Sebagai anak dari seorang bapak yang berprofesi sebagai pedagang sembako di pasar, sudah barang tentu saya juga ikut mengalami pahit-getir-asam-garam kehidupan perwarungan duniawi (lha iya, wong di toko kerjaannya mbungkusin gula, mbunder-mbunderi asem kok~). Dan sebagai anak pasar saya semakin hafal keanekaragaman tipe pembeli.
Ada yang manutan, dan tak sedikit pula yang ngeyelan. Bahkan, ada yang sampai menggunakan metode R2NM alias Rasan-Rasan Neng Mburimu untuk menarik simpati para pedagang agar menurunkan harga.
Sekurang-kurangnya ada empat golongan manusia yang termasuk ke dalam tipe pembeli yang berhasil saya temukan berdasarkan pengalaman pribadi sebagai penjaga warung.
Tipe pembeli #1 Talk less do more
Seperti slogan salah satu produk rokok, golongan pembeli ini cenderung cekatan dan tanpa ba-bi-bu. Hidupnya simpel tanpa ada tekanan. Konsep mereka datang-bayar-tinggalkan. Saya curiga waktu sekolah dulu mereka juga menganut konsep yang sama ketika ujian. Datang-kerjakan-pulang-lupakan. Bahkan, walaupun pedagang mencoba memanipulasi harga mereka mah hooh-hooh aja.
Tipe pembeli #2 Money changer
Tipe pembeli seperti ini yang menguntungkan pedagang. Tetapi pembeli seperti ini juga ada beberapa cabang golongannya. Ada yang memang sukarela menawarkan diri untuk menukarkan uang recehannya pada kita, ada juga yang menukar dengan pamrih. Kadang ada yang minta didiskon, ada yang minta imbalan es teh. Biasanya lumrah terjadi di warteg-warteg terdekat.
Selain itu, ada satu yang kadang ngeselin, yaitu pembeli yang bayar pake uang cepean, padahal cuma beli aqua botol sedang dua biji. Kalau pas di laci kasir sedang tak ada duit, lha ini justru pedagang yang menjadi jasa penukar uang ke warung-warung di sekitarnya. Hilih!
Tipe pembeli #3 Bargainer phase one
Nah, sudah mulai masuk tipe pembeli yang bikin jatuh hati harga.
Biasanya pembeli dalam kategori ini masih menawar dengan etika normal dan frasa-frasa yang template: “Nggak bisa dikurangi harganya?”, “Dua puluh lima ribu? Dua puluh ribu aja deh”, “Tiga puluh ribu? Seratus dapet 4 aja gimana?” Dan berbagai cara menawar lainnya.
Entah kenapa, kalau pembeli tipe ini kelamaan nawar mau tidak mau kita sebagai pedagang setuju saja dengan penawarannya. Dengan pasrah mengorbankan laba, tentunya. Semengtara untuk pedagang dengan keteguhan hati sudah pasti sulit untuk digoyahkan.
Tipe pembeli #2 The ultimate bargainer last boss
Ini yang paling amsyong~
Jenis pembeli yang bak baru keluar gua setelah puluhan tahun. Yang dengan entengnya menjatuhkan harga jual sejatuh-jatuhnya. Dibandingkan dengan tipe penawar sebelumnya, tipe ultimate ini memiliki koleksi frasa yang kaya dengan tingkat kebarbaran di atas normal.
“Sekilo dua puluh ribu? Apanya yang dua puluh ribu? Kemarin aja saya beli di warung sebelah cuma lima ribu kok! Ngawur masnya nih. Masa dua puluh ribu?”
Ingin rasanya saya timpali, “Kemarinnya ibu mungkin tiga ratus tahun yang lalu kayak Ashabul Kahfi.” Percakapan ini terjadi saat Ramadhan kemarin, waktu seorang ibu-ibu hendak membeli kolang-kaling di warung bapak saya.
Tidak hanya itu, pembeli tipe ultimate ini juga memiliki kemampuan menghilang di tengah keramaian saat menghadapi penolakan dari pedagang dengan dalih “Sebentar, mau ngecek belanjaan dulu.” Lalu seketika menghilang diterpa angin.
Di antara banyaknya kemampuan tipe ultimate ini, yang paling dahsyat adalah keahlian takar-menakarnya, apalagi dalam urusan barang-barang kiloan.
Saat menakar kolang-kaling, misalkan. Ketika kita sudah yakin takaran kita sudah pas, sang ultimate ini dengan lantangnya berkata, “Kurang itu, mas! Belum satu kilo!” sambil nyomot lalu menambahkan kolang-kaling ke timbangan, yang mana takarannya menjadi lebih dua setengah ons.
Seketika saya teringat dengan kata-kata Julius Caesar, Veni, Vidi, Vici. Saya datang, saya melihat, saya menang. Jika sang ultimate ini adalah prajurit, maka ia pasti cepat naik pangkat menjadi panglima gara-gara kegigihannya menaklukkan prinsip orang lain. Dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada pepatah “pembeli adalah raja”, tipe pembeli ultimate ini saya rasa lebih cocok disebut dengan gelar diktator.
Tentu, analisis ini berdasarkan pengalaman saya selama menjabat sebagai anak nongkrong warung sembako. Jika ada tambahan tipe-tipe pembeli lainnya, itu menunjukkan keanekaragaman budaya bangsa Indonesia dengan segala sifat dan tabiat orang-orangnya. Jika ada pedagang yang memiliki pengalaman sama, kita berulang!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.