Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Pengalaman Saya Berak di Sungai Setelah Gempa Jogja 2006

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
30 November 2020
A A
Pengalaman Saya Berak di Sungai Setelah Gempa Jogja 2006 terminal mojok.co

Pengalaman Saya Berak di Sungai Setelah Gempa Jogja 2006 terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Pagi itu, waktu mau mengambil air untuk mandi dan bersiap berangkat sekolah, bumi Jogja bergetar dengan hebatnya. Saya hanya bisa ndomblong dan nggak tahu apa yang sedang terjadi. Di pikiran saya, cerita guru ngaji mengenai kiamat kubra, terbukti sudah. Di dalam kamar mandi saya hanya bisa menangis dan menunggu suara terompet sangkakala.

“GEMPAAAAAA!” kata itu yang saya dengar. Di dalam kamar mandi, saya hanya mbatin, kok bunyi terompet sangkakala seperti suara ibu saya yang berteriak? Jebul, suara lengkingan khas ibu saya nggak kalah bikin merinding dari suara terompet sangkakala.

Bapak saat itu sedang tenis pagi rutin di Polsek Umbulharjo. Ibu saya, bagai kapten Timnas Italia medio 2000-an, Paolo Maldini, memberikan arahan agar saya, kakak, dan nenek keluar rumah. Sampai di luar, dapur rumah saya roboh dan keadaan sungguh kacau.

“Air sudah sampai Pleret!” teriak orang yang nggak saya kenal di tengah lapangan, ketika warga desa berkerumun. Sayup-sayup terdengar suara, katanya tsunami bakal menerjang Bantul. Nalar tak lagi terpakai, berbekal pengalaman saudara-saudara kami asal Aceh yang diterjang tsunami pascagempa.

Padahal, Bantul dipeluk pegunungan yang lumayan tinggi. Tetap saja, ketakutan mendominasi. Kelak, kami sadar bahwa orang yang berteriak itu bermaksud memanfaatkan ketakutan. Tujuan mereka menjarah rumah-rumah yang kosong. Pun uang dan beberapa perhiasan keluarga saya tak luput disikat oleh mereka.

Ketika momen krusial itu terjadi, perut saya perih setengah mati. Selayaknya anak SD kelas 3, saya minta berak manakala semua berlari ke tempat tinggi untuk menyelamatkan nyawa. Ada nyawa yang harus diselamatkan, pun ada tahi yang harus keluarkan.

“Mah, kepeseng,” kata saya kepada ibu. Matanya berkilat seakan mengeluarkan api dalam brongot. Ketika itu, ilmu menahan berak adalah kajian prinsip disiplin khusus yang belum saya kuasai. Bagaimana cara menarik udara masuk ke dalam anus dan menahan, saya belum kuasai secara maksimal.

Akhirnya kami berpisah. Saya dan ibu, sedangkan kakak dan nenek. Mereka menuju Terminal Giwangan yang bertingkat. Sebelum akhirnya menuju Sleman, ketika bapak saya datang. Sedangkan saya dan ibu, menuju Kali Gajahwong guna melampiaskan berak. Maklum, nadi berupa kali terdekat dari rumah saya adalah sungai itu.

Baca Juga:

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

4 Alasan Kamu Wajib Coba River Tubing di Kebumen yang Sungainya Masih Bersih 

Kami masuk menuju semak-semak guna menjumpai pinggiran sungai. Saya mlotrokkan celana, jongkok dan pantat saya kena air sungai. Nyessss. Dingin nggak karuan. Maklum, saat itu kurang lebih jam 8 pagi. Air yang dingin kena kulit, apalagi pantat, tentu membuat saya langsung merinding. Apalagi ada yang mengkerut minta dikasihani.

Tak lama setelah ngeden, saya melihat air gerak-gerak, sedangkan ibu saya sedang clingak-clinguk melihat sekitar. Saya yang penasaran, lekat-lekat melihat lebih jelas. “Tsunami, ya?” sapa saya, seakan sedang ngobrol sama teman lama. Sumpah, ngajak ngobrol air gerak-gerak itu lebih aneh ketimbang ngobrol sama pohon jengkol.

Posisi saya yang sedang ngeden pun jadinya kurang khusyuk. Kaki saya yang saat itu masih mungil, bergerak sedikit demi sedikit. Jatuhnya, saya malah terlihat seperti sedang renang, lantaran air sungai sudah sedada saya. Ketika semakin dekat, mak pecutut sekadal bernama biawak pun muncul.

