Guru menjadi salah satu profesi yang sering mendapatkan sorotan, terutama mengenai gaji yang diterima. Terutama banyak guru honorer yang gajinya tidak layak, itu pun bahkan sering telat untuk dibayarkan. Ditambah lagi, kini banyak siswa yang kurang bertindak sopan kepada gurunya sendiri sehingga guru dibebani lagi dengan kesabaran.
Tidak hanya guru-guru yang sudah berumur, kini guru honorer muda juga jumlahnya semakin banyak. Terlebih mereka yang baru lulus dari kampus pendidikan dan langsung memilih karier sebagai guru meskipun harus diawali dengan menjadi guru honorer yang gajinya tidak seberapa.
Sebagai mantan guru honorer yang usianya di bawah 25 tahun, saya merasakan betul bagaimana harus mengatur keuangan dengan baik karena gaji yang diterima setengah dari UMP. Sebagai seorang anak muda yang masih merintis karier, saya merasa cukup-cukup saja. Berbeda dengan yang sudah berkeluarga, terutama yang menjadi kepala keluarga.
Tapi, pernahkah kalian bertanya-tanya, kenapa para honorer muda ini masih mau bertahan, padahal gajinya kelewat rata dengan tanah? Kalau iya, silakan lanjut baca, agar kalian tak lagi bertanya-tanya dan berburuk sangka.
Guru honorer muda enggan meninggalkan pekerjaannya walau gaji tak seberapa
Saya memiliki banyak kawan yang profesinya menjadi guru, terutama guru honorer. Kebanyakan dari mereka usianya masih 20-an tahun, masih single alias jomblo. Alih-alih switch karier seperti yang saya lakukan, beberapa kawan saya memilih untuk bertahan karena beberapa alasan.
Kawan saya yang memilih untuk bertahan menjadi guru honorer kebanyakan merupakan perempuan. Mereka merasa sudah cukup dan nyaman dengan pekerjaan yang sudah diterimanya. Terlebih mereka memang menyukai anak-anak dan dunia mengajar. Ada juga yang berpikir bahwa nanti mereka akan memiliki suami yang gajinya besar sehingga gaji menjadi guru honorer bisa dipakai untuk menabung.
Beberapa mantan rekan kerja saya (perempuan) yang sudah menikah memang tidak terlalu memikirkan tentang gaji karena sang suami memiliki pekerjaan yang penghasilannya jauh lebih layak. Bahkan beberapa di antaranya sering mentraktir guru-guru muda yang masih berjuang dengan karier mengajarnya.
Sementara sebagian kecil kawan saya (lelaki) yang bertahan menjadi guru honorer juga berdalih sudah cukup nyaman dengan lingkungannya. Meskipun beberapa di antaranya memang mencari penghasilan tambahan di luar sekolah. Seperti menjadi guru private yang mana penghasilannya jauh lebih masuk akal.
Tidak ada pilihan lain, daripada menganggur lebih baik bertahan dengan gaji pas-pasan
Berpindah pekerjaan dari seorang guru ke profesi lain memang menjadi tantangan yang cukup sulit jika tidak memiliki skill lain selain mengajar. Kecuali ada beberapa guru yang rela menghabiskan uang jutaan rupiah untuk mengikuti pelatihan-pelatihan secara online maupun offline untuk menguasai bidang tertentu.
Mereka yang tidak ada biaya dan belum terlalu banyak skill yang dimiliki lebih memilih bertahan untuk menjadi guru karena tidak ada lagi pilihan lain selain mengajar. Beberapa rekan saya menunggu momen yang tepat untuk memutuskan berhenti mengajar atau berpindah ke sekolah yang memberikan penghasilan lebih manusiawi.
Daripada mereka menganggur dan tidak ada pemasukan sama sekali, mereka lebih memilih bertahan meskipun berat. Sebab, mau resign pun tidak ada pekerjaan yang menanti di depan. Jika resign, yang ada mereka tidak punya penghasilan bulanan. Kecuali saat sebelum resign sudah diterima di pekerjaan yang jauh lebih layak.
Guru muda merupakan aset bangsa yang harus dipertahankan dengan cara memberikan penghasilan yang layak, rata, dan adil karena jika bukan mereka yang mengajar anak-anak sekarang dan yang akan datang, siapa lagi yang mau bersedia?
Penulis: Erfransdo
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 3 Pertanyaan yang Berpotensi Membuat Guru Honorer Jengkel dan Sakit Hati
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.