Alasan Mas Aris Layangan Putus yang Ketahuan Selingkuh, tapi Malah Ngeluh

Alasan Mas Aris Layangan Putus yang Ketahuan Selingkuh, tapi Malah Ngeluh terminal mojok.co

Alasan Mas Aris Layangan Putus yang Ketahuan Selingkuh, tapi Malah Ngeluh (Akun Instagram Layangan Putus)

Ketahuan selingkuh malah kemudian sambat merasa dizalimi itu bukan kelakuan Mas Aris di Layangan Putus saja. Setidaknya saya sudah empat kali mendapat cerita serupa, kisah nyata dari perempuan-perempuan di sekitar saya yang diselingkuhi pasangannya.

Ketahuan selingkuh, bukannya merasa bersalah, mereka malah memilih tetap mempertahankan hubungannya dengan selingkuhan. Seakan ia adalah korban. Sementara ujung pangkal masalah semuanya ada di pasangan. Makanya, orang yang diselingkuhi diminta mikir berkali-kali dan berempati pada pasangannya yang sudah selingkuh serta orang lain yang terdampak. Seperti kelakuan Mas Aris yang nggak ngotak, bikin jengkel kita semua.

Bukankah seseorang yang ketahuan selingkuh seharusnya malu dan menyesal kemudian meninggalkan selingkuhan?

Nggak sesederhana itu, Bunda. Selingkuh itu sendiri, oleh sebagian ahli, dikategorikan sebagai perilaku menyimpang. Oleh karena itu, sulit untuk meminta pelaku selingkuh bertindak sesuai dengan norma. Kalau dia peduli norma, sejak awal nggak akan selingkuh.

Lagipula, jika pihak yang berselingkuh adalah laki-laki, perbuatannya dibenarkan secara “kultural” oleh masyarakat kita. Kalaupun dianggap melanggar norma agama, solusinya adalah menikah untuk kedua kali dan seterusnya. Kita hidup dalam budaya patriarki yang telanjur berurat berakar dari generasi ke generasi. “Namanya juga laki-laki” adalah kalimat kuncinya.

Lima tahun yang lalu seorang teman (perempuan) bercerita suaminya selingkuh dengan teman kerja. Teman saya mengenal selingkuhan suaminya, bahkan beberapa kali main ke rumah. Setelah ketahuan, apakah mereka berhenti? Mereka berdua malah meminta izin untuk menikah dengan alasan nggak kuat harus berhubungan secara sembunyi-sembunyi terlalu lama. Bahkan teman saya disalahkan karena sudah membuat suami dan selingkuhannya yang sedang hamil sampai stres kemudian mengganggu pekerjaan mereka di kantor.

Bukannya merasa bersalah, teman saya malah dilabrak selingkuhan suaminya, ditempeleng suaminya, dan ditalak satu. Kalau tidak diizinkan menikah, si suami memilih menceraikan teman saya secara hukum. Akhirnya, teman saya dimadu sampai sekarang. Ia tetap bertahan demi anak dan menjaga nama baik keluarga. Supaya tidak dikritik oleh keluarga besar, ia bahkan menghadiri pernikahan suaminya dengan syarat suaminya mau rujuk karena sudah menjatuhkan talak satu.

Perselingkuhan tidak bisa berhenti hanya karena sudah ketahuan. Pelaku selingkuh bukanlah anak-anak yang mencuri mangga tetangga lalu kapok setelah ketahuan dan dihukum. Bahkan setelah diketahui penyebab selingkuh pun, belum tentu perilaku ini bisa dihentikan. Ada penyebab seseorang terus-menerus selingkuh menurut Sarah Winter dilansir dari Elite Daily, yaitu:

#1 Ego boost

Seseorang melakukan perselingkuhan karena ingin mendapat validasi ini sepertinya absurd. Namun, nyatanya sangat umum terjadi apalagi jika orang yang berselingkuh merasa “mampu”, tapi kurang mendapat pengakuan. Ego perlu terus-menerus di-boost karena self-esteem rendah. Dari sudut pandang ini, memiliki lebih dari satu pasangan akan dianggap jauh lebih baik dan kompeten (sebagai laki-laki) daripada hanya memiliki satu pasangan.

“Pelaku selingkuh merasa terangkat dengan penaklukan mereka (pada lawan jenis). Ini membuktikan nilai mereka. Semakin banyak pengakuan dan validasi pribadi yang diperoleh, semakin baik perasaannya tentang diri mereka sendiri,” jelas Sarah Winter.

#2 Kurang punya kedekatan emosional dengan pasangan

Lebih lanjut Sarah Winter menjelaskan bahwa ego yang harus di-boost itu akan menjadi-jadi jika seseorang terlalu sering diremehkan oleh pasangannya. Pada kasus Mas Aris di Layangan Putus, Kinan terlihat tidak pernah menghina atau melukai ego Mas Aris. Namun, sikap Kinan yang terlalu nyaman ini mendorong Mas Aris membuktikan diri dia masih menarik di mata perempuan (lain).

Lydia lebih lihai memprovokasi, ia tahu ego Mas Aris perlu dicolek. Oleh karena itu, ketika Lydia ketahuan mencium laki-laki lain, ia tahu harus mengatakan bosan pada janji-janji Mas Aris. Itulah momen ketika mimpi Kinan ke Cappadocia dicuri. Tanpa memberi alasan apa pun pada istrinya, Mas Aris pergi begitu saja bersama Lydia selama 12 hari.

#3 Kebutuhan seks

Kebutuhan seks menjadi alasan perselingkuhan sepertinya terlalu klise. Faktanya, itu terjadi dan demikian juga dengan Mas Aris di Layangan Putus yang selingkuh saat Kinan sedang hamil besar. Mas Aris melakukan apa pun supaya kebutuhannya terpenuhi. Mulai dari membelikan penthouse sampai berkata-kata manis untuk menenangkan Lydia.

“Aku tahu kamu sudah punya istri, bahkan aku…,” kata Lidya
“Tapi di hati aku ada kamu,” sahut Aris.
“Tapi kamu juga sayang sama istri kamu kan,” timpal Lidya.

Kebutuhan seksual Mas Aris di Layangan Putus yang dipenuhi oleh Lydia berubah menjadi adiksi. Kecemasan dan rasa nyaman bisa terlepas dari perasaan-perasaan negatif (meski hanya sementara), membuat perselingkuhan dengan motif seksual akan terus diulang. Perilaku kompulsif Mas Aris karena adiksi kemudian menjadi respons impulsif saat ketahuan selingkuh oleh Kinan atau saat ditantang untuk membuktikan janji oleh Lydia.

Tiga alasan kenapa pelaku sulit menghentikan perbuatannya ini juga menjelaskan kenapa seseorang tetap mempertahankan hubungan perselingkuhannya meski sudah punya pasangan sah. Dan akan makin sulit dihentikan jika alasan tersebut berhasil membuat pelaku perselingkuhan jatuh cinta pada selingkuhannya.

Pada 2017, sebuah riset dipublikasikan di Archives of Sexual Behavior menjelaskan bahwa seseorang yang pernah berselingkuh cenderung melakukan perselingkuhan lagi. Kecenderungan tersebut bahkan tiga kali lebih tinggi.

Lalu bagaimana kalau pasangan kita berselingkuh? Masa, ya, nerimo saja?

Jika masih ingin berharap pada pasangan yang selingkuh, Damona Hoffman seorang dating expert menyarankan mencari bantuan profesional. Bantuan profesional diperlukan untuk mengidentifikasi masalah dan mencari tahu asal-muasal dorongan berselingkuh. Menurut Hoofman, fokus menyelesaikan kasus perselingkuhan harus berpusat pada akar penyebab, bukan pada dampak-dampak perselingkuhan.

Pada akhirnya memang kembali ke mereka yang diselingkuhi. Memilih tetap bertahan atau bubar jalan, keduanya punya risiko masing-masing. Di situasi yang seperti itu perlu diingat kemampuan diri sendiri menerima perlakuan tidak jujur dari pasangan. Sekali dua kali mungkin kuat, jika berlarut-larut dan harus bersaing dengan selingkuhan, apa mental bisa kuat?

Apalagi, seperti hasil riset di atas, pelaku perselingkuhan punya kecenderungan mengulangi perbuatannya lagi. Atau seperti kasus teman saya, suaminya jatuh cinta pada selingkuhan sampai jadi Bang Thoyib yang lupa pulang. Pulang ke rumah gara-gara ketahuan istri, setelah itu malah minta nikah lagi.

Pada perempuan, biasanya persoalan menjadi lebih kompleks karena mereka memikirkan orang-orang yang akan terdampak jika memilih berpisah. Terutama anak-anak mereka. Kehilangan suami terasa lebih enteng dari sudut pandang seorang ibu, ketimbang melihat anak-anaknya kehilangan sosok ayah.

Oleh karena itu, perempuan sering kali lupa. Bahkan seandainya ia ikut andil memberi dorongan pasangannya untuk berselingkuh, ia tetaplah seorang korban dari seseorang yang tidak mampu berkomitmen. Sebagai korban, ia harus menyelamatkan diri dan mengobati luka-lukanya sendiri terlebih dulu.

Penulis: Aminah Sri Prabasari
Editor: Audian Laili

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version