Kalau Anda sering menjelajah YouTube dan suka nonton trailer film pasti kalian pernah direkomendasikan video alur cerita sama algoritma si merah. Sebagai pecinta film amatiran, saya sering lihat video alur cerita masuk ke tab rekomendasi akun YouTube saya. Video model seperti ini biasanya bisa ditonton oleh jutaan orang dan channel yang buatnya pun punya subscriber ratusan ribu orang. Saya rasa tren video model seperti ini cuma bisa ditemukan di YouTube Indonesia.
Namun, saya malas menonton video alur cerita, mau berapa banyak penonton yang sudah tonton video itu. Kalau bukan karena tulisan ini saya mah ogah nonton video yang isi kontennya cuma sekedar rangkuman film. Apa asyiknya coba, diceritakan alur film sama orang lain?
Bagaimana ya, film itu kan medium audiovisual jadi harus dinikmati secara langsung oleh mata dan telinga sendiri. Ini bukan cuma sekadar rangkaian kata-kata seperti di novel yang bisa diceritakan kembali. Pengalaman menonton film sama sekali tidak bisa diganti dengan dengerin orang mendongengkan alur ceritanya.
Kalian mungkin bisa mengerti alur cerita Children of Men dengan mendengarkan orang ngoceh alurnya doang di YouTube. Namun apakah pengalaman merasakan long take cinematographer Emmanuel Lubezki dengan mata kepala sendiri bisa dijelaskan dalam kata-kata? Bagaimana dengan penggunaan background film oleh sutradara Alfonso Cuaron yang penuh detail? Bahkan Cuaron sendiri berhasil menyampaikan semua informasi yang penonton perlu ketahui tentang film dan karakter utamanya dalam dua menit adegan pembuka saja. Lebih cepat dari pembukaan mayoritas YouTuber yang buat video alur cerita film ini.
Belum lagi, banyak video alur cerita yang sampai membeberkan spoiler di thumbnail. Padahal beberapa film memang mengandalkan plot twist untuk membawa pesan tematik mereka. Dengan membocorkannya di thumbnail, itu sama saja menghancurkan pengalaman orang lain dalam menonton film.
Contohnya film Oldboy dari sutradara Park Chan-wook. Tema utama film ini adalah tentang balas dendam dan kebenaran. Sepanjang film kita dibawa mengikuti perjuangan karakter utama kita, Oh Dae-su untuk menemukan alasan mengapa dia disekap selama 15 tahun. Penonton dibuat penasaran dengan alasan karakter utama disekap sama seperti Oh Dae-su sendiri. Sehingga saat kebenaran terungkap pada adegan klimaks, reaksi penonton menjadi esensial dari pengalaman menonton film ini.
Bodohnya, saya menemukan ada dua YouTuber dengan subscriber ratusan ribu, sengaja membuka plot twist dari film ini hanya untuk sekedar thumbnail provokatif. Si pembuat video kelihatan nggak ngerti sama sekali sama pesan tematik utama film ini dengan berpikir bahwa plot twist film ini nggak ada substansinya sehingga bisa dispoilerin. Video ini pastinya menghancurkan pengalaman orang yang belum nonton tapi nggak sengaja lihat spoiler di thumbnail video mereka.
Di sini saya nggak melarang ada video bahas film pakai spoiler. Tentunya selama spoilernya bukan di thumbnail. Cuma kalau kalian mau buat video bahas suatu film panjang lebar, ya toh dianalisis dulu lah. Bisa dari dari segi sinematografinya atau struktur naskahnya, tetapi yang penting jangan sampai jadi mirip seperti anak SMP dikasih tugas disuruh meringkas alur film yang ditontonnya.
Saat saya nonton video alur cerita Snowpiercer contohnya, mayoritas dari mereka cuma mereka ulang adegan dari film itu dengan menggunakan kata-kata tanpa ada analisis. Padahal Bong Joon-ho itu terkenal sebagai sutradara dengan atensi terhadap detail terkecil pun yang cuma bisa dilihat dengan mata penonton sendiri. Mulai dari angle kamera dengan fokus pada dikotomi kiri kanan sampai kenapa desain kereta cuma menampilkan jendela di gerbong tengah.
Lalu ada satu channel yang membuat rangkuman alur cerita No Country for Old Men. Saat diceritakan kembali oleh si YouTuber, filmnya malah terdengar jadi kaya sangat membosankan. Seolah-olah film tersebut tak lebih dari film thriller cliche biasa. Padahal film aslinya mensubversi ekspektasi penonton tentang genre Western dan thriller lewat format naskah karya Coen Bersaudara. Videonya bahkan tidak menceritakan monolog terakhir dari film tersebut walaupun monolog tersebut adalah kunci di balik makna kalimat “Tidak Ada Negara Untuk Orang Tua” yang menjadi judul film.
Harusnya channel yang sering membuat video alur cerita mencontoh channel-channel film berbahasa Inggris yang fokus membedah suatu film dari aspek tertentu. Seperti Every Frame is Painting yang membedah film dari segi sinematografi dan editing. Lalu ada Lesson From Screenplay dengan fokus pada teknik penulisan naskah. Ada juga channel Wisecrack dan Nerdwriters yang menganalisis film secara tematik dan simbolis.
Akan sangat lebih edukatif buat saya dan banyak pecinta film amatiran kalau para YouTuber video alur cerita ini bisa naik kasta. Kami yang tidak belajar ilmu perfilman tentunya berharap orang yang lebih ahli bisa menjelaskan secara rinci. YouTube video alur cerita bisa menjadi wadah untuk memfasilitasinya.
Bisa dengan mengundang mereka yang memang berasal dari industri film untuk menganalisis karya sinema. Bisa juga dengan belajar sendiri dasar-dasar ilmu perfilman biar analisisnya nggak dangkal. Malu lah, masa videonya kaya PR anak SMP terus.
BACA JUGA Menelusuri Alasan Orang Lebih Memilih Baca Scanlation Ketimbang Beli Komik Asli dan tulisan Raynal Arrung Bua lainnya.