Beberapa hari terakhir ini, sejumlah artikel tentang film bokep lalu-lalang di jagat Terminal Mojok. Bermula dari tulisan Mas Seto Wicaksono berjudul “Film Bokep Adalah Tontonan dengan Skenario Paling Membosankan yang Pernah Ada”, yang kemudian ditanggapi oleh Mas Gusti Aditya dengan tulisan “Kalau Alur Film Bokep Dianggap Membosankan, Mungkin Situ Buka dari Situs Itu-itu doang” dan terakhir tulisan Mas Nasrulloh Alif Suherman yang berjudul “Kalau Bosan sama Skenario Film Bokep, Tonton Sampai Selesai dan Tambah Referensi Filmnya”.
Jika kita cermati, ketiga penulis tersebut adalah mas-mas, yang masing-masing menyampaikan pendapat pribadi mereka seputar film bokep. Sebagai seorang mbak-mbak yang sudah pernah menonton bokep menjunjung tinggi emansipasi sekaligus menggemari keindahan dan seni, saya juga ingin nimbrung.
Sebagai perempuan yang diyakini lebih mengedepankan perasaan ketimbang logika, saya cenderung sependapat dengan Mas Seto. Film bokep memang membosankan, apalagi yang hardcore. Yang sebagian besar hanya menampilkan organ-organ reproduksi manusia, yang diambil gambarnya dengan teknik close-up atau bahkan extreme close up.
Kesannya kok kurang indah yaaa. Nggak pakai perasaan, langsung “hajar” tanpa proses jatuh cinta atau apa. Terlalu eksplisit sehingga tidak menyisakan sedikit pun ruang untuk imajinasi atau interpretasi. Rasanya kayak didikte, “Udah kamu nonton ini aja, nggak usah peduliin yang lain.” Padahal didikte itu biasanya tidak menyenangkan.
Film adalah karya seni yang kompleks. Di dalamnya terdapat banyak sekali unsur yang harus diperhatikan dan digarap dengan saksama, agar karya seni tersebut dapat memuaskan dahaga manusia intelektual atas hiburan berkualitas. Jika ada satu saja unsur yang digarap dengan kurang serius, hal ini akan memengaruhi kualitas keseluruhan film.
Jika adegan panas diibaratkan sambal matah yang pedas dan nikmat, menonton film bokep yang dari awal hingga akhir melulu berisi adegan panas itu rasanya serupa dengan makan sambal matah thok thil sepiring penuh. Selezat apa pun si sambal matah, kalau tidak disertai dengan makanan lain, tentu kurang menyenangkan untuk dinikmati.
Akan jauh lebih baik jika si sambal matah dihidangkan dalam sebuah wadah berukuran sedang, namun disajikan bersama dengan set menu berupa seporsi nasi putih hangat dari beras pulen, seporsi sayuran, dan setengah ekor bebek goreng krispi, misalnya. Begitu seimbang dan saling melengkapi. Amat menggugah selera.
Ada banyak kok film bagus bergenre non-bokep, seperti action, thriller, drama, dll., yang menyelipkan adegan-adegan panas. Film-film seperti inilah yang sesuai untuk manusia intelektual. Sudah ceritanya bagus, terkadang mendebarkan, alurnya keren, para pemainnya terkenal, aktingnya berkelas, masih ada bonus berupa adegan panas yang disajikan dengan romantis dan tidak vulgar. Rasanya bagai menemukan mutiara dalam lumpur.
Adegan panas dalam film-film berkelas biasanya disajikan dengan elegan, tanpa memperlihatkan organ-organ reproduksi manusia secara eksplisit. Terkadang hanya ekspresi wajah para pemainnya yang disorot, sehingga menyisakan ruang yang luas untuk imajinasi dan interpretasi. Penonton jadi bebas untuk mengartikan sendiri adegan-adegan tersebut, tanpa didikte oleh siapa pun.
Perlu diingat bahwa film-film berkelas biasanya dibintangi aktor dan aktris yang juga berkelas. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya penghargaan yang sudah mereka peroleh. Oleh karena itu, sepanjang pengalaman saya menonton film, adegan-adegan panas terbaik justru saya jumpai dalam film-film bergenre non-bokep, yang diperankan oleh para aktor dan aktris top.
Salah satu contohnya adalah film Lust, Caution (2007), yang mengambil setting di Shanghai, Tiongkok sekitar tahun 1942, saat kota tersebut dikuasai oleh tentara kekaisaran Jepang. Film spionase bergenre thriller yang disutradarai oleh Ang Lee ini berkisah tentang sekelompok mahasiswa yang berencana membunuh seorang agen khusus pejabat tinggi. Caranya dengan mengirimkan seorang mahasiswi dalam penyamaran untuk memikat si agen khusus, dan memancingnya ke dalam perangkap. Tokoh-tokoh utamanya diperankan dengan sangat apik oleh Tony Leung dan Tang Wei.
Film Lust, Caution telah memenangkan banyak penghargaan, baik lokal maupun internasional. Dalam penghargaan film Golden Horse (Hong Kong) 2007, film ini menyapu tujuh piala penghargaan, antara lain film terbaik, sutradara terbaik (Ang Lee), aktor terbaik (Tony Leung Chiu Wai) dan pemain baru terbaik (Tang Wei). Lust, Caution juga masuk nominasi sebagai film asing terbaik dalam penghargaan Golden Globe (Amerika Serikat) ke-65.
Bayangkan saja, film yang memenangkan banyak penghargaan ini, tentu semua unsurnya digarap dengan amat serius. Termasuk adegan-adegan panasnya. Silakan buktikan sendiri. Dijamin lebih menyenangkan dibanding nonton film bokep. Terlebih karena film ini sarat akan kisah-kisah menegangkan seputar spionase, yang anggap saja berfungsi sebagai pemanasan menjelang sajian adegan-adegan “liar”.
Contoh film lainnya, yaitu Tailor of Panama (2001), Original Sin (2001), Unfaithful (2002), semuanya film Hollywood. Bagi penggemar film Korea boleh coba nonton Obsessed (2014) yang dibintangi oleh Song Seung Heon dan Lim Ji Yeon. Saya juga sudah menemukan beberapa film bagus dengan adegan panas yang aduhai di Netflix.
Percayalah, menonton dan menikmati karya seni berkualitas, lalu menemukan adegan panas di tengah-tengahnya bagaikan menemukan sebutir mutiara asli dalam lumpur. Hanya sebutir sih, tapi asli. Sedangkan menonton adegan panas yang dari awal sudah diekspos habis-habisan seperti dalam film-film bokep, bagaikan menemukan sekantong mutiara palsu.
BACA JUGA Teka-teki Cao Cao di ‘Sam Kok’ yang Terjawab Lewat Drama ‘Advisors Alliance’ dan tulisan Santi Kurniasari Hanjoyo lainnya.