Bekasi yang berada di daerah sibuk, Jakarta dan Karawang, seringkali kurang dianggap dan diperhatikan. Sialnya, kurangnya perhatian terhadap Bekasi menjalar pada banyak hal, termasuk dunia sepak bola. Asal tahu saja, banyak orang Bekasi lebih bangga pada Persija Jakarta daripada pada dua klub bolanya sendiri, Persipasi dari Kota Bekasi dan Persikasi dari Kabupaten Bekasi.
Sabar dahulu Mas dan Mbak. Saya tahu, tulisan ini akan membuat beberapa suporter mangkel. Namun, tulisan ini sama sekali tidak bermaksud menyakiti hati kalian, saya cuma ingin curhat sebagai penggemar sepak bola yang kebetulan tinggal di Bekasi.
Sekarang coba amati baik-baik. Di warung kopi, di kantor, bahkan di stadion, bendera Jakmania lebih sering berkibar daripada Persipasi dan Perikasi kan? Bendera oranye lebih sering muncul daripada bendera warna hijau stabilo dan warna kuning-hijau kan? Pahit memang, tapi itu kenyataannya.
Sekarang mari kita bahas dengan kepala dingin dan hati lapang. Fenomena itu bukan tanpa sebab. Ada sejarah, ada gengsi, ada branding, bahkan ada romantisme sepak bola yang ikut bermain di sini. Sepak bola itu bukan cuma soal skor dan posisi klasemen, tapi juga tentang rasa memiliki. Sayangnya, rasa itu kadang lebih mudah ditemukan dari klub sebelah tetangga ketimbang dari rumah sendiri.
Klub lokal Bekasi krisis identitas
Orang Bekasi bukannya nggak cinta sepak bola daerahnya. Bagaimana mau cinta kalau klubnya sendiri sibuk gonta-ganti nama, kadang malah gonta-ganti manajemen. Persipasi misalnya, sudah mengalami “reinkarnasi” berkali-kali, mirip tokoh-tokoh sinetron. Klub ini pernah bernama Patriot Candrabhaga jadi PCB Persipasi, terus balik ke Persipasi Kota Bekasi. Belum lagi kabar viralnya FC Bekasi City.
Baru juga suporter hafal nama dan logo yang baru, eh manajemennya bubar lagi. Bayangkan saja, klub ini baru berdiri 2017, tapi udah ganti nama tiga kali. Mungkin ini alasan suporter jadi kurang setia, klub bolanya memang tidak punya alasan untuk dipertahankan.
Krisis identitas juga menimpa Persikasi. Klub bola yang sudah berdiri sejak 1961 itu ketinggalan zaman. Persikasi masih menggunakan logo Pemkab Bekasi yang jauh dari kata menarik. Unggahan media sosial tidak seramai meme yang berseliweran. Persikasi masih berada di zona nyamannya saat klub-klub lain berlomba membuat konten menarik, video sinematik, dan peluncuran jersey yang dramatis.
Persipasi dan Persikasi perlu membereskan pekerjaan rumah internal yang seabrek terlebih dahulu. Tidak heran kalau warga Bekasi, terutama generasi muda, jadi bingung mau dukung klub mana. Di satu sisi ada klub yang katanya milik sendiri, tapi tampilannya seperti proyek yang setengah hati. Di sisi lain, ada Persija, klub tetangga yang konsisten, jelas, dan punya peluang besar menang di berbagai pertandingan.
Persija, klub bola tetangga yang bikin bangga
Orang Bekasi dan Persija itu ibarat tetangga yang sering main ke rumah, tapi lama-lama jadi saudara angkat. Meski beda domisili, banyak warga Bekasi, diam-diam atau terang-terangan, jadi fans klub Macan Kemayoran. Persija memang jago di lapangan, mungkin itu mengapa fansnya begitu solid, patut diacungi jempol. Asal tahu saja, basis suporter Persija merata sampai ke gang-gang kecil, tidak hanya di Jakarta saja, tapi juga Bogor, Depok, dan Tangerang.
Selain itu, Persija juga nggak pelit kasih euforia. Dari matchday di Stadion GBK yang seperti pesta rakyat, sampai konser dan launching tim yang konsepnya udah mirip brand besar. Pokoknya, Persija pandai betul membuat pendukungnya jadi merasa ikut memiliki klub tersebut. Persija punya semua yang bikin warga Bekasi merasa, “Yah, ini mah klub kita juga, walau KTP beda.”
Coba bandingkan dengan klub lokal yang kadang kita sendiri bingung posisinya di klasemen Liga 3. Mau bikin konten dukungan? Lah, pertandingan live-nya aja kadang nggak ada. Mau beli jersey? Kadang yang tersedia cuma ukuran XL atau belum update desain sejak 2019. Mau ajak teman nonton bareng di stadion? Takut cuma kita berdua yang datang.
Persipasi dan Persikasi semoga bisa berbenah sehingga orang Bekasi jadi punya alasan untuk memiliki, bangga, dan mendukung dua klub lokal itu. Penggemar bola Bekasi sebenarnya juga tidak mau kalau jadi penonton di stadionnya sendiri. Harapan itu sebenarnya ada dan selalu ada, hanya saja begitu redup untuk saat ini. Akhirnya, fans bola di Bekasi pun harus jujur pada diri sendiri. Mereka lebih memilih kesetiaan pada identitas lokal yang terus diobrak-abrik atau kenyamanan mendukung klub mapan.
Penulis: Raihan Muhammad
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Gagal Paham dengan Orang-orang yang Menjadikan Rumah Jokowi sebagai Destinasi Wisata Baru di Solo
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















