Persoalan tentang boleh nggak sih anak di bawah umur beli voucher game online sedang ramai diperbincangkan. Masalah ini sebenarnya sering terjadi dan jadi keluhan banyak orang tua. Hari ini saya melihat masalah ini menjadi viral dalam sebuah video yang mempertunjukkan seseorang yang nampaknya sebagai orang tua, komplain kepada pegawai salah satu minimarket terkait nggak adanya larangan anak di bawah umur beli voucher game online dengan nilai yang cukup besar.
Kalau nggak salah, si anak ini beli voucher senilai 800 ribu rupiah dan si orang tua ini mengatakan bahwa uang tersebut pasti merupakan hasil mencuri anak tersebut. Yang kemudian intinya si orang tua memprotes para pegawai karena melayani si anak dan meminta uang yang sudah dibayarkan agar dikembalikan. Ada beberapa hal yang membuat saya berpikir dan tertarik untuk membagikannya lantaran persoalan macam ini umum terjadi.
Jual beli oleh anak di bawah umur menurut hukum
Dalam pandangan hukum positif (hukum yang berlaku di suatu negara), aturan mengenai jual beli secara umum telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Tepatnya dalam Pasal 1320 KUHPer telah diatur bahwa syarat sah perjanjian terdiri atas 4 syarat, yakni 1) kesepakatan, 2) kecakapan, 3) suatu hal tertentu, dan 4) sebab yang halal. Perbuatan jual beli secara jelas merupakan bentuk dari suatu perjanjian, oleh karena itu dalam melihat sah nggaknya suatu jual beli. Kita dapat merujuk pada keempat syarat di atas.
Setelah jelas dan duduk pemahaman soal syarat sah perjanjian. Mari coba kita analisis bersama keempat syarat tersebut dalam kasus yang menjadi perhatian tulisan ini. Tentu, baik antara para pegawai minimarket dan si anak telah mencapai kesepakatan untuk jual-beli voucher tersebut. Kemudian voucher game online sendiri merupakan suatu obyek yang diakui oleh UU dan sebab halal pun terpenuhi karena masing-masing pihak beritikad baik dalam melakukan jual-beli.
Masalahnya ialah soal kecakapan, yang mana di Indonesia terdapat sejumlah aturan yang menjelaskan soal ukuran kecakapan ini. Salah satunya dalam hal keperdataan yang paling umum ialah seseorang baru dinilai cakap manakala telah berumur 21 tahun atau sudah menikah. Nah, tentu jelas kalau mendengar keterangan dalam video tersebut, diketahui bahwa si anak baru kelas 6 SD yang mungkin umurnya berkisar 11 hingga 12 tahun.
Lantas apakah karena si anak umurnya jauh di bawah 21 tahun dan belum menikah, perjanjian jual-beli nya otomatis batal? Ooo, nggak semudah itu. Mengingat syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif, yang berkonsekuensi bahwa apabila nggak terpenuhi maka “dapat dibatalkan”. Berbeda kondisinya mana kala syarat ketiga dan keepat yang merupakan syarat objektif nggak terpenuhi, maka perjanjiannya otomatis “batal demi hukum”.
Makna dapat dibatalkan di sini ialah kalau para pihak ada yang merasa dirugikan atau meminta agar perjanjian tersebut batal. Maka pembatalan tersebut dapat dilakukan dengan meminta pembatalan kepada hakim. Nah, kalau secara hukum mak ketiplek nya begini aturannya. Namun, jelas nggak fair kalau berbicara dari aspek hukumnya saja. Yang mana terkadang ketinggalan dengan fakta peristiwa yang menyertai tindakan yang telah dilakukan.
Masalah yang sebenarnya
Mari kembali lagi pada video yang viral tersebut, ada seorang ibu-ibu (yang saya asumsikan mungkin ibu si anak) mengatakan bahwa uang 800 ribu itu “pasti hasil mencuri”. Menurut logikanya si ibu, mana mungkin anak kecil bisa punya uang 800 ribu. Kemudian, komplain si bapak (yang juga saya asumsikan sebagai bapaknya) berkata bahwa ia merasa dirugikan dan meminta agar uang tersebut dikembalikan. Kemudian dijawab bahwa uangnya nggak bisa dikembalikan lantaran pihak minimarket merupakan pihak ketiga atau perantara dalam proses jual-beli voucher tersebut. Dan yang paling penting soal komplain si bapak karena para pegawai nggak negur atau melarang si anak.
Menurut hemat saya nih, inilah letak masalahnya, yakni minimnya pengawasan orang tua. Jelas, kalau posisi para pegawai sebagai pihak ketiga di sini nggak punya kewajiban secara hukum untuk melarang si anak membeli voucher. Kembali ke Pasal 1320 di atas bahwa meski seseorang nggak cakap atau di bawah umur, secara esensial perjanjian jual-belinya tetap sah sepanjang salah satu pihak nggak minta dibatalkan.
Jadi, para pegawai nggak dalam posisi mutlak dapat disalahkan, they just do their job. Soal kenapa nggak negur, mari kita berpikir jernih saja. Bisa jadi si anak nabung atau emang punya uang hasil jual-beli akun game kan? Anak jaman sekarang banyak yang mahir soal beginian, hal yang mirip terjadi kepada adik saya saat tiba-tiba punya uang dua juta rupiah dari jual akun game online. Jelas bapak saya mempertanyakan dan menuduh yang nggak-nggak, barulah setelah dijelaskan baru ngeh dan ya tetap nggak percaya.
Saya justru lebih memilih melihat dari sudut pandang perhatian si orang tua ke anak, bukannya apa-apa nih. Tapi, belum juga konfirmasi uangnya dapet dari mana udah nuduh pasti hasil nyuri. Dan yang perlu diketahui, di Indonesia memang belum ada aturan yang secara jelas melarang penggunaan aplikasi tertentu dengan alasan batasan usia. Tapi, dalam term and use hampir seluruh aplikasi termasuk game online, terdapat klausul pengawasan orang tua atau wali, sehingga hal seperti ini bisa diantisipasi.
Akhir kata, saya hanya ingin berkata anak di bawah umur tetap sah kok melakukan jual-beli. Meski kekuatan hukumnya lemah karena dapat dibatalkan, tetapi nggak otomatis batal demi hukum. Di sisi lain, inilah momen refleksi para orang tua agar nggak sembarangan ngasih gadget ke anak tanpa pengawasan, juga tanpa usaha mengikuti trend yang sedang berkembang, mau itu game online sampai joget TikTok. Zaman telah berubah dan anak pun punya kemampuan untuk mencari uang layaknya orang dewasa. Jadi kurang-kurangilah menyalahkan begitu, selesaikan dulu secara baik-baik dengan anak. Kalau emang merasa dirugikan dan minta jual-belinya dibatalkan, silahkan ke pengadilan terdekat, pasti Anda dilayani kok.
BACA JUGA Daftar Kombinasi Tokoh Anime yang Cocok Jadi Paslon Kepala Daerah dan tulisan Daffa Prangsi Rakisa Wijaya Kusuma lainnya.