Ramadhan, selain dirindukan karena bulan mencari pahala, juga kerap dirindukan karena banyaknya orang menjajakan makanan. Dari segala kuliner yang tersedia di masa Ramadhan, es degan adalah primadona. Meski es degan tersedia setiap waktu, tapi bulan Ramadhan adalah puncak di mana es tersebut terasa lebih menggugah. Makanya jangan sambat kalau harganya naik. Mahalan mana sih sama skincare, elah.
Sebagai bakul es degan, saya ingin bercerita suka duka jualan es degan. Sukanya jelas ya, kalau laku. Nah, saya mau cerita dukanya.
Pada dasarnya jualan es degan itu gampang -gampang susah.gampangnya kalau sudah laris dan punya pelanggan.karena pesaingnya juga banyak di jaman now,ada es oyen,es kepal milo,teh tahiland,es tebu.tentunya harganya bersaing.
Jualan es degan, pada dasarnya gampang-gampang susah. Gampangnya kalau udah laris, ya iyalah. Jualan es ini, kalau sampai laris berarti berkah. Karena di jaman sekarang, banyak sekali orang berjualan berbagai macam es. Ada es oyen, es kepal milo, Thai tea, es tebu, dan eS.Pd.
Lucu nggak? Mbok lucu toooo.
Susahnya pas kulakan degan ini di pasar,kalau belum langganan bakal di jerat dengan harga mahal,bisa sampai 7000 untuk satu kelapa.perlu kalian ketahui kelapa ada dua.kelapa yang masih muda mengandung air yang banyak dan daging kelapanya lembut sekali sedangkan yang degan tua itu airnya sedikit dan daging kelapanya tebal sekali.
Susahnya adalah kalau sedang kulakan. Kalau nggak langganan, pedagang bisa ngejual harga nggak masuk akal. Perlu kalian ketahui, ada dua jenis kelapa. Kelapa yang satu adalah kelapa muda, airnya banyak dagingnya lembut. Nah itu yang sering dijadiin bahan dasar es degan. Kalau kelapa jenis satunya adalah kelapa tua, airnya dikit, dagingnya tebel, ngeyelan.
Sebagai penjual, harus pinter-pinter memilah mana kelapa muda mana kelapa tua. Kalau sampai salah, bisa rugi besar. Yang harusnya satu kelapa untuk satu gelas, kalau keliru bisa dua kelapa satu gelas. Ha rugi, Bwosss.
Saya yang berprofesi satpam, sering membantu Bapak kulakan kelapa. Kendala utama dalam kulakan—selain memilih kelapa—adalah transportasinya. Saya sering kulak kelapa dengan motor. Sering kali dalam perjalanan, satu-dua kelapa ngglinding di jalan.
Suatu kali, saya pernah kulak kelapa ke luar kota. Saya beli sekitar 500 kelapa, diangkut dengan pick up. Harganya sih murah, tapi nggak bisa milih. Nah itu masalahnya. Ya kalau 80 persen dari kelapa tersebut aman-aman saja, itu bisa dikatakan untung. Lha kalau ternyata meleset? Remuk bakule rambak.
Selain kulakan, hal yang bikin dagang es degan susah adalah perkara limbah. Limbah-limbah kelapa itu nggak segampang itu dibuang. Mau dibuang ke tempat sampah milik RT kok ya ntar bikin bau. Mau dibuang ke TPA kok ya abot.
Maka dari itu, banyak yang memanfaatkan limbahnya dengan dibersihkan dahulu lalu ditumpuk. Makin tinggi tumpukannya, berarti warung tersebut (terlihat) laris. Tumpukan batok kelapa itu lah yang jadi daya tarik.
Jualan es degan pun nggak luput dari perang harga. Satu kelapa saja harganya bisa tujuh ribu rupiah. Kita jual es satu gelas itu delapan ribu rupiah, kalau masuk itungan ekonomi kita nggak untung sebenernya. Lah udah kayak gitu, ada pedagang jual segelas lima ribu. Ha pembeli ya lari ke lapak lain. Selain hal itu nggak etis, hal itu bisa ngerusak pasar,
Saya nggak tahu ya dia kulak kelapa berapa. Mungkin aja dia time travel ke jaman Pak Harto, kelapa jaman itu harganya nggak nyampe seribu mungkin. Tapi terlepas berapa dia kulakan, mbok ya tolong banget jangan sampai rusak pasar.
Saya pernah sih nyoba nyari tahu kenapa mereka bisa jual semurah itu. Oknum (inget, oknum ya) tersebut mencampur air degan dengan air putih. Pantes murah, wong diakali. Ah ini mah udah nggak jujur, merusak pasaran.
Tapi oknum kayak gitu biasanya nggak bertahan lama sih. Begitu tau rasanya yang acakadut, pembeli pasti ogah beli. Pusingnya nih, kalau lari dari lapak itu doang nggak masalah. Lha kalau njuk generalisir semua bakul kayak gitu yang susah.
Pembeli kadang ingin dilayani secara cepat. Nah ini adalah salah satu dukanya. Kan kalau kita motong kelapa itu kan pakai arit yang tajamnya pake banget. Kalau kita cuma mentingin cepet dan nggak hati-hati, yang kepotong nggak hanya kelapa, tapi tangan ikut kepotong. Kecelakaan kerja memang risiko, tapi mbok ya tolong sabar to L
Padahal limbah kelapa tersebut sudah berhari- hari dan sengaja untuk di kumpulkan dan disajikan sebagai pemasaran es degan.asal jangan perang harga saja.di daerah saya ada jualan es degan 5000 gelas besar.
Itulah suka duka jualan es degan yang sudah saya alami beberapa lama ini. Kuliner ini memang nggak ada matinya, dan berlipat ganda. Masa pandemi gini, kita bisa ngembangin es degan dengan cara online. Kalian tertarik jualan es degan? Yakin?
BACA JUGA Teror Andong Pocong di Sidoarjo.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.