Dinamika klub-klub besar Liga Inggris akhir-akhir ini ternyata memiliki beberapa persamaan dengan nasib, gerakan sosial, karakteristik, dan cita-cita beberapa ormas Islam di Indonesia. Berikut ini persamaannya klub Inggris dengan ormas Islam di Indonesia yang harus kalian ketahui:
Liverpool dan NU
Liverpool, yang memenangi beberapa turnamen akhir-akhir ini, memiliki nasib yang kebetulan sama dengan ormas Islam NU beberapa dekade lalu. Liverpool yang berjaya sebelum era Premier League, tiba-tiba menjadi klub medioker dari tahun 90-an hingga awal tahun 2000-an. Bahkan harus puasa gelar selama 30 tahun.
Hal ini hampir sama dengan yang dialami oleh NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia. NU yang berjaya di masa pra-kemerdekaan hingga Orde Lama, karena selalu dekat dengan penguasa, tiba-tiba menjadi ormas Islam pesakitan di era Orde Baru, dan dimusuhi oleh pemerintah pada waktu itu. Gerak-gerik NU selalu diawasi oleh pemerintah hingga tidak pernah mendapatkan tempat di selama 30-an tahun.
NU mulai bangkit ketika Orde Baru runtuh, yaitu ketika pada 1999, saat Gus Dur sebagai simbol NU di pemerintahan berhasil menduduki kursi Presiden, meskipun singkat saja.
Di tengah ancaman disintegrasi bangsa, wilayah-wilayah di Indonesia terjadi konflik horizontal. Gus Dur berhasil menjaga persatuan bangsa di era Reformasi. Dengan gegenpresing-nya, yaitu mendatangi pihak-pihak yang bertikai untuk mendamaikannya, khususnya di Indonesia Timur, di mana selama puluhan tahun belum ada satu pun presiden yang pernah mendatangi mereka–bahkan pengaruhnya masih terasa sampai sekarang.
Mirip Liverpool dengan gegenpressing-nya. Berkat cara itu, mereka berhasil meraih “mahkota juara” yang dinantikan selama 30 tahun. Liverpool juga berhasil meraih simpati dunia setelah juara di tengah pandemi.
Hal semacam ini tidak pernah dialami oleh MU ketika meraih juara Premier League, di mana saat meraih juara, justru banyak fans klub yang lain tidak simpati, tetapi membuat lebih membencinya, karena mereka bermain jelek pun tetap juara. Eits, itu dulu karena masih ada Howard Webb dan Sir Alex Ferguson.
Manchester City dan Manhaj Salafi
Manchester City, ketika diakuisisi oleh Syekh Mansour pada 2007 menjadi klub yang melanggengkan purifikasi industri sepak bola sebagai bisnis olahraga. Yaitu dengan menjadikan Manchester City sebagai bisnis olahraga dengan menginvestasikan dana besar-besaran untuk mengangkat prestasi klub dan membranding klub sebagai salah satu klub besar yang baru lahir. Langkah ini diikuti PSG.
Klub yang dahulunya berjiwa medioker dan tidak memiliki basis fans, tiba-tiba mampu mengusik “tetangganya” yang katanya memiliki sejarah “panjang” di Liga Inggris. Dengan mengubah kota Manchester dengan warna biru langit. Bahkan City menguasai Liga Inggris dalam beberapa dekade terakhir.
Menjadi prestasi dan kekuatan tersendiri ketika bisa mendapatkan Pep Guardiola sebagai managernya. City, justru semakin lebih kuat dan semakin dikenal sebagai klub sepakbola yang memiliki identitas ball-posision. Menggeser Arsenal sebagai klub Liga Inggris yang memiliki ciri khas tersebut.
Hal ini hampir mirip dengan ormas Islam Manhaj Salafi (baca: Orang NU menyebutnya Wahabi) di Indonesia. Manhaj Salafi memang ormas Islam yang tidak memiliki pengikut yang besar seperti NU dan Muhammadiyah. Namun, Manhaj Salafi selalu memiliki pengikut yang “kualitas” pengaruhnya cukup besar. Seperti para artis, dan public figure lainnya, sehingga wajah Islam Indonesia di dunia pertelevisian dan dunia maya justru diramaikan oleh pembelajaran Islam ala Manhaj Salafi ini.