Mak jegagik saya langsung lari menuju ibu, dan kengerian isu tsunami tergantikan bagaimana ngerinya dikejar biawak besar ketika sedang ngising di sungai.

Setelah itu, sekitar seminggu pasca gempa, keluarga saya dan beberapa keluarga di desa masih takut untuk masuk ke rumah. Kami membangun semacam pondokan kecil di tiap depan rumah. Kalau nggak ada halaman, bisa bikin di sawah dan lapangan. Dalam kondisi prihatin seperti ini, guyub rukun bukan utopia.

Namun, berbeda perkara berak. Anak-anak sampai ribut besar masalah tempat berak. Sungai adalah komoditas utama membuang hajat kehidupan. Ketika ada kelompok tertentu yang merasa tempatnya dipakai, ribut adalah jalan keluar paling logis saat itu. Ributnya anak-anak ini—rekan masa kecil saya—cenderung aneh. Begini,

“Aku duluan yang berak di sini,” kata salah satu kawan saya. Menantang orang lain yang mencoba mengusik tempat ngising-nya.

Lantas tantangannya disambut sang lawan, “Lho, aku juga menemukan tempat ini sebelum kamu. Ya, kebetulan aja aku menemukannya dalam kondisi belum kepeseng saat itu!” jika Timur Tengah ada perang sipil, di desa saya ada perang kepeseng.

Selama saya berak di sungai pun rasanya cukup aneh. Ngeden, mencelupkan sedikit pantat ke sungai (karena belum ada konsep jamban, serba apa adanya), dan menghadap sisi sungai lainnya. Kebetulan, pas itu, sisi sungai lainnya adalah desa sebelah.

Pas saya mencoba membuang hajat dengan hormat, menghadap desa sebelah di sisi sungai lainnya, ndilalah ada warga desa sebelah yang juga sedang buang hajat. Astaga, rasanya pekewuh banget tiap mengeluarkan tahi, saya harus senyum sebagai tanda sopan santun.

“Mas,” sapa saya, dengan backsound “plung”.

“Nggih… (plung… Ahhh… plung…) hehehe, monggo, Dik!” ada jeda dari jawabannya karena saya nyapa ketika blio sedang ngeden.

Pun ketika tatap-tatapan, itu rasanya nggatheli abis. Mau memunggungi, ya mosok blio lihat bokong. Mau bagaimana un, saya hormat kepada orang yang lebih tua. Apalagi masnya ini rambutnya jarang-jarang alias botak-botak mengkilat. Ada uban dikit yang bikin terlihat kudu dihormati. Mau lihat alam sekitar, ya buat apa gitu, loh. Mata saya dan mata mas-mas itu pada akhirnya beradu.

Walau kami terpisah oleh bentangan Kali Gajah Wong, tahi kami mengalir sampai jauh dan nggak akan bertemu. Namun, perasaan para orang yang “menahi” di sungai pascagempa Jogja tetap sama, terselip ketakutan, nggak ada jalan lain, selain maju menerjang. Bahkan, dalam suasana paling sentimentil seperti berak sekalipun.

BACA JUGA Cerita “Digoyang” 1000 Kali Gempa Ambon dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 29 November 2020 oleh

Tags: berakgempasungai
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

Mengingat Kembali Gempa Jogja pada 27 Mei 2006 terminal mojok

Mengingat Kembali Gempa Jogja pada 27 Mei 2006

27 Mei 2021
Betapa Teganya Oknum-oknum yang Menyebarkan Berita Bohong pada Warga Tuban yang Sedang Dihantam Bencana

Betapa Teganya Oknum-oknum yang Menyebarkan Berita Bohong pada Warga Tuban yang Sedang Dihantam Bencana

25 Maret 2024
Japan Sinks: People of Hope: Pentingnya Peran Negara dalam Menangani Bencana

Demi Hidup yang Aman dari Bencana, Baiknya Kita Tidak Antisains

27 November 2022
Water Gong di Klaten: Sungai Impian para Ikan terminal mojok.co

Water Gong di Klaten: Sungai Impian para Ikan

16 November 2021
Bikin Konten Soal Bersihin Sampah di Sungai, Salahnya di Mana Terminal Mojok

Bikin Konten Soal Bersihin Sampah di Sungai, Salahnya di Mana?

11 Desember 2022
Mahasiswa Biadab Mengusir Pengungsi Rohingya di Aceh (Unsplash)

4 Pertanyaan tentang Aceh yang Selalu Bikin Orang Aceh Geleng-geleng. Nggak, Kita Nggak Mengisap Ganja Tiap Hari!

24 Januari 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.