Alumni Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Lebih Banyak yang Banting Setir daripada Merealisasikan Visi dan Misi Jurusan

Alumni Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Lebih Banyak yang Banting Setir daripada Merealisasikan Visi dan Misi Jurusan

Alumni Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Lebih Banyak yang Banting Setir daripada Merealisasikan Visi dan Misi Jurusan (Unsplash.com)

Banyak alumni jurusan Bahasa dan Sastra Arab yang bekerja jadi teller bank, marketing, bahkan terjun ke dunia politik, yang nggak ada hubungannya dengan bahasa Arab. Kok bisa ya?

Sewaktu masih sekolah dulu, selalu ada senior yang sedang kuliah datang ke sekolah untuk mendoktrin juniornya yang hendak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mereka pasti mengatakan, “Jurusan kuliah yang kalian ambil nggak menjamin kalian kerja dan jadi orang kaya!” Makanya stigma yang muncul saat itu adalah kuliah saja dulu, urusan kerja belakangan.

Akan tetapi setelah 2 tahun menyelesaikan studi perkuliahan, saya menyesali apa yang dikatakan senior tersebut. Namun jika ditelisik lebih jauh, hal semacam ini bukan cuma saya yang merasakannya. Sebab, dari sekian banyak jurusan di perguruan tinggi, saya yakin alumninya ada yang bekerja nggak sesuai dengan ilmu jurusannya (linear).

Output dari jurusan Bahasa dan Sastra Arab (BSA)

Hingga tulisan ini tayang, sebagai salah satu alumni jurusan Bahasa dan Sastra Arab, saya masih belum mendapat pekerjaan yang sesuai dengan keilmuan saya. Jika ditelaah dari visi misi jurusan, Bahasa dan Sastra Arab adalah keilmuan yang nantinya melahirkan alumni yang ahli dalam menerjemahkan, mengkaji keilmuan yang berbahasa Arab, dan sebagai peneliti sastra Arab.

Pertama, menerjemahkan. Salah satu tujuan jurusan Bahasa dan Sastra Arab adalah melahirkan alumni yang lihai menerjemahkan atau menjadi penerjemah yang memiliki kompetensi pendukung yang inheren, yaitu instruktur bahasa Arab. Setidaknya, pekerjaan ini logis untuk alumni BSA. Kalau saya amati, alumni BSA ada yang menjadi pembimbing jemaah haji atau umrah, atau bahkan mendirikan agen travel untuk keberangkatan haji dan umrah.

Kedua, mengkaji bahasa Arab. Saya nggak tahu pasti apakah ada lembaga pemerintah yang menyediakan pekerjaan sebagai pengkaji keilmuan berbahasa Arab, tapi visi misi jurusan Bahasa dan Sastra Arab ini biasanya dilakukan oleh dosen. Tentu untuk bisa mencapai ini kita nggak bisa mengandalkan Strata 1. Alumni mesti melanjutkan studi Strata 2. Maka nggak usah heran kalau banyak alumni jurusan BSA memilih lanjut kuliah Strata 2.

Ketiga, peneliti sastra Arab. Meski jurusan ini adalah sastra yang fokus ke bahasa Arab, menjadi sastrawan bukanlah output dari jurusan. Bahkan selama kuliah, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Arab nggak pernah belajar cara membuat karya sastra. Bukan sebuah kebanggaan bila ada mahasiswa yang ahli membuat puisi atau menulis novel. Tugas mahasiswa sastra adalah mengkritik karya sastra.

Kalian bisa membaca tulisan Mas Rahadi Siswoyo di Terminal Mojok yang membahas soal jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Saya sepakat dengan tulisan beliau karena di jurusan saya pun demikian.

Baca halaman selanjutnya: Banting setir ke pekerjaan lain…

Banting setir ke pekerjaan lain adalah jalan ninja alumni  

Dari visi misi jurusan yang saya jelaskan di atas, mayoritas alumni jurusan Bahasa dan Sastra Arab nggak bekerja sesuai keilmuannya. Bahkan untuk tahun ini saja, formasi CPNS yang menerima lulusan jurusan BSA hanya BIN (Badan Intelijen Nasional). Itu pun persyaratan yang diminta malah TOEFL bukan TOAFAL (Test of Arabic as a Foreign Language).

Kalau alumni jurusan BSA terlalu mengedepankan ideologi, bisa-bisa angka pengangguran makin bertambah. Maka nggak usah heran kalau banyak alumni yang banting setir ke pekerjaan lain yang nggak sesuai dengan keilmuan mereka.

Ada banyak senior dan kawan saya bekerja dengan mengandalkan relasi lewat sebuah organisasi. Bahkan ada yang menjadi tim pemenangan salah seorang calon pemimpin, baik legislatif ataupun kepala daerah, bahkan ada juga yang jadi ajudan 1 salah seorang pemimpin daerah. Ada pula alumni yang membangun usaha berkat investasi dari seorang teman atau senior. Usahanya berjalan mulus ya salah satunya karena punya banyak teman.

Setelah lulus kuliah, saya menyadari bahwa berorganisasi itu penting. Selain dapat ilmu, kita bisa punya relasi dengan banyak orang. Di saat-saat sudah lulus seperti sekarang ini misalnya, kita bisa mendapat info lowongan kerja atau bantuan dari relasi saat dulu bergabung dalam organisasi mahasiswa.

Menjadi pembina asrama di pesantren atau mengajar di sekolah swasta

Selain banting setir ke profesi yang nggak ada sangkut pautnya dengan keilmuan, mayoritas alumni jurusan Bahasa dan Sastra Arab memilih bekerja di pesantren. Ada juga yang pulang ke sekolah asalnya menjadi pembina asrama atau guru tahfidz. Alumni jurusan BSA juga tersebar ke berbagai sekolah yang berbasis Islam Terpadu (IT).

Gimana kalau mengajar di sekolah negeri? Sayangnya, itu nggak memungkinkan karena jurusan BSA bukan tarbiyah atau keguruan. Secara administratif, lulusan jurusan Bahasa dan Sastra Arab nggak bisa mendaftar jadi guru di kedinasan. Maka tak ada pilihan lain selain mengajar di sekolah swasta.

Meski belum bisa bekerja sesuai keilmuan, saya tak punya alasan menyesali jurusan BSA ini. Toh, saya masih punya ilmu dan pengalaman. Maka benarlah apa yang dikatakan Rhoma Irama, kalau “ada banyak jalan menuju Roma”.

Penulis: Yoga Frainanda
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Jurusan Sastra Rusia dan Stereotip Komunis yang Melekat di Dalamnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version