Baru saja tadi saya selesai menonton sebuah video di YouTube. Video itu bisa dibilang sukses membat saya tertawa sambil berpikir karena jokes-jokes sarkas yang ada di sana. Yap, video yang saya tonton adalah video milik dua orang manusia yang beberapa waktu lalu sempat diburu-buru oleh sebuah ormas. Coki Pardede dan Tretan muslim.
Jujur pada awalnya saya tidak tertarik sedikitpun menyoal siapa Coki Pardede dan Tretan Muslim ini. Hingga pada suatu hari saya terbawa arus menyaksikan hebohnya teman-teman saya membagikan cuplikan video undur diri mereka.
Kabarnya saat itu Coki dan Muslim terkena teguran yang sangat keras terkait salah satu video mereka yang dianggap melecehkan salah satu Agama. Dari situlah saya semakin penasaran, ngapain nih orang sampai-sampai harus mundur dari dunia ngelawak sambil berdiri. Dan mulailah saya menelusuri video-video mereka—mulai dari saat mereka stand-up comedy hingga video-video Coki dan Muslim saat di Majelis Lucu Indonesia.
Uniknya, semakin saya menonton video-video kedua orang ini, entah kenapa saya semakin suka dengan gaya mereka. Memang Coki Pardede dan Tretan Muslim ini menurut saya adalah paket lengkap sebuah komedi yang mengocok perut dengan tambahan adegan-adegan berbahaya. Bagaimana tidak, isi lawakan mereka sarkas sekali.
Daftar celotehan yang sering diserempet oleh dua mas-mas ini adalah poilitik, agama, isu SARA, kemanusiaan hingga aktivitas-aktivitas sosial yang sering dilupakan orang-orang. Bahkan ada satu video Coki dan Muslim bersama Dani, salah satu Stand Up Comedian yang mengalami disabilitas. Bagi saya konten mereka bersama Dani tersebut, terlepas dari sekadar konten tapi juga punya pesan tersendiri bahwa Disabilitas juga punya hak yang sama untuk saling bercanda dengan manusia lainnya.
Gaya lawakan, isi lawakan dan cara penyampaian duo Coki dan Muslim ini jugalah yang membuat saya selalu berpikir dalam menanggapi berbagai hal dengan lebih cermat. Idealisme-idealisme yang hadir dalam setiap konten mereka membuat saya sering berkata, “iya juga ya.” Terlepas dari kata-kata tak pantas yang lumayan sering ke luar dari mulut mereka berdua. Coki dan Muslim hadir sebagai oase untuk masyarakat kita yang kadang pikirannya terbatas pada sekat-sekat tertentu. Sarkasme politik mereka saya akui top, walau saya nonton sambil ketawa-ketawa. Saya tetap sadar bahwa itu adalah sebuah sarkas yang cerdas.
Apalagi jika sudah menyerempet isu-isu sosial semacam kemiskinan, kebebasan berpendapat hingga nyerempet ke isu SARA. Brand sarkasme dan satire yang dibangun oleh Coki Pardede dan Tretan Muslim ini akhirnya mengingatkan saya pada bentuk sarkasme dan satire dalam bentuk lain. Dalam bentuk sebuah media yang bernama Mojok.co
Entah ada hubungan apa Mojok dengan Coki Pardede dan Tretan Muslim. Isi dari konten yang kedua belah pihak ini buat sepertinya sangat selaras. Bagaimana Mojok menghadirkan kesarkasmeannya dan kesatirannya dalam bentuk artikel-artikel yang juga lucu tapi tetap membuat pembacanya berpikir. Ada pola yang sama antara Mojok dengan Coki dan Muslim dalam menyinggung pihak-pihak yang kelewat batas.
Mojok begitu juga dengan Coki dan Muslim juga membahas isu-isu semacam politik, agama dan isu-isu sosial yang sedang hot. Tentu dengan gaya Mojok yaitu sedikit nakal banyak akal. Jika pun Coki dan Muslim bisa nge-roasting para artis. Mojok pun begitu, tapi kebanyakan yang di-roasting adalah tokoh politik kenamaan negeri ini.
Lalu yang membuat saya semakin yakin bahwa Mojok ada kaitannya dengan Coki Pardede dan Tretan Musllim adalah kedua belak pihak juga sempat pamit undur diri setelah akhirnya bangkit lagi dengan sesuatu yang lebih segar. Nah, sama, kan.
Mojok dengan Coki dan Muslim seolah dua kubu yang bekerjasama lewat dunia yang berbeda. Mojok dengan tulisan-tulisannya. Coki dan Muslim dengan penyampaian lisannya. Kedua pihak yang entah ada hubungan apa telah membuat pikiran-pikiran saya terbuka dengan hal-hal tidak penting, dengan hal-hal yang sedang panas hingga hal-hal baru yang belum pernah saya ketahui.
Mojok lewat tulisannya membuat saya tertawa sambil diiringi tambahan ilmu. Coki dan Muslim juga begitu. Membuat saya tertawa sambil diiringi tambahan kata-kata kasar dan kesadaran diri bahwa ternyata jadi pengangguran itu bukan piiihan yang tepat. Satu hal utama kesamaan antara Mojok.co dengan Coki dan Muslim adalah mereka membawa satire dan sarkasme menjadi begitu lucu dan sangat menyenangkan.
Tapi, apa jangan-jangan ini konspirasi? Mojok dengan Coki dan Muslim sebenarnya adalah utusan Intelijen Aseng. Untuk setidaknya menanamkan paham Mojokiyah dan menyebarkan virus Deadwood ke seluruh nusantara? Bahaya, bahaya!
BACA JUGA Tentang Mojok dan Cerita Cinta yang Saya Alami atau tulisan M. Farid Hermawan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.