“Ih, daster udah lusuh bin buluk bin kucel kayak gitu kok masih dipakai aja sih!”
“Ya ampun, daster udah bolong-bolong gitu kok ya masih digunakan aja sih!”
Bagi orang yang seumur hidupnya belum pernah memakai yang namanya daster tentu suka heran, kenapa makhluk yang bernama perempuan itu kebanyakan sangat suka memakai daster. Mending kalau dasternya itu masih bagus, nyatanya tak sedikit perempuan yang tetap setia mempertahaankan dasternya meski sudah tak layak pakai. Sudah lusuh, bolong-bolong lagi, eh tetap aja dipakai lagi dipakai lagi. Kayak gak ada baju lainnya aja sih.
Oho, jangan berburuk sangka dulu, Kisanak. Perempuan yang suka memakai daster lusuh dan bolong pada bagian ketiaknya itu bukan berarti mereka tak memiliki pakaian layak pakai. Hanya saja, bagi sebagian perempuan itu menganggap bahwa daster itu adalah simbol sebuah kenyamanan dan kebebasan yang hakiki.
Mereka bisa bernafas lega tanpa harus tersiksa dengan pakaian yang ketat. Mereka bisa merasa nyaman dengan bahan daster yang relatif tipis dan adem. Tahu sendiri kan gimana sifat dasar perempuan, ‘Kalau sudah nyaman yah berarti makin sayang’. Makanya jangan heran kalau ada perempuan yang masih saja nekat buat pakai daster yang harusnya sudah layak jadi kain lap.
Bisa dibilang daster ini merupakan pakaian yang berharga. Bisa dicek di lemari para perempuan, mau baju-bajunya branded atau pun mahal-mahal, pasti ada minimal satu daster di lemarinya. Lagipula daster ini nggak mengenal status sosial. Jadi baik perempuan sobat misqueen atau para ibu-ibu pejabat sekalipun, biasanya tetap akan jatuh cinta pada daster. Tapi yah itu, bahan dasternya juga bedalah ya. Gak mungkin juga ibu-ibu sosialita itu suruh pakai daster batik yang harganya 50 ribu dapat tiga kan ya.
Kata daster sendiri merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa Inggris yaitu duster. Berhubung lidah Indonesia dirasa kesulitan melafalkan kata duster, maka terciptalah kata daster. Duster sendiri dulunya merupakan jubah panjang yang biasanya berukuran agak longgar dan terbuat dari bahan yang cukup ringan.
Bahan untuk membuat daster ini kebanyakan dari bahan-bahan yang relatif ringan, tipis, dan adem tentunya. Sehingga nenek moyang si daster ini dulunya sering digunakan sebagai baju tidur. Tapi seiring perkembangan zaman, daster tak lagi hanya dijadikan sebagai baju tidur. Daster kini menjelma menjadi pakaian multiguna yang bisa berdaptasi di segala situasi.
Jika dulu model dan warna daster hanya itu-itu saja serta terlihat kampungan, maka para designer itu membuat inovasi baru tentang dunia perdasteran. Mereka seolah mendengarkan jeritan hati para perempuan yang begitu bahagia kala mengenakan sebuah daster. Oleh karenanya kini kita bisa melihat daster-daster kece bin imut-imut di pasaran.
Maka jangan heran jika banyak emak-emak yang menggunakan daster ke tukang sayur, ke warung, ke pasar, ke sekolah mengantar anak, ke pantai, atau ada juga yang kini bekerja dengan menggunakan daster. Maka kini tak ada lagi sterotip negatif tentang perempuan berdaster yang dianggap kampungan dan gak banget.
Tapi untuk berbagai situasi banyak orang yang belum memahami cara kerja daster. Di mana si daster ini semakin lama dipakai maka semakin nyaman saja dikenakan. Kalau boleh dibilang, si daster ini sudah menjadi bagian dari kehidupan kita. Ada aroma tubuh kita yang melekat di setiap jengkalnya. Sehingga yah gimana yah, mau dibuang kok ya sayang, tapi kalau gak dibuang atau dijadikan kain lap kok ya dinyinyirin terus sama netizen. Hmmm…
Di saat si perempuan ini kadung sayang sama si daster, kemudian banyak orang yang menakut-nakutinya. “Yah, gimana pasangannya gak kabur cari perempuan lain, orang yang di rumah cuma pakai daster lusuh bin bolong-bolong gitu.” Akhinya sebagian perempuan menyerah dan terpaksa membuang harta karunnya itu demi sebuah hubungan percintaan agar terus langgeng. Terlebih ia tak mau, jika semuanya kandas hanya karena sebuah daster. Sungguh kasian sekali si daster ini dijadikan kambing hitam dari sebuah alibi yang membenarkan seseorang untuk tidak tertarik lagi dengan pasangannya.
Padahal kalau boleh jujur, bagi daster lovers melepas daster lusuh bin bolong-bolong gitu tuh beratnya minta ampun. Makanya salut sama bapak-bapak yang tetap mengapresiasi wanitanya yang masih diperbolehkan memakai daster lusuh ketika di rumah. Lalu netizen komen lagi, “Huh, dasar perempuan malu-maluin aja. Kayak suaminya itu gak kuat buat beliin baju aja.” Hmmmm.
BACA JUGA Kalau Teman Jualan, Wajib Beli Nggak, sih? dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.