Kelurahan Tembalang dan sebagian dari Kecamatan Banyumanik didesain sebagai kawasan pendidikan di Kota Semarang. Tak tanggung-tanggung ada lima perguruan tinggi yang berdiri di tanah yang katanya dulu jadi tempat jin buang anak ini.
Yang paling terkenal tentu saja Universitas Diponegoro (Undip), universitas negeri kebanggaan masyarakat Jawa Tengah yang sering jadi tempat pelarian mahasiswa yang gagal masuk UI, UGM, atau ITB. Kedua adalah, Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Semarang, tempat berkumpulnya mbak-mbak perawat dan bidan idaman mertua sekaligus berfungsi sebagai kampus pusat sekolah-sekolah kepunyaan Kemenkes lain di Jawa Tengah. Selanjutnya yaitu Politeknik Negeri Semarang (Polines) yang mitosnya dulu adalah kampus vokasi Undip sebelum berdiri sendiri.
Dua kampus terakhir adalah sebuah kampus swasta yaitu Universitas Pandanaran dan Politeknik Pekerjaan Umum yang merupakan sekolah dibawah Kementrian Pekerjaan Umum. Selain itu saya tak tahu lagi tentang dua kampus tersebut karena menemukan mahasiswanya pun cukup sulit di tanah Tembalang tercinta.
Adanya banyak kampus tentunya akan memunculkan banyak mahasiswa indekos juga. Efeknya permintaan jenis makanan pun semakin bervariasi. Dari mulai makanan khas daerah sampai makanan impor beredar di segala sudut jalanan. Termasuk ayam tepung khas Amerika atau kita sebut saja fried chicken supaya berbeda dengan fried chicken lain seperti ayam penyet, ayam pop, apalagi ayam kampus.
Di tanah Tembalang ada berbagai merk fried chicken baik yang masih ada komplit dengan tempatnya maupun yang sudah gulung tikar. Merk-merk ini saling beradu rasa dan tentunya harga yang harus bisa sesuai kantong mahasiswa. Berikut saya coba bandingkan lima merk fried chicken yang paling disukai mahasiswa Tembalang.
Olive
Olive adalah sebuah pilihan aman apabila Anda ingin makan enak tapi sudah tidak memungkinkan menarik uang di ATM. Merk inipun ada di mana-mana, tak cuma di Tembalang. Selain jadi primadona di Semarang, ayam Olive juga jadi favorit mahasiswa kota pelajar Jogja.
Dari segi rasa, Olive tak perlu diragukan lagi. Bumbunya bercampur mesra baik dengan daging maupun kulit yang masih cukup renyah. Pun dari perspektif harga sangatlah bersahabat. Hanya dengan 10 ribu, paha ayam dan es teh sudah siap dilahap, tinggal siapkan seribu perak untuk bayar parkir. Cukup bisa dimaklumi dengan harga yang lebih murah, ukuran ayam tidak terlalu besar dan nasi agak sedikit. Bagi Anda yang belum makan seharian, saya sarankan pesan dua porsi.
Sabana
Mirip dengan Olive, Sabana juga tidak hanya jadi makanan unggulan di Tembalang tetapi juga di Jogja. Tak mengherankan memang mengingat demografi masyarakat sama-sama dipenuhi mahasiswa rantau yang perlu memenuhi kebutuhan nutrisi dan serat. Namun sayang sekali sepertinya itu tidak berlaku bagi saya.
Entah kenapa rasa ayam Sabana tidak pernah masuk ke mulut saya. Kulitnya pun bagi saya tidak terasa renyah terlebih lagi tidak luas. Meski punya porsi nasi yang lebih banyak ketimbang Olive, tapi itu tidak menolong harganya yang lebih mahal. Tentu ini sesuatu yang subyektif, bisa saja rasa Sabana cocok dengan lidah Anda ya silahkan saja. Bisa juga saya beli ayam Sabana di cabang yang kebetulan tidak enak. Ya siapa yang tahu toh.
Chicken Fighter
Chicken Fighter jelas tahu dirinya tidak mungkin bersaing jika biasa-biasa saja. Berbeda dengan merk yang lain yang dalam satu porsi menunya hanya terbatas nasi-ayam-saus sambal, Chicken Fighter menyediakan menu yang berbeda dengan saus pedas dan keju.
Bagi Anda penyuka pedas – pedas akan sangat menikmati hidangan Chicken Fighter. Saus pedasnya benar-benar meresap ke kulit dan daging. Selain penyuka pedas, pecinta keju juga akan dimanjakan karena Anda bisa menambahkan keju mozarella. Harganya memang cukup mahal, tapi ini tidak mengherankan karena sifatnya pangsa pasar yang segmented dan sedikit premium.
Oti
Tembalang finest! Sebuah produk lokal khas Tembalang yang tidak dapat ditemui di tempat lain! Saya berpikir sebaiknya setiap rektor Undip, Poltekkes, Polines, Unpand, maupun Politeknik PU mengeluarkan surat edaran yang menyatakan mahasiswanya harus makan fried chicken Oti setidaknya sekali dalam masa kuliah sebagai syarat kelulusan.
Daging ayam Oti besar dan tebal. Kulitnya renyah, luas, dan wajib disisakan untuk dimakan paling akhir. Dan yang menjadi koncian adalah bumbu micin yang diletakkan dalam sebuah wadah pada setiap meja untuk siap ditabur di atas nasi dan ayam seberapapun banyaknya Anda ingin. Harganya sedikit lebih mahal ketimbang Olive, tapi masih cukup untuk bisa makan di akhir bulan. Yang paling unik sebetulnya adalah model tempat makannya yang lebih mirip warung makan biasa di mana ada lesehan dan menggunakan kursi kayu.
KFC
Merk yang satu ini sudah tidak perlu dijelaskan lagi. Ada di mana-mana dan semua orang tahu rasanya. Tapi larang cok! Yang pasti rasanya enak tapi tidak mungkin untuk jadi menu makanan harian, ya kecuali kalau Anda tinggalnya di apartemen belakang KFC Tirto sih.
Baiklah setelah membandingkan 5 fried chicken favorit saya justru tidak menyangka kalau ini akan memakan 750 lebih kata, padahal cuma bahas makanan. Tapi yoweslah kita langsung simpulkan saja.
Apabila Anda punya uang lebih bisa menikmati KFC atau Chicken Fighter, Anda bahkan bisa menjadikannya makanan sehari-hari jika sangu bulanannya diatas 2,5 juta. Jika Anda sedang seret dan ATM Cuma bisa memilih yang keluar uang 50 ribu, maka Olive atau Sabana lebih cocok. Tapi Anda harus haqul yakin kalau apapun yang terjadi juara fried chicken di Tembalang adalah Oti Fried chicken. Rasa enak, daging gede, kulit tidak boleh dimakan duluan, dan harga yang pas saya rasa sudah cukup membuatnya jadi entitas paling khas di Tembalang Raya.
BACA JUGA Lampu Etalase Penjual Fried Chicken Kenapa Selalu Oren ya? ? dan tulisan Valian Aulia Pradana lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.