Menjadi mahasiswa jurusan Agribisnis bagiku adalah sebuah anugerah yang indah meskipun bukan terindah yang pernah kumiliki. Masih segar dalam ingatan saya ketika diterima di jurusan kuliah yang saya pilih antara sadar dan tak sadar ini. Kenapa tak sadar? Karena sebelum memilih untuk terjun payung di jurusan ini, saya pernah mengajukan beberapa opsi jurusan lain yang kebanyakan ditolak oleh keluarga.
Seperti ketika saya mengajukan untuk kuliah jurusan Pendidikan Sastra Indonesia. Saudara saya mengatakan, “Ambil PGSD atau PGMI aja. Lebih banyak lowongannya kalau hidup di desa begini.” Atau ketika saya memilih jurusan Psikologi yang langsung ditentang, “Jangan, nanti kalau nggak kuat justru kamu yang jadi pasiennya!”
Ada lagi cerita ketika saya mengatakan ingin kuliah Ilkom atau Kesos yang ada di bawah naungan FISIPOL. Kakak saya yang skeptis dengan politikus di negeri ini langsung menolak pilihan saya. Terakhir, ketika saya mengajukan jurusan Ekonomi atau Manajemen, ibu saya menyahut, “Ada nggak jurusan bisnis tapi lebih spesifik dan nggak terlalu umum begitu?”
Baiklah, karena saya anak yang baik—sebenarnya pasrah sih karena semua jurusan yang saya harapkan ditolak keluarga—saya pun menuruti permintaan ibu. Kuliah bisnis yang nggak terlalu umum. Saya pilih jurusan Agribisnis.
Anak Pertanian tapi belajarnya ekonomi makro-mikro, akuntansi, manajemen ABCD
Saya bersyukur akhirnya diterima di jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian dan Peternakan di kampus M. Tentu saya senang. Tapi nahas, baru jadi maba saya sudah dihakimi orang.
Mulai dari anak jurusan sebelah yang bertanya, “Kenapa kuliah Pertanian, Kak? Kakekku aja nggak kuliah udah bisa jadi petani.” Asem bener, batin saya.
Ada juga yang mengatakan, “Agribisnis ini masuk soshum apa saintek, sih?” Bahkan kepala jurusan saya pernah mengatakan begini, “Selamat datang di jurusan Agribisnis. Jurusan yang walau dinilai banci, tapi percayalah kalian akan belajar banyak hal di sini.”
Tunggu dulu. Maksud “banci” di sini adalah meski jurusan Agribisnis condong masuk rumpun saintek saat ujian masuk, jurusan ini sebenarnya juga bersinggungan dengan soshum.
Jadi begini, kendati berada di bawah naungan Fakultas Pertanian dan Peternakan, jurusan Agribisnis hanya mempelajari ilmu pertanian sebesar 5% (mulai dari ilmu pertanian untuk tanaman pangan hingga hortikultura, 5% umum (mata kuliah dasar seperti pengantar, matematika, biologi, bahasa Indonesia), dan 10% sosial (komunikasi, peyuluhan, pemberdayaan, sosiologi). Sisa 80%-nya justru mempelajari ilmu ekonomi. Mulai dari kewirausahaan dan etika bisnis, ekonometrika, ekonomi syariah, ekonomi makro-mikro, akuntansi, dan aneka jenis ilmu manajemen.
Kalau merujuk SKS yang dipelajari, kurang ekonomi apa coba anak jurusan Agribisnis?
Jurusan Agribisnis memicu salah paham
Sayangnya, ketika saya ditanya orang kuliah jurusan apa dan saya jawab “Agribisnis”, biasanya si penanya akan bertanya lagi. “Itu masuk fakultas apa ya, Kak?” Akhirnya mau tak mau saya menjawab, “Fakultas Pertanian dan Peternakan.”
Setelahnya sudah bisa ditebak, komentar selanjutnya bablas bak bola liar.
“Oh, berarti bisa menemukan teknik mengubak semangka berbiji jadi non-biji?”
“Wah, berarti suka ke sawah ya, Kak?”
“Mending budidaya sapi atau kambing etawa, Kak?”
Oke, kalau dipikir, pernyataan orang-orang itu sama sekali nggak salah. Pemikiran bahwa pertanian akan mempelajari penyemaian, memahami tanaman pangan dan hortikultura itu nggak salah. Peternakan membahas sapi, kambing, atau ayam pun nggak salah.
