Suatu sore di sebuah kafe di Surabaya, saya dan teman-teman sedang mengobrol santai dengan bahan obrolan seperti layaknya (((obrolan))) di kafe-kafe, eh maksudnya obrolan tentang kehidupan. Di dalam obrolan itu, tiba-tiba teman saya sebut saja Fikri berdebat dengan teman saya lainnya yang namanya Ani. Debat ini menjadi debat yang sengit karena keduanya mulai menggunakan urat bakso. Perdebatan ini berhenti ketika si Fikri bilang, “Iya deh terserah kamu aja. Perempuan kan selalu benar, cowok yang selalu salah!”
Bukannya tersinggung, reaksi si Ani saat mendengar hal itu malah dia merasa bangga dan mengatakan, “Ya makanya jadi cowok jangan berani-beraninya sama cewek!” Seketika saya jadi speechless. Kalau saya jadi Ani, saya sih bakal kesel banget, susah-susah bangun argumen eh malah dijawab kayak gitu.
Sebentar, sebentar. Kalimat, “Perempuan selalu benar” emang bukan kali itu saja saya dengar. Sering malah. Bahkan di sosmed pun, saya sering lihat bahasa tentang ini. Tapi yang saya tangkap adalah, konteks perkataan “perempuan selalu benar” itu bermakna sarkasme atau jadi sejenis lelucon dan bercandaan. Tapi kok teman saya ini—dan banyak perempuan lainnya malah menyetujui kalimat ini ya?
Tapi apa iya perempuan itu selalu benar??? Wooo cangkemmu. Yang ada itu malah sebaliknya! Nih saya kasih contohnya.
Pertama, dalam hubungan perkawinan, istri yang lebih memilih menunda memiliki anak sedangkan sang suami sudah ingin memiliki anak, lalu banyak yang menyebut istri tidak patuh, dan tentu saja bertindak salah pada suami. Atau seorang ibu yang bekerja tetapi suaminya melarang dia untuk bekerja—agar lebih fokus kepada keluarga—meskipun ibu ini merasa mampu untuk mengurus pekerjaan dan keluarganya lalu, dia tetap saja dicap sebagai istri yang tidak patuh dan tentu saja bertindak salah pada suami dan mungkin yang parah adalah tidak pantas untuk menjadi seorang ibu karena dianggap tidak mementingkan keluarganya.
Ketiga, perempuan korban pelecehan seksual atau korban pemerkosaan. Meskipun statusnya adalah korban tidak lantas terlepas dari penghakiman masyarakat. Masyarakat cenderung menyalahkan perempuan karena tidak menggunakan pakaian tertutup, keluar pada malam hari, berjalan sendirian dan lain sebagainya.
Padahal hasil survey terkini dari beberapa lembaga (Hollaback Jakarta, perEMPUan, Lentera Sintas Indonesia, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta dan Change.org Indonesia) terkait dengan pelecehan seksual yang dialami perempuan menunjukkan hasil sebaliknya. Pakaian tertutup atau tidak, waktu kejadian, dan berjalan sendirian atau tidak itu tidak mempengaruhi niat pelaku untuk melakukan pelecehan seksual.
Jadi dari keempat contoh tersebut, tolong jelaskan pada saya, di bagian mananya yang “Perempuan Selalu Benar”??? Hemm??? Halo ladies and gentleman, jangan mau percaya dengan kata-kata manis namun penuh kebohongan kayak gini.
BACA JUGA “KIM JI YOUNG: BORN 1982” dan Depresi yang Diam-diam Hadir di Pikiran Perempuan Setelah Menikah atau tulisan Vioranda lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.