Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Gus Baha’ dan Kesombongan Orang yang Mengingat Kesalahannya Sendiri

Akhyat Sulkhan oleh Akhyat Sulkhan
10 Mei 2019
A A
gus baha

gus baha

Share on FacebookShare on Twitter

Saya termasuk jenis orang yang bersiap-siap menyesal ketika menyambut Ramadan, setidaknya sebelum saya menemukan Gus Baha’ di kemudian hari. Bukan, bukan karena nggak bisa ngopa-ngopi sambil nyebat rokok saat siang. Juga bukan lantaran nggak bisa ngumpulin teman buat ngerumpi asyik. Melainkan, karena saya kerap merasa gagal memanfaatkan momentum Ramadan untuk tampil saleh di depan gebetan meningkatkan laku ibadah saya.

Saya sadar kalau saya ini tipikal cowok ndableg dan ibadahnya masing angin-anginan. Salat saja saya sering telat (apa lagi subuh), dengerin ceramah kiai cuma kalau ada iming-iming nasi tumpeng, dan ngaji juga pun seminggu sekali. Itu juga kalau ingat. Selebihnya, ya cuma ngopa-ngopi sambil nggosipin temen yang gagal membangun mahligai perpacaran. Namun, kalau soal bulan puasa, lain lagi ceritanya.

Bagi saya, kehadiran Ramadan merupakan momentum yang tepat untuk meningkatkan kegiatan ibadah seraya meng-upgrade kesalehan pribadi dan kesalehan sosial.

Selayaknya tamu istimewa, saya yakin semua muslim mana pun tentu ingin menyambut Ramadan dengan cara istimewa pula. Orang-orang yang saban harinya cuma ke masjid waktu magrib, biasanya akan giat memadati saf-saf salat ketika Isya. Mereka yang sebelumnya jarang bersilaturahim, biasanya mendadak rajin mengikuti ceramah kiai dan buka bersama orang banyak—walau seringkali motivasinya cuma ingin makan gratis dengan menu variatif.

Saya pribadi termasuk orang yang suka membuat daftar kegiatan. Nah, khusus Ramadan, saya biasanya punya agenda-agenda ibadah seperti tadarusan sampai lima kali khataman, salat berjamaah selama satu bulan penuh, dan nggak akan mangkir tarawih sama sekali. Rencananya selalu begitu. Walaupun realitanya saya nggak pernah benar-benar bisa memenuhi semua daftar tersebut.

Itulah mengapa saya selalu bersiap-siap menyesal ketika Ramadan tiba.

Lima hari pertama saya biasanya masih antusias menjalankan semua daftar kegiatan yang sudah disusun. Namun menginjak hari keenam dan seterusnya, lain cerita. Jangankan rajin jamaah tepat waktu, berdiri buat tarawih 23 rakaat saja berat. Serasa ngangkat setengah karung pasir basah. Tadarusan saya pun nggak konsisten dan rasanya, tiap hari, makin menurun intensitasnya.

Saya sadar betul bahwa ini akibat dari perlaku “suka menunda-nunda” dalam diri saya. Sudah begitu, saya malah kerap melakukan kegiatan yang kurang relevan untuk kebaikan hidup saya sendiri.

Baca Juga:

Kesalahan Sepele Saat Menyetrika Pakaian yang Nggak Disadari Banyak Orang

Suara Hati Anak Haram: Berhentilah Mengaitkan Saya dengan Dosa yang Tidak Saya Lakukan dan Jelas Tidak Saya Inginkan

Pagi hari bukannya bangun lalu nyicil ngaji, malah tidur karena capek begadang main PES  dan ngerasa waktu masih panjang. Eh, bangun-bangun udah jam 1 siang, gagal jamaah dan akhirnya salat di rumah, terus tidur lagi karena kesal. Lalu bangun jam 4 sore, mandi, salat, terus nyari makan sambil jalan-jalan ngabuburit. Berharap habis magbrib akan lebih semangat mengaji.

Tapi realitanya, setelah buka puasa malah kekenyangan dan nggak kuat tarawih ke masjid. Ujung-ujungnya ketiduran terus bangun jam 9 malam. Pengen tadarus barenga mbak-mbak di masjid tapi malah sumpek mikir tugas-tugas kuliah dan akhirnya memilih untuk main PES lagi atau malah nggosipin teman lewat telepon sampai sahur. Begitu terus.