Tetapi jadi salah kaprah kalau berpikir bahwa jurusan Agribisnis mutlak seperti itu. Jurusan ini ambigu, kok. Kalau dibilang mempelajari tanaman dan tetek bengeknya, memang iya. Karena jurusan ini mempelajari bisnis pertanian mulai dari hulu, on farm, hingga hilir.
Namun karena jurusan ini memiliki unsur nama “agri” dan “bisnis”, yang dipelajari jadi nggak sekadar ilmu pertanian, tapi juga ilmu bisnis. Boleh dibilang jurusan Agribisnis adalah jurusan yang kompleks dan rakus. Makanya jadi ambigu, apakah akan berjalan ke arah bisnis, atau pertanian.
Meskipun ambigu, kami bisa fleksibel kerja di mana saja
Kalau bicara mengenai pertanian, pasti mahasiswa jurusan Agribisnis kalah sama Agroteknologi. Soalnya mereka lebih detail dalam memahami ilmu pertanian. Kalau membahas ilmu peternakan, jelas anak jurusan Peternakan lebih mengerti soalnya mereka sehari-hari hidup dengan ternaknya.
Dalam jurusan Agribisnis juga dipelajari on farm dan produksi pengolahan. Tetapi kalau dibandingkan anak jurusan Teknologi Pangan, tentu disiplin ilmu mereka lebih dalam. Praktiknya juga lebih beragam.
Nah, memang pantasnya anak Agribisnis itu bergerak di bidang bisnis, marketing, dan manajemen. Tapi lagi-lagi itu semua identik dengan anak Ekonomi. Sementara kami ini masuknya Fakultas Pertanian dan Peternakan. Akhirnya banyak yang menganggap jurusan Agribisnis ambigu.
Meski rakus dan mengembat banyak mata kuliah dari jurusan lain, hal itulah yang membuat jurusan Agribisnis istimewa. Soalnya lulusan jurusan ini jadi mudah beradaptasi di berbagai lini pekerjaan.
Pengajaran manajemen keuangan dan akuntansi membuat lulusan Agribisnis cukup PD berkarier di perbankan (dengan kualifikasi semua jurusan). Ilmu pertanian dan penyuluhan yang dipelajari—walau persentasenya sedikit—juga membuat lulusan Agribisnis cukup PD berkarier di bidang field assistant atau pendamping pertanian. Tentu ini mengandalkan gelar “sarjana pertanian” yang ada di ijazah.
Sebagai lulusan jurusan Agribisnis yang pernah mempelajari berbagai jenis manajemen, banyak juga yang akhirnya berkarier di perusahaan, baik bidang produksi, supply chain, hingga marketing. Bahkan karena dasar kewirausahaan yang dipelajari tak sedikit lulusan Agribisnis justru mendirikan usaha sendiri.
Jurusan Agribisnis istimewa
Kesimpulannya, jurusan Agribisnis nggak buruk-buruk amat. Bahkan meski ambigu, justru itulah yang membuat jurusan ini istimewa. Soalnya ilmunya jadi luas. Luasnya ranah yang mesti dipelajari juga membuat mahasiswa nggak mudah bosan.
Gimana nggak, hari ini belajar ilmu saintis seperti statistika, teknologi penanaman tanaman pangan dan hortikultura. Besok kami mendadak jadi ekonom dengan mempelajari aneka jenis materi ilmu ekonomi dan manajemen. Besoknya lgi kami mendadak jadi anak sosial yang mempelajari komunikasi, penyuluhan, pemberdayaan, hingga sosiologi.
Ketika praktikum juga demikian. Di satu waktu mahasiswa jurusan Agribisnis berkunjung ke petani, di waktu lain berkunjung ke perusahaan. Pokoknya jurusan ini nempel sana-sini.
Intinya, buat adik-adik yang masuk jurusan Agribisnis, nggak usah kecil hati. Meski ambigu, jurusan ini istimewa. Sementara buat perusahaan dan pemberi kerja di luar sana, jangan ragu mempekerjakan lulusan Agribisnis. Soalnya kami bisa adaptasi di mana saja.
Penulis: Anggita Ayunda Sakuntala
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jurusan Agribisnis: Didesain untuk Kita yang Kadar IPA-nya Rendah.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















