Andai Meghan Markle dan Prince Harry Jadi Bangsawan Kraton Jogja

Meghan Markle Prince Harry jadi Bangsawan Kraton Jogja Terminal Mojok

Meghan Markle dan Prince Harry membuat geger dunia dengan keputusan angkat kaki dari keraton, eh, maksud saya Kerajaan Inggris. Pasangan yang dipandang sebagai “pembangkang” dengan meninggalkan Kerajaan Inggris ini memberi pertanyaan dalam interview bersama Oprah, sang ratu infotainment.

Tentu yang paling menohok adalah perkara rasial. Anak dari pasangan Meghan Markle dan Prince Harry yang berkulit gelap mendapat perlakuan rasis dari keluarga kerajaan. Kabar ini sampai membuat Ratu Elizabeth, yang entah kapan turun takhta itu, mengeluarkan statement. Dan tentu saja, mata seluruh dunia tertuju pada kerajaan yang pernah menguasai dunia ini.

Saya bersimpatik, tapi juga berandai-andai. Kisah pasangan ini kan menjadi masyhur karena bergesekan dengan Kerajaan Inggris. Nah, andai Prince Harry bukan pangeran Inggris, pasti beda cerita. Paling banter berakhir di tukang sayur sebagai pusat isu dan gosip.

Tapi, bagaimana kalau Prince Harry lahir sebagai pangeran Kraton Jogja? Bagaimana kalau Meghan Markle jadi istri dari ndoro Jogja? Tentu kisah mereka akan seperti Jogja: Istimewah!

#1 Bukan Prince Harry, tapi Gusti Harry

Karena lahir di keluarga Kerajaan Inggris, Mas Harry mendapat gelar Pangeran/Prince. Coba kalau lahir di Kraton Jogja, Mas Harry akan bergelar Gusti Bendara Pangeran Harya (GBPH) Harry. Nanti masyarakat akan memanggil blio Gusti Harry atau Ndoro Harry.

Mbak Meghan juga akan ganti gelar jadi Bendara Raden Ayu (BRAy) Meghan. Nantinya akan dipanggil Den Meghan. Jadi, tidak ada panggilan ala dongeng Cinderella. Yang ada adalah panggilan ala dongeng Tutur Tinular.

#2 Tidak akan dibully karena warna kulit anak

Karena lahir di wilayah subtropis, wajar jika warna kulit gelap menjadi asing dan dibully. Tapi Gusti Harry adalah pangeran Kraton, kulit gelap malah lumrah. Kan Jogja itu berada di daerah tropis, serta panasnya warbiyasah. Jadi wajar kalau kulit anak pasangan ini gelap. Bakal jadi masalah kalau kulit anak mereka biru atau ungu. Nanti dikira anak sakti dan air bekas mandinya jadi rebutan.

Bukan berarti mereka bebas bully, ya. Nanti kalau anak mereka nakal dan bandel, sayup cibiran warga Jogja akan menghantui mereka. Sayup saja, kan takut kualat. Paling juga hanya berakhir di telinga bakul gudheg. Itupun tidak terlalu digubris karena takut kualat tadi.

#3 Lupakan The Guardian dan Oprah, yang ada KR dan Om Deddy

Wajah pasangan Meghan Markle dan Prince Harry sering menghiasi surat kabar The Guardian. Maklum, namanya juga pangeran. Nggak level kalau berakhir di Mojok. Klarifikasi saja bersama Oprah. Tapi itu kan karena blio pangeran Inggris. Beda cerita kalau jadi bangsawan Jogja.

Wajah mereka akan rutin muncul di Kedaulatan Rakyat dan dijajakan di pinggir jalan. Kalau tidak jadi headline, paling mepet di kolom sungguh-sungguh terjadi. Jika ingin klarifikasi, paling bagus ya bersama Om Deddy Corbuzier. Masih mending, daripada cuma ketemu Mas Agus Mulyadi (3x) atau Mas Prayit.

#4 Gajinya seharga pakan kuda

Penghasilan Prince Harry dari kerajaan Inggris sebesar 82,4 Juta Poundsterling. Dana tersebut berasal dari pemerintahan untuk Royal Family. Tapi karena Prince Harry dan Meghan Markle sudah angkat kaki dari kerajaan, gaji tadi dicabut.

Kalau Gusti Harry, paling bergaji Rp2,5 juta. Katanya sih, segitu hanya cukup untuk membeli pakan jaran. Sumber dananya dari Pemerintah Indonesia bertajuk Dana Keistimewaan. Maklum dapat sedikit, karena sisanya untuk membangun pagar dan bongkar pasang Tugu Jogja. Tapi kalau punya pemasukan lain dari lini pariwisata utamanya hotel, wah saya nggak berani komen.

#5 Dirujak di Twitter, dipuja di Grup FB ICJ

Perkara ini, mari bercermin pada “pangeran guweh” yang kemarin bikin geger. Nah, Den Meghan harus hati-hati ini. Apalagi kalau mainan Twitter dan saling follow dengan artis ibu kota. Jangan sampai flexing “pulang ke rumah yang gedhe banget”. Yakin 100% Den Meghan bakal dirujak di Twitter dan dijadikan artikel di Terminal Mojok oleh saya sendiri.

Tapi tak perlu berkecil hati. Gusti Harry dan Den Meghan tetap punya pendukung, kok. Cukup logout dari Twitter, lalu pindah ke Facebook. Di sana mereka akan dipuja sampai berbusa oleh warganet seperti yang ada di Grup FB ICJ.

#6 Harus sibuk bermain media sosial

Memang, pasangan Harry-Meghan bakal jadi pecel ketika salah ngomong di media sosial. Tapi mereka tetap harus berhati samudera. Mau tidak mau, Gusti Harry dan Den Meghan harus tetap bermedia sosial. Bukan karena ingin flexing, ya, tapi ada perang yang harus mereka menangkan.

Perang itu adalah romantisasi. Gusti Harry dan Den Meghan harus giat menunjukkan Jogja yang santun, ramah, dan narimo ing pandum. Ini pekerjaan berat, lho! Lebih berat daripada sekadar ngurusi hotel dan Sultan Ground.

Gimana nggak berat? Yang dihadapin klitih, persekusi aktivis, dan UMR yang humble. Belum lagi setiap konten romantisasi akan digropyok oleh orang-orang yang terjebak ketimpangan sosial. Saran saya, keduanya harus punya rai gedhek.

Sebenarnya ada banyak perbedaan ketika Harry-Meghan jadi bangsawan Jogja. Apalagi kalau sudah masuk ranah politik. Tapi kan cuma berandai-andai. Lucu juga sih membayangkan Harry-Meghan harus minggat dari Kraton bukan karena isu rasial. Tapi karena tidak kuat dirujak warganet dan dijadikan olok-olok dalam artikel ini.

Sumber Gambar: YouTube CBC News

BACA JUGA Pemecatan Pangeran Adalah Bukti Kraton Jogja sebagai Monarki Tanpa Kritik dan tulisan Prabu Yudianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version