Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Kantin Kejujuran dan Perilaku Darmaji (Dahar Lima Ngaku Siji)

Seto Wicaksono oleh Seto Wicaksono
29 Juli 2019
A A
kantin

kantin

Share on FacebookShare on Twitter

Sewaktu sekolah, waktu yang betul-betul saya tunggu itu ada dua, pertama saat bel berbunyi untuk istirahat dan kedua ketika bel dibunyikan tanda proses belajar sudah selesai dan diperbolehkan pulang. Saya rasa hampir kebanyakan anak sekolah pada masanya—entah SMP atau SMA—menyukai juga menanti hal tersebut. Sisanya akan bahagia jika sudah memasuki masa liburan.

Ada kesamaan saat kedua bel tersebut dibunyikan, semua siswa biasanya bergerombol dan bersama-sama kelas kelas. Pada waktu pulang, biasanya menuju gerbang sekolah sambil menyapa Pak Satpam. Sewaktu istirahat, yang disapa adalah para pedagang di kantin agar bisa segera mendapatkan makan siang dibanding siswa lain. Ada yang rela mengantri, ada juga yang menyerobot antrian karena banyaknya siswa yang memesan makanan.

Oleh karena itu, seringkali para pedagang tidak mengingat siapa yang memesan dan apa yang dipesan, ada juga yang dengan sengaja tidak membayar, begitu pula dengan total yang harus dibayarkan. Maka tak heran jika dalam sehari para pedagang di kantin mengalami kerugian.

Selain itu, yang paling mencengangkan adalah ketika salah satu teman saya sudah jelas memakan banyak gorengan, tapi hanya mengaku dan membayar seharga satu gorengan kepada pedagang di kantin. Perilaku seperti ini biasa disebut dengan darmaji (dahar lima ngaku siji)—makan lima ngakunya hanya satu.

Bagi saya, ini merupakan korupsi sejak dini yang dilakukan oleh beberapa teman di SMA. Walau mereka seringkali berdalih hanya sesekali dan menganggap hal tersebut sebagai kenakalan remaja yang wajar dan biasa dilakukan. Harus diakui perilaku darmaji ini menjadi salah satu kenangan masa SMA yang tentunya tidak baik sekaligus lucu.

Setelah lulus, karena memang merasa bersalah ada juga teman saya yang meminta maaf lalu memberi uang dengan nominal yang dirahasiakan kepada pedagang yang dirugikan. Semacam hutang yang akhirnya dilunasi. Pedagang pun hanya berkata “nggak apa-apa, namanya juga anak SMA, udah biasa”.

Dari situ lantas saya berpikir, perilaku darmaji ini seperti sudah membudaya dan diwariskan kepada setiap generasi di kalangan anak SMA—mungkin juga banyak orang?—sebab teman saya yang berasal dari sekolah lain pun gemar melakukan hal yang sama—darmaji.

Biasanya sasaran seseorang yang suka darmaji adalah ketika di warkop atau warung makan lalu ada gorengan atau camilan lain disajikan tanpa adanya perhatian atau diperhatikan oleh pemilik warung. Sehingga pembeli bisa sesuka hati menyantap makanan tersebut dan menjadi peluang untuk tidak mengaku berapa banyak yang sudah dimakan.

Baca Juga:

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

5 Kebiasaan Feodal di Sekolah yang Tidak Disadari dan Harus Segera Dibasmi

Walau sesungguhnya bagi para pedagang, mengalami kerugian—karena tidak laku atau akibat seseorang yang darmaji—merupakan hal yang biasa dan sudah semestinya ada alokasi dana untuk itu. Namun soal darmaji harusnya bisa diantisipasi, paling tidak diminimalisir dengan cara mengawasi orang yang makan atau melihat siapa mengambil apa dan berapa jumlahnya. Meski sulit, hal itu bisa dicoba juga dijadikan salah satu solusi.

Karena hal itu terus berulang, akhirnya di sekolah saya dulu sempat diterapkan kantin kejujuran. Cara penerapannya, beberapa camilan diletakan di etalase yang sudah disediakan lalu bisa langsung membayar di kotak yang sudah disediakan—tanpa adanya kamera pengawas di sudut mana pun. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kejujuran siswa di sekolah. Ya semacam eksperimen sosial gitu, lah.

Eksperimen tersebut hanya berlangsung beberapa bulan, karena pada akhirnya dirasa tetap tidak efektif. Yang jujur akan membayar sesuai dengan jumlah yang dikonsumsi. Bagi mereka para pemegang teguh prinsip darmaji, ya tetap begitu-begitu saja—yang dimakan berapa, yang dibayar berapa bahkan sembarang ambil namun tidak membayar.

Beberapa teman yang saya kenal darmaji pada masa sekolah kini sudah bertaubat. Mereka sudah berkomitmen untuk tidak mengulangi hal itu pada masa kini, pun masa mendatang dan menjadikannya sebagai bagian dari cerita masa lalu—kenang-kenangan. Sebab, sadar atau tidak perilaku darmaji ini termasuk korupsi yang jelas merugikan para pedagang.

Untungnya perilaku tersebut tidak sampai dibawa ke ranah hukum dan tidak perlu pemeriksaan oleh KPK segala.

Dari dulu hingga sekarang, saya tidak berani menerapkan darmaji karena sadar Tuhan selalu mengawasi di mana pun saya berada—kejujuran yang paling utama dan menjadi fondasi dalam hidup. Jika sedang makan gorengan di warkop sambil menyantap kopi, paling-paling kalimat yang selalu saya katakan;

“Bang, tadi saya makan lima gorengan, bayarnya dua aja ya. Tiga lagi bonus anggap bonus aja, kan udah langganan.”

Terakhir diperbarui pada 19 Januari 2022 oleh

Tags: anak sekolahCurhatdarmajikantin kejujurankejujurankenakalan remajaKorupsi
Seto Wicaksono

Seto Wicaksono

Kelahiran 20 Juli. Fans Liverpool FC. Lulusan Psikologi Universitas Gunadarma. Seorang Suami, Ayah, dan Recruiter di suatu perusahaan.

ArtikelTerkait

Saya Mantap Menunggu Seluruh Episode Tamat Dulu Sebelum Nonton Anime terminal mojok.co

5 Anime Komedi Soal Anak Sekolahan yang Justru Bukan buat Mereka

13 Januari 2021
KPK penilapan duit bansos koruptor jaksa pinangki cinta laura pejabat boros buang-buang anggaran tersangka korupsi korupsi tidak bisa dibenarkan mojok

Mau Pakai Alasan Apa pun, Korupsi Jelas-jelas Nggak Bisa Dibenarkan

10 Desember 2020
diajak susah

Logika Terbalik Lelaki: Ingin Dapat Pasangan yang Bisa Diajak Susah

8 Agustus 2019
pelacur

Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!

5 Agustus 2019
Nostalgia 5 Jajanan Jadul Era 90-an, Masih Inget Terminal Mojok

Nostalgia 5 Jajanan Jadul Era 90-an, Masih Inget?

29 Oktober 2022
lupa nama

Aku Lupa Namamu, Tapi Inget Mukamu Kok

14 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi Mojok.co

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

29 November 2025
4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih (Unsplash)

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih

29 November 2025
Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.