Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Pygmalion Effect: Guru yang Baik adalah Guru yang Memberi Semangat

Amalia Salsabila oleh Amalia Salsabila
28 Agustus 2020
A A
pygmalion effect guru killer mojok

pygmalion effect guru killer mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Dari dulu saya memang tidak suka guru killer. Oke, banyak orang memang tidak menyukai guru jenis tersebut juga. Tetapi, tidak jarang juga orang-orang yang mendukung dan menyukai guru tersebut. Alasannya kebanyakan karena guru killer ngebuat kita jadi lebih fokus belajar. Atau alasan lain macam mereka membuat mental kita kuat, siap menghadapi kejamnya dunia nyata. Padahal kalau ditelusuri lebih lanjut, orang-orang yang berkata seperti itu belum pernah didamprat secara langsung oleh si guru killer.

Pertama-tama saya mau meluruskan apa yang saya maksud dengan guru killer. Kita semua pasti setidaknya memiliki satu guru jenis ini. Yang suka mengomel, moody, bicara keras dan suka menegur namun dengan cara mencaci muridnya. Itu definisi guru killer bagi saya. Kalau jenis guru yang taat pada aturan dan serius saat belajar tidak termasuk dalam hitungan. Itu memang guru yang baik, bukan killer.

Sejak SMP hingga kuliah, saya memiliki cerita yang berbeda dengan guru-guru jenis ini. Yang paling membekas di pikiran saya adalah waktu SMA. Bagaimana saya dipermalukan di depan teman-teman kelas saya hingga saya menangis tersedu-sedu di bangku saya.

Saya sedari kecil suka membaca–entah itu komik, majalah, cerpen, dan novel. Kecintaan saya pada membaca membuat saya senang menulis. Pada saat SD, saya mulai menulis cerita pendek, lalu beralih ke Wattpad saat SMP yang saat itu lagi hits, dan akhirnya saya menulis di blog dan Tumblr.

Memang tidak ada yang spesial dari tulisan saya. Saya tidak pernah menjuarai lomba tulis apapun kala itu. Saya senang menulis dan saya menulis lalu mempublikasikannya agar banyak dibaca orang. Itu saja.

Namun kejadian saat kelas satu di SMA itu mengubah pandangan saya terhadap diri dan kemampuan saya dalam hal menulis. Saat pelajaran bahasa Indonesia, guru saya—guru killer ini—menugaskan kami membuat sebuah cerita pendek. Tentu saja saya senang, gaweanku, je.

Saya mulai merangka tulisan; mencari topik, memainkan alur di dalam kepala saya, dan membayangkan sifat tokoh dalam cerita. Singkat cerita, tulisan itu selesai sebanyak tiga lembar halaman buku tulis. Saya menyukai hasilnya, saya baca ulang beberapa kali.

Lalu akhirnya hari pelajaran itu pun tiba. Sang guru memerintahkan kami untuk maju satu persatu ke depan kelas, membacakan karya kami. Seingat saya, saya tampil di urutan awal, hasil dari undian.

Baca Juga:

Yamaha 125 ZR dan Trauma Masa Kecil Berkat Guru Bengis Miniatur Hitler

Ketika giliran saya tiba, saya maju ke depan kelas dengan gugup namun percaya diri. Saya membuka cerita pendek itu dengan mengutip sebuah puisi. Lalu dimulailah cerita itu, saya membacanya dengan antusias. Kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf. Hingga akhirnya guru saya tadi memberhentikan saya.

Kemudian hati saya mencelos ketika guru tersebut berkomentar, “Kok aneh ya cerpennya? Memangnya ada yang diawali puisi seperti itu? Lalu ceritanya…” dan blablabla. Saya terlalu panas untuk mendengarnya lebih lanjut.

Begitulah ‘karier’ menulis saya selesai (meskipun hanya sementara). Karena itu, saya mogok menulis, meninggalkan fan-fiction yang tengah saya garap. Tidak aktif di blog apalagi di Tumblr. Saya memang bersikap bodoh sewaktu itu, menelan kritikannya mentah-mentah. Tetapi begitu besar dampak seorang guru terhadap muridnya. Dan saya adalah salah satu korban.

Lalu belakangan ini saya tidak sengaja menonton video tentang efek Pygmalion di YouTube. Dalam video tersebut dinyatakan bahwa Pygmalion effect adalah teori dalam dunia psikologi yang menyatakan bahwa “higher expectations lead to higher performance.” Apa yang kita percayai terhadap diri kita akan mempengaruhi sikap kita dalam melakukan suatu hal dan juga mempengaruhi pandangan orang. Begitu pula kebalikannya, pandangan orang terhadap diri kita secara tidak langsung membuat kita mempercayai hal itu dan berdampak pula terhadap sikap kita.

Pygmalion effect diambil dari nama salah satu pahlawan Yunani, Pygmalion, yang selalu berpikir positif. Sebenarnya Pygmalion effect meggambarkan pikiran positif yang akhirnya akan berbuah positif juga. Namun istilah ini juga digunakan untuk pikiran negatif yang akan berdampak negatif juga pada akhirnya.

Hal ini sering terjadi dalam dunia pendidikan. Video yang saya tonton itu mengilustrasikan bagaimana seorang murid memperoleh hasil yang buruk karena gurunya meragukan kemampuan murid tersebut di hari pertama sekolahnya. Sementara murid lainnya, yang memiliki keahlian lebih, begitu dielu-elukan sang guru hingga akhirnya keahliannya terus meningkat dan dia menjadi yang terbaik.

Saya juga sering melihat kejadian seperti ini di hadapan saya, bagaimana mereka yang butuh bantuan justru semakin jatuh ke dalam lubang. Teman saya pernah disebut “bodoh” secara blak-blakan di depan kelas. Lalu semenjak hari itu dia tidak pernah lagi tampak menonjol dalam kelas. Yang dilakukannya adalah hadir di dalam kelas dan berusaha keras menjadi bayang-bayang, takut kehadirannya disadari dan dikatai lagi.

Jadi apakah menurut saya guru killer—yang suka merendahkan muridnya—membantu dalam hal pembelajaran? Menurut saya tidak. Apakah itu dapat meningkatkan motivasi murid untuk menjadi lebih baik? Saya pikir juga tidak. Ada beberapa murid yang tangguh, namun tidak semua begitu.

Bagaimana dengan anggapan “mereka membuat mental kita kuat, siap menghadapi kejamnya dunia nyata”? Halah, omong kosong. Seharusnya guru itu yang membantu anak-anak membangun mimpinya, bukan malah menghancurkannya.

Bagaimana mereka siap menghadapi dunia nyata ketika dunia yang mereka pijaki sudah hancur? Menurut saya lebih baik berikan murid berbagai pujian dan semangat. Buat mereka percaya dengan eksistensi mereka, barulah mereka siap menghadapi dunia dengan penuh percaya diri.

BACA JUGA Pareidolia dan Dugaan Gambar Salib di Logo HUT RI atau tulisan lainnya di Terminal Mojok.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 27 Agustus 2020 oleh

Tags: guru killerpygmalion
Amalia Salsabila

Amalia Salsabila

Suka membaca dan menonton ulang film dan buku yang seru.

ArtikelTerkait

Yamaha 125 ZR MOJOK.CO

Yamaha 125 ZR dan Trauma Masa Kecil Berkat Guru Bengis Miniatur Hitler

26 Juli 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025
6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.