Ramadan tahun ini, saya sudah siap untuk menyesal lagi. Nggak tahu kenapa, saya seringnya ingat tentang agenda-agenda yang gagal saya wujudkan campur rasa muak sama diri sendiri karena selalu terjebak dalam masalah yang sama, berulang-ulang kali. Bukan cuma itu, saya bahkan kerap merasa telah melewatkan kesempatan-kesempatan untuk menjadi lebih baik. Singkatnya, saya sempat merasa seolah hidup saya nggak lebih baik dari nyamuk apes yang terbang di dekat seekor cicak.

Sampai akhirnya kemarin, seorang kawan yang ngontrak bareng saya, membuka Youtube dan dia memutar penggalan ceramah seorang kiai di sebuah channel. Kiai tersebut bernama Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha’. Beliau ini ulama asal Rembang yang belakangan memang bikin saya penasaran. Sebab, menurut beberapa orang ceramahnya enak didengar dan refrensi kitabnya kuat.

Dalam channel tersebut, Gus Baha’ tengah menjelaskan tentang betapa sombongnya orang yang terus mengingat-ngingat kesalahannya lebih dari ia mengingat kebaikan dalam dirinya.

Awalnya saya kaget dan membatin, “Lho ini maksudnya gimana? Bukannya lebih baik sering ingat kesalahan biar tetap sadar kalau dirinya manusia? Ketimbang terus-menerus ngerasa baik kaya Fir’aun sama Namruz?”

Tapi terus saya mulai tercenung mendengar penuturan beliau kala menerangkan salah satu pemikiran Abul Hasan Asy-Syadzili. “Orang hanya ingat dosa itu sombong, mestinya dia juga mengingat sisi-sisi hidayahnya Allah, sisi kebaikan-Nya.” Demikian kata Gus Baha’ dalam Bahasa Jawa.

Beliau menjelaskan betapa rahmat Allah kadang datang dalam wujud-wujud yang sederhana. “Hari ini kamu tidur dan terhindar dari zina, kamu minum dan nggak nyabu, dikasih kesabaran waktu ketemu orang macam-macam di jalan, itu semua rahmat dari Allah. Lha kok kamu malah ingat keburukanmu terus seakan-akan Allah nggak pernah nolongin kamu.”

Kata-kata Gus Baha’ itu tergiang di telinga saya hampir semalaman. Masuk akal juga omongan beliau. Ini seperti saya punya teman, tapi selalu merasa sendiri dan kesepian. Padahal, teman saya itu udah berkali-kali nolongin saya, menghibur saya, bahkan ada saat-saat ketika kami melewatkan hari-hari penuh canda tawa bersama. Dan, saya tetap merasa kesepian, seolah nggak mengakui usaha dan eksistensi teman saya itu.

Dalam penggalan ceramah singkatnya Gus Baha’ tersebut, saya seolah diingatkan supaya jadi manusia yang nggak terus-terusan mengingat kesalahan atau dosa-dosanya semata seraya melupakan bahwa rahmat Allah itu nggak terbatas dan bisa kita temukan di mana-mana.

Mungkin pagi ini saya memang gagal nyicil 30 juz karena tidur melulu, tapi, hey, paling nggak saya jauh dari maksiat dan bisa menjalani ibadah tanpa sambat entah dalam bentuk apa pun. Mungkin saya hari ini bangun kesorean, tapi lihatlah saya jadi melalui hari dengan lebih cepat dan bisa segera berbuka tanpa perlu melewati cuaca siang yang terik. Selalu ada rahmat Allah dalam setiap hal yang kita lakukan, dalam setiap napas yang kita embuskan.

Saya hanya perlu menjadi lebih giat, lebih disiplin. Kalau nggak bisa hari ini, maka besok pasti ada kesempatan selama janur kusing masih belum melengkung di depan rumah untuk jadi lebih baik. Untuk itu, saya bisa memulainya dengan membuka Alquran dan mengaji hari ini atau mengusir kemalasan dengan mulai melangkah ke masjid tiap azan berkumandang.

Dari nasihat Gus Baha’, saya jadi sadar bahwa saya hanya harus bergerak menyongsong rahmat-rahmat Tuhan yang lain, dan bukan cuma memahaminya sebagai keniscayaan yang akan selalu ada. Hidup dengan perspektif demikian, menurut saya lebih positif. Daripada terus jadi orang yang menyesali kesalahannya sendiri.

Terakhir diperbarui pada 10 Mei 2019 oleh

Tags: Gus Baha'KesalahanRahmat Tuhan
Akhyat Sulkhan

Akhyat Sulkhan

ArtikelTerkait

5 Kesalahan Saat Makan Mi Goreng yang Kerap Dilakukan Terminal mojok

5 Kesalahan Saat Makan Mi Goreng yang Kerap Dilakukan

21 Februari 2022
Gara-Gara ILC Saya Jadi Tahu Simpang Siur Keberadaan Harun Masiku Itu Bukan karena Kebohongan, tetapi Kesalahan.

Gara-Gara ILC Saya Jadi Tahu Simpang Siur Keberadaan Harun Masiku Itu Bukan karena Kebohongan, tetapi Kesalahan

29 Januari 2020
6 Kesalahan Fresh Graduate yang Kerap Dilakukan karena Tidak Diajarkan Waktu Kuliah

6 Kesalahan Fresh Graduate yang Kerap Dilakukan karena Tidak Diajarkan Waktu Kuliah

29 Desember 2023
3 Kosakata Bahasa Jawa yang Sering Salah Penggunaannya (Part 2) Terminal mojok

3 Kosakata Bahasa Jawa yang Sering Salah Penggunaannya (Part 2)

23 Februari 2022
Kalau di Kota Ada Kirim Parsel, di Desa Ada Ater-ater Tipe-tipe Orang saat Menunggu Lebaran Datang Terima kasih kepada Tim Pencari Hilal! Ramadan Sudah Datang, eh Malah Menanti Bulan Syawal Ramadan Sudah Datang, eh Malah Menanti Lebaran Buku Turutan Legendaris dan Variasi Buku Belajar Huruf Hijaiyah dari Masa ke Masa Serba-serbi Belajar dan Mengamalkan Surah Alfatihah Pandemi dan Ikhtiar Zakat Menuju Manusia Saleh Sosial Inovasi Produk Mushaf Alquran, Mana yang Jadi Pilihanmu? Tahun 2020 dan Renungan ‘Amul Huzni Ngaji Alhikam dan Kegalauan Nasib Usaha Kita Nggak Takut Hantu, Cuma Pas Bulan Ramadan Doang? Saya Masih Penasaran dengan Sensasi Sahur On The Road Menuai Hikmah Nyanyian Pujian di Masjid Kampung Mengenang Asyiknya Main Petasan Setelah Tarawih Horornya Antrean Panjang di Pesantren Tiap Ramadan Menjadi Bucin Syar'i dengan Syair Kasidah Burdah Drama Bukber: Sungkan Balik Duluan tapi Takut Ketinggalan Tarawih Berjamaah Opsi Nama Anak yang Lahir di Bulan Ramadan, Selain Ramadan Panduan buat Ngabuburit di Rumah Aja Sebagai Santri, Berbuka Bersama Kiai Adalah Pengalaman yang Spesial Panduan buat Ngabuburit di Rumah Aja Pandemi Corona Datang, Ngaji Daring Jadi Andalan Tips Buka Bersama Anti Kejang karena Kantong Kering Mengenang Asyiknya Main Petasan Setelah Tarawih Rebutan Nonton Acara Sahur yang Seru-seruan vs Tausiyah Opsi Nama Anak yang Lahir di Bulan Ramadan, Selain Ramadan Drama Bukber: Sungkan Balik Duluan tapi Takut Ketinggalan Tarawih Berjamaah Sebagai Santri, Berbuka Bersama Kiai Adalah Pengalaman yang Spesial Aduh, Lemah Amat Terlalu Ngeribetin Warung Makan yang Tetap Buka Saat Ramadan Tong Tek: Tradisi Bangunin Sahur yang Dirindukan Kolak: Santapan Legendaris Saat Ramadan

Ngaji Alhikam dan Kegalauan Nasib Usaha Kita

13 Mei 2020
mati, surga, dan neraka MOJOK

Mati Rasa pada Surga dan Neraka

3 Juli 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Pengajar Curhat Oversharing ke Murid Itu Bikin Muak (Unsplash)

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

30 November 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025
Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.