Beberapa waktu lalu saya pulang kampung. Saya tertarik dengan salah satu perubahan mencolok di sana, yakni alun-alun yang terletak tepat di seberang kantor Kecamatan Jakenan. Alun-alun Jakenan Pati sangat cocok dijadikan tempat nongkrong. Apalagi di sana banyak pedagang kaki lima.
Sayangnya, Alun-alun Jakenan Pati nggak dirawat dengan baik. Terakhir saya pulang kampung pada Februari 2024, kondisinya sangat mengenaskan. Padahal dengar-dengar, alun-alun itu menghabiskan dana hingga Rp2,4 miliar. Sangat disayangkan fasilitas publik ini tidak diurus dengan baik.
Alun-alun Jakenan Pati jadi danau kalau turun hujan
Tempat ini lebih cocok disebut sebagai danau daripada alun-alun ketika musim hujan. Bagaimana tidak, setiap hujan mengguyur, air menggenang di berbagai sisi alun-alun. Sepertinya fasilitas seharga miliaran ini tidak memikirkan saluran drainase dengan baik. Sebuah keteledoran yang luar biasa parah.
Padahal, kalau mau membangun saluran drainase yang baik tidaklah sulit lho. Mengingat di sisi barat alun-alun ada masjid yang di belakangnya terdapat saluran air yang cukup besar. Kalau mau membuat saluran air ke sisi timur memang agak PR. Selain jaraknya yang jauh, saluran harus melewati pasar desa, beberapa toko, dan kantor desa.
Pengelola dan pemerintah perlu segera menggapi serius masalah ini. Pasalnya, hujan deras tidak hanya menimbulkan genangan air di alun-alun. Air memungkinkan meluap dan menimbulkan banjir di sekitarnya.
Fasilitas miliaran rupiah yang nggak terawat
Selain sistem drainase yang buruk, saya miris melihat alun-alun seharga miliaran itu tidak begitu terawat. Rumput yang tumbuh lebat dan tinggi membuat tempat ini menyerupai lahan nggak keurus daripada alun-alun. Padahal kalau dirawat dengan baik dengan setidaknya satu bulan sekali dipotong, fungsi alun-alun ini bisa lebih maksimal. Tanaman hias yang sudah ditata pun jadi semakin indah.
Selain rumput, di alun-alun ini tidak ada tempat sampah. Aneh betul, fasilitas publik kok nggak disediakan tempat sampah. Tidak heran kalau di tempat ini bertebaran sampah. Ini diperburuk dengan pengunjung yang belum sadar akan kebersihan. Mereka masih suka membuang sampah sembarangan.
Kalau boleh membandingkan dengan fasilitas publik daerah lain, Alun-alun Jakenan Pati jelas jauh tertinggal. Ambil contoh fasilitas publik di Solo, beberapa waktu lalu saya ke Balai Kota Solo bersama keluarga. Suasananya sangat nyaman, kawasannya terawat dan tidak ada sampah bertebaran.
Nongkrong sampai malam pun tetap nyaman karena penerangannya cukup. Berbeda sekali dengan Alun-alun Jakenan Pati yang minim penerangan. Beberapa lampu di sana rusak alias mati total. Asal tahu saja, alun-alun yang gelap kerap menjadi tempat nongkrong burung hantu.
Di atas keluhan saya terhadap fasilitas publik seharga miliaran rupiah yang berakhir mengenaskan. Saya sungguh menyayangkannya. Seharusnya dengan dana sejumbo itu, fasilitas publik bisa dibangun dengan sebaik mungkin. Idealnya juga, fasilitas seperti itu juga dirawat dengan serius. Kalau begini, saya rasa warga sekitar juga nggak bangga-bangga amat punya Alun-alun Jakenan Pati.
Penulis: Rusdi Ngarpan
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Jalan Jawa Jember, Jalan Paling Ruwet Se-Jember yang Menyiksa Pejalan Kaki
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.