Bukan hanya itu, ormas Islam Manhaj Salafi ini benar-benar menjadi “tetangga yang berisik” bagi ormas Islam lain. Tidak jarang, secara langsung mendakwahkan ”pentingnya” berislam seperti Nabi dan para Sahabatnya (baca: purifikasi ajaran agama Islam).
Sehingga hanya mempercayai Al-Quran dan Hadis yang wajib sebagai rujukan dalam beragama. Selain itu, praktik-praktik keagamaan yang tidak ada dalil dan tuntunannya di Al-Quran dan Hadis adalah bid’ah, dan dilarang oleh agama Islam.
Ormas Islam Manhaj Salafi dengan gelontoran dana yang cukup besar dari negeri Arab, cukup sukses mengkampanyekan ajarannya dengan mendirikan beberapa lembaga pendidikan yang cukup besar. Mereka gencar mendakwahkan ajarannya melalui TV serta website yang ternyata cukup digemari masyarakat Indonesia. Beberapa kali survei oleh alexa.com dilakukan, justru website dengan afiliasi Manhaj Salafi inilah yang paling sering diakses oleh masyarakat Indonesia.
Arsenal dan HTI
Kalau salah satu klub yang memiliki persamaan dengan ormas Islam “terlarang di Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)” adalah Arsenal. Glorifikasi para fansnya atas prestasi “the invicible team” selalu menjadi kebanggaan tersendiri. Sebagaimana glorifikasi HTI dengan masa kejayaan kekhalifahan Islam masa yang lalu.
Mereka dikenal sebagai klub yang selalu mempertahankan “ideologi” (baca: identitas) klubnya. Menguasai permainan, dan bermain indah, akan tetapi yang didapatkan adalah “onani kemenangan”. Selalu kalah atau seri ketika bermain dengan klub yang di atas kertas harusnya bisa menang.
Lihat saja sudah beberapa kali Arsenal mengecewakan penggemarnya sendiri, dengan membuang kesempatan untuk memenangkan pertandingan dan meraih poin maksimal hanya karena atas nama menjaga “ideologi” permainan klub.
Kondisi ini hampir sama dengan HTI yang ingin membawa ideologi Islamisnya untuk mewujudkan “khilafah Islamiyah” (baca: sistem pemerintahan Islam) yang utopis. Anehnya, HTI selalu mendeklarasikan diri sebagai ormas Islam, bukan partai politik yang berbasis Islam padahal mereka secara politik ingin berkuasa.
Hal ini bisa disebut sebagai “onani kekuasaan”, mereka ingin berkuasa tetapi tidak secara konstitusional, bahkan cenderung menentang cara-cara yang konstitusional hingga akibatnya mereka dibubarkan oleh pemerintah. Di sepanjang sejarahnya di Indonesia, mereka selalu gagal untuk mendaftarkan diri sebagai partai politik karena tidak memenuhi persyaratan.
Manchester United dan Islam KTP
Ormas Islam KTP ini memang tidak ada, tetapi jika hendak mendirikan ormas Islam ini, saya yakin pengikut ormas Islam yang lainnya akan berkurang drastis. Hal ini karena jumlah pengikut aliran Islam KTP ini justru lebih besar daripada pengikut ormas Islam lainnya.
Mereka tidak salat, tidak bisa mengaji, tidak mampu berdakwah dengan dalil, tidak memiliki AD/ART yang islami, bahkan cenderung sinkretis. Namun, mereka memiliki cita-cita yang sama dengan ormas Islam lain, yaitu masuk surga.
Ormas Islam KTP ini merupakan gejala sosial yang mengharuskan penduduk Indoensia mencantumkan agama di KTP-nya. Karena memiliki previllage tersendiri, maka agama Islam yang mereka jadikan pilihan sebagai isian di kolom KTP. Bahkan pengikut “Islam KTP” ini bisa menjadi NU, Muhammadiyah, Salafi, dan HTI dalam waktu yang bersamaan. Yang terpenting bagi mereka adalah tetap aman dari penindasan dan tetap eksis.
Jika melihat klub Liga Inggris yang bersifat demikian, sangat lekat dengan MU. Mereka memiliki fans terbesar di dunia. Tetapi loyalitas yang dimiliki oleh fansnya sangat rendah, mereka bisa menjadi fans Chelsea, City, bahkan Leicester City secara bersamaan asalkan bukan Liverpool. Mereka hanya akan muncul ketika MU meraih kemenangan, dan tenggelam tanpa jejak ketika mengalami kekalