Stres di tempat kerja memang bisa dialami siapa saja. Penyebabnya beragam, mulai dari lingkungan kerja yang nggak hangat, atasan yang galaknya minta ampun, pekerjaan yang nggak sesuai passion, dan terakhir yang paling sering dialami pegawai baru adalah beban kerja berlebihan. Beban kerja ini pun biasanya disebabkan karena mereka harus menyelesaikan kerjaan yang sebenarnya bukan termasuk dalam job desc mereka.
Namun, namanya pegawai baru, kalo sudah berhadapan sama rekan kerja yang lebih senior, biasanya nurut aja jika disuruh kerjain ini dan itu. Apalagi ketika berada di lingkungan kerja yang pegawainya memang suka bermalas-malasan nyelesain tugasnya. Ujung-ujungnya yang jadi sasaran adalah pegawai baru yang auto disuruh ngerjain semuanya. Belum lagi ditambah atasan yang nggak mampu mengatur pekerjaan bawahannya dengan baik. Sempurnalah penderitaan para pegawai baru ini.
Saya sangat paham kondisi ini, sebab saya juga pernah ngalamin hal semacam ini. Sebagai pegawai baru yang berada di lingkungan kerja yang kebanyakan pegawai seniornya malas nyelesain kerjaan. Saya terpaksa harus ngerjain tugas tambahan yang sebenarnya bukan berada di bawah tanggung jawab saya.
Yang paling kesalnya, seperti yang saja jelaskan tadi, memiliki atasan yang nggak mampu mengatur kerjaan bawahannya dengan baik dan seakan membiarkan praktik tersebut. Jadi, main asal lempar kerjaan tanpa memperhatikan pekerjaan ini tanggung jawab siapa, atau ini harusnya dikerjakan oleh siapa.
Pada awalnya, sih, saya senang-senang aja gitu, jika harus ngerjain pekerjaan di luar job desc saya. Soalnya saya menganggap, kerjaan baru ini tentu akan semakin meningkatkan kualitas diri saya, menambah pengetahuan dan pengalaman baru yang mungkin bisa jadi modal bagi pengembangan karir saya ke depannya. Nah, cara pikir semacam ini, membuat saya dengan lapang dan senang hati menerima setiap kerjaan yang disodorkan.
Namun, seiring bergulirnya waktu, nyatanya kondisi ini nggak seperti yang saya bayangkan. Semakin hari, kerjaan yang harus saya selesaikan semakin menumpuk, seperti piring kotor habis kawinan.
Oleh karena sudah dipercaya mampu nyelesain segalanya dan kebiasaan mengambil kerjaan di luar job desc tanpa mengeluh, membuat saya merasa nggak enakan jika harus menolak tugas yang diberikan atasan. Maka dari itu, dengan mudah setiap kerjaan mengalir ke atas meja kerja saya.
Akhirnya, setiap pekerjaan yang terpaksa harus saya selesaikan, secara perlahan menggiring saya ke dalam kondisi cemas karena tuntutan ngejar deadline selalu menghantui. Kondisi ini memunculkan kekesalan sekaligus penyesalan karena sejak awal saya dengan mudah menerima kerjaan di luar job desc tanpa memikirkan dampaknya.
Apalagi melihat kelakuan rekan kerja yang hanya bermalas-malasan bikin tambah emosi jiwa. Ujung-ujungnya mengendorkan semangat kerja karena tiap hari pikiran selalu ngebandingin kondisi saya, yang setengah mati harus kerjain tugasnya, sementara ia enak banget nyantainya, main game dan keluyuran kemana-mana.
Bukannya berarti saya iri karena ia bisa makan gaji buta. Mohon Maaf yah, saya bukan tipe semacam itu. Saya hanya kesal, pasalnya di balik kemalasannya itu saya yang harus jadi korban untuk nyelesain kerjaannya.
Sampai di sini saya bisa mengambil pelajaran jika keputusan mengambil alih kerjaannya tanpa memperhatikan lingkungan serta karakter rekan kerja hanya akan melanggengkan budaya kerja yang nggak baik. Rekan kerja akan semakin kehilangan rasa tanggung jawabnya. Toh baginya, setiap kejaan yang seharusnya ia selesaikan, sudah beralih ke tangan yang lain.
Nah, untuk bisa keluar dari kondisi itu, saya kemudian mulai belajar menolak kerjaan. Emang sih, di point terakhir job desc tertulis siap ngelakuin kerjaan yang diperintahkan atasan.
Namun, jika yang diperintahkan atasan adalah terus ngerjain pekerjaan utama rekan kerja yang malas-malas, mohon maaf, itu namanya bunuh diri, Bos. Kalo mereka malas kerja, tinggal ganti aja, cari yang lebih berkompeten, jangan yang mau kerja aja yang digenjot sampe mampus.
Walaupun menolak kerjaan adalah salah satu cara yang cukup ampuh untuk terhindar dari kondisi semacam ini, tapi penolakannya harus juga dilakukan dengan cara santuy, bukan to the point. Maksud saya, saat atasan atau rekan memberikan kerjaan. Saya bisa membuat beragam alasan, misalnya “Saya masih banyak kerjaan yang belum beres,” atau ngomong, “Saya masih bingung cara kerjanya.” Pura-pura bego aja gitu.
Setidaknya cara itu membuat atasan dan rekan kerja yang malas, akhirnya nggak lagi melulu mengandalkan saya. Bayarnya sama, bebannya beda, gila aja, Bos.
BACA JUGA Pengendara yang Males Nyalain Lampu Sein Enaknya Diapain? dan tulisan Munawir Mandjo lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.