Konon, pekerjaan itu nggak punya jenis kelamin. Katanya sih begitu. Tapi nyatanya, ada pekerjaan yang identik dengan jenis kelamin tertentu. Pekerjaan yang saya maksud adalah customer service. Nggak di bank, nggak di perusahaan, customer service-nya kebanyakan perempuan. Dalam iklan lowongan pekerjaan pun, ketika ada lowongan untuk posisi customer service, yang dicari kebanyakan perempuan. Jarang banget saya melihat lowongan customer service untuk laki-laki. Apakah pekerjaan ini memang ditakdirkan untuk perempuan? Apa karena nggak ada laki-laki yang kompeten di bidang ini? Atau sengaja dipilih yang good looking?
Ah, sepertinya ketiga alasan tadi nggak masuk akal. Mana ada pekerjaan yang mutlak dikhususkan untuk perempuan? Hamil dan menyusui? Tolong ya hamil dan menyusui itu bukan pekerjaan. Alasan jarang atau nggak ada laki-laki yang kompeten di bidang CS juga nggak siku. Bukankah setiap pekerjaan itu bisa dipelajari? Nah, yang paling wagu ya alasan yang ketiga. Good looking. Lha, memangnya cuma perempuan yang bisa dan boleh good looking? Kan nggak.
Lantas, faktor apa sebenarnya yang membuat posisi customer service ini kebanyakan diisi oleh perempuan?
Saya meyakini ada dua alasan utama yang melatarbelakangi kenapa kebanyakan staff customer service adalah perempuan.
Pertama, adanya perbedaan struktur otak antara laki-laki dan perempuan. Kalian yang pernah mendengar materi dari dr. Aisyah Dahlan pasti sudah khatam soal otak-otakan ini. Nah, perbedaan onderdil inilah yang membuat ouputnya juga berbeda.
Penjelasannya begini. Customer service atau layanan pelanggan adalah profesi yang berperan untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan. Job desc mereka cukup kompleks, mulai dari memberikan informasi terkait produk/layanan hingga menanggapi keluhan pelanggan. Dengan kata lain, customer service adalah wajah sebuah instansi atau perusahaan. Susah, ya? Jelas! Yang dihadapi para customer service ini bukan benda mati, tapi orang dengan watak yang berbeda-beda.
Itu sebabnya perekrutannya nggak boleh sembarangan. Customer service haruslah orang yang tenang, nggak grusak-grusuk dan hobi ngajak gelut, meski dalam kondisi ditekan dan didesak oleh pelanggan sekalipun. Bahaya kalau ada yang emosian, bisa berujung pada rating bintang satu di Google. Dan, makhluk Tuhan yang punya setelan lebih tenang itu ya perempuan. Maaf, ini bukan semata karena women support women, tapi memang ada penelitiannya, kok.
Menurut penelitian, otak perempuan mengandung lebih banyak serotonin. Fyi, serotonin adalah hormon yang bertugas untuk membawa pesan antarsel dalam otak. Hormon ini berperan penting dalam memperbaiki suasana hati. Selain itu, keberadaan hormon serotonin juga mampu membuat seseorang bersikap lebih tenang. Ketenangan inilah yang dapat membantu customer service untuk mengerjakan tugasnya dengan baik. Uhuk. Tapi hati-hati, ya, Gaes. Ingat kata pepatah: air tenang itu menghanyutkan. Hehehe…
Alasan kedua?
Sek to. Alasan kedua mah gampang. Ditulis dalam dua atau tiga kalimat saja beres. Ini kita masih ngomongin soal perbedaan struktur otak dulu. Karena satu alasan ini bisa merembet ke banyak hal lain yang berkaitan dengan job desc customer service.
Baca halaman selanjutnya
Ukuran otak laki-laki lebih besar 10% dibanding perempuan, tapi…
Secara ukuran, otak laki-laki lebih besar 10% dibanding perempuan. Tapi mohon maaf nih ukuran otak nggak ada kaitannya dengan kepintaran ataupun IQ seseorang. Faktanya, meski ukuran otak laki-laki lebih besar, hippocampus pada perempuan lebih besar daripada laki-laki. Fyi, hippocampus adalah bagian otak yang menyimpan memori. Penting banget nih sebagai basic skill customer service biar nggak ngang ngong ngang ngong pas ditanya info seputar produk.
Selain itu, perbedaan struktur otak juga membuat perempuan lebih cepat dalam merespons informasi. Maklum, perempuan memiliki verbal center pada kedua bagian otaknya, sedangkan laki-laki hanya memiliki verbal center pada otak kiri. Kemampuan merespons informasi ini dibutuhkan saat customer service menghadapi pelanggan yang sedang menceritakan detail permasalahan yang sedang dihadapi.
Berbekal kemampuan merespons informasi dengan baik, ditambah kemampuan perempuan dalam hal menganalisis perasaan, pelanggan pasti akan merasa lebih diperhatikan. Hayo, siapa sih yang nggak suka diperhatikan?
Namun yang perlu digarisbawahi adalah meski kelebihan-kelebihan yang ada pada struktur otak perempuan membuat mereka qualified di posisi customer service, bukan berarti semua perempuan bisa mendadak jadi customer service. Hoya nggak semudah itu, Maryati. Otak terus berubah, tergantung dari apa yang kita pelajari dan pengalaman apa yang kita peroleh. Meski otak perempuan strukturnya “CS banget” tapi kalau dibiarkan nganggur ya berdebu.
Sekarang alasan kedua. Alasan kedua ini lebih sederhana dan nggak perlu pembuktian ndakik-ndakik seperti alasan pertama. Namun, saya yakin alasan kedua ini bakal kalian amini bersama. Singkat saja, ya. Alasan kedua kenapa kebanyakan CS adalah perempuan yaitu karena permintaan pasar. Sudah, akui saja, sebagai pelanggan, kamu pasti lebih nyaman kalau berhadapan dengan customer service perempuan daripada customer service laki-laki, kan? Iya, kan?
Kalau menurutmu, ada alasan lain lagi nggak kenapa kebanyakan posisi customer sevice diisi oleh perempuan?
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kami Paham bahwa Pelanggan Adalah Raja, tapi Customer Service Juga Manusia.