rasa kok banyak dukanya, ya. Alih-alih bahagia, saya lebih sering merasa menderita selama mengendarai mobil APV ini. Sehingga saya berkesimpulan kalau mobil ini begitu payah dan lemah.
Suspensi Mobil APV yang super keras
Perlu kalian ketahui, mobil APV yang saya kendarai adalah mobil bekas. Mobil dengan ruang yang cukup lebar ini dibeli dari seseorang kenalan yang berasal dari Tegal. Awalnya, tujuan utama membeli mobil ini adalah untuk antarjemput mahasantri dari pesantren ke kampus.
Oh ya, kapasitas mobil ini hanya berjumlah maksimal 8 orang dewasa. Itu pun sudah termasuk dengan sopir. Sedangkan santri di pesantren berjumlah 130 mahasantri. Memang nggak semuanya santri menggunakan fasilitas ini. Tapi, hampir 50 santri tidak membawa motor. Itu artinya mereka harus ke kampus dengan mobil transportasi pesantren. Dalam sehari, mobil APV bisa bolak-balik dari kampus ke pesantren sebanyak 8 hingga 10 kali untuk pulang dan pergi. Sungguh sangat produktif.
Bahkan, bisa dibilang kalau mobil dengan bodi kotak ini tidak pernah istirahat. Karena itu banyak sekali penyakit yang bermunculan. Salah satu yang membuat saya tidak nyaman adalah suspensinya yang begitu keras layaknya batu kali.
Anda bilang saya berlebihan?
Setelah saya menjajal berbagai macam mobil mulai dari Innova, Calya, hingga Gran Max. Mobil APV tetap menjadi juara satu kategori suspensi paling keras. Ampun, Bos!
Bagian kaki-kaki yang berisik
Sedikit cerita, saya pernah ditugaskan untuk pergi ke bengkel untuk servis rutin mobil setiap bulan. Dua hari setelah servis, saya gunakan mobil ini untuk pergi ke Baturraden. Waktu itu, saya ditugasi untuk menyampaikan barang kepada pengajar di pondok kami uang berdomisili di Baturraden. Fyi, jalan dari Purwokerto ke Baturraden memiliki kontur yang dominan naik. Hal ini karena letak Baturraden yang berada di kaki Gunung Slamet.
Ketika perjalanan berangkat, mobil masih aman-aman saja. Saya pun masih bisa meliak-liuk layaknya pembalap handal. Setelah urusan beres, saya pulang dari Baturraden sekitar pukul 18.15. Di sinilah keganjilan mulai terjadi. Mobil yang tadinya sehat walafiat, mulai menunjukan tanda-tanda mencurigakan.
Baca halaman selanjutnya