Cuaca panas melanda Indonesia sejak bulan Oktober ini. Bukan tanpa sebab, BMKG menyatakan cuaca panas di Indonesia terjadi akibat gerak semu matahari. Fenomena yang sebenarnya pun selalu terjadi setiap tahunnya.
Pada beberapa hari terakhir suhu udara pada siang hari terasa cukup terik. Beberapa stasiun pengamatan BMKG mencatat suhu udara maksimum dapat mencapai 37 C sejak tanggal 19 Oktober lalu.
Bahkan pada 20 Oktober, stasiun Meteologi Hasanuddin (Makassar) mencatat suhu maksimum mencapai 38.8 C. Suhu tersebut merupakan catatan suhu tertinggi dalam satu tahun terakhir, dimana pada periode Oktober di tahun 2018 tercatat suhu maksimum mencapai 27 C.
Pada bulan Oktober ini, gerak semu matarahari memang diperkirakan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan, meliputi Sulwesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan sebagainya. Makanya, panasnya pake buanget.
Selanjutnya bisa dibaca di akun resminya BMKG ya, my luv. Atau thread dari humas BMKG nih. Sekali lagi, jangan malas membaca!
SUHU PANAS MASIH MELANDA INDONESIA
(A Thread) pic.twitter.com/VKfNkvtVRu
— Humas_BMKG (@InfoHumasBMKG) October 22, 2019
Informasi sudah jelas beredar di banyak media massa, dan jikalau masih ada yang mengatakan “ini azab dari Allah”, please deh ya tolong otaknya dipake bentar aja buat mikir. Atau kalau pun ketinggalan di laci meja, tolonglah diambil dulu.
Lagi pula, banyak hikmah yang dapat diambil dari udara panas ini kok. Bukan negara +62 jika warganya tidak kreatif dalam menghadapi hal-hal yang sebenarnya bermasalah.
Seperti sebuah video beredar di twitter yang diunggah oleh @coreofthecore yang mengunggah sebua video dengan caption “cuaca panas akhir-akhir ini menjadi alternatif bagi warga jepara buat menghemat penggunaan gas elpiji”
https://twitter.com/coreofthecore_/status/1186891914471067648
dalam video tersebut di tampilkan seseorang yang mengenakan helm sedang mengoreng telur dan petai di aspal pinggiran jalanan yang dilewati kendaraan-kendaraan bahkan truk.
Alih-alih memanfaatkan panas matahari dengan memasang panel surya, warga negara Endonesa justru memanfaatkan aspal sebagai pengganti kompor gas. Sungguh kreatif sekali, saudara-saudara. Cara terbaru untuk energi terbarukan. Hiyahiya~
Memang tidak salah, tapi ya bikin geleng-geleng kepala saja. Masih wajar jika orang-orang memanfaatkan cuaca panas ini dengan mencuci barang-barang yang susah kering seperti selimut, kasur, jaket, sepatu dan sebagainya. Lah ini, bagaimana bisa terpikirkan untuk menggoreng telur di jalanan aspal.
Yah, saya pun tidak bisa membayangkan betapa panasnya menjadi aspal yang terkena langsung paparan sinar matahari dan digilas ban-ban kendaraan bermotor yang mengeluarkan emisi karon begitu banyak. Sedangkan bertemu dia dengan pacar barunya saja sudah memuat saya merasa terbakar. Halaah~
Namun, berbicara tentang cuaca panas dan terik matahari. Saya jadi teringat kabar dari Bali yang sedang melakukan pengembangan PLTS (Pemangkit Listrik Tenaga Surya). Dikutip dari greenpeace.org, Greenpeace dan UNUD CORE meluncurkan sebuah laporan yang berjudul Peta Jalan Pengembangan PLTS Atap: Menuju Bali Mandiri Energi, hari ini di Denpasar.
Provinsi Bali ditetapkan untuk mencapai kapasitas PLTS sebesar 108 MW pada tahun 2025, sebagai bagian dari target kapasitas PLTS secara nasional yaitu 6,5 GW pada tahun yang sama
Walaupun terbilang peran pembangkit listrik terbarukan masih sangat kecil, tapi usaha melepaskan ketergantukan terhadap batubara penyebab krisis iklim sudah begitu baik.
Hal ini kemudian memuat saya berfikir, kenapa pemerintah tidak sekalian mengganti energi fosil dan batubara ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan?
Seperti kata Mbak Belgis Laela, aktivis Greenpeace yang memanjat patung selamat datang di bundaran HI Jakarta kemarin (23/10), “kita semua ini korban dari kerusakan lingkungan. Bukan hanya saya, bukan hanya masyarakat yang ada di Kalimantan, tapi kita semua yang ada di sini, termasuk Presiden.”
Ya, kita semua korban dari kerusakan lingkungan dan perubahan iklim yang kita ciptakan sendiri. Sadar atau tidak, semua sedang dan akan merasakan dampaknya.
Begitu pula dengan cuaca panas yang sedang terjadi ini. Jika kita sudah tahu bahwa cuaca seperti ini akan selau terjadi setiap tahunnya, maka tinggal bagaimana kita meminimalisir udara panas di sekitar kita?
Nah, tanam pohon dong, beb. Mengeluh terus menerus tidak akan membuat matahari senantiasa menjauh dari bumi. Bukan kayak dia yang nggak disuruhpun sudah menjauh dari kamu. wqwq (*)
BACA JUGA Kelakar Menyikapi Cuaca Panas di Surabaya atau tulisan Annatiqo Laduniyah lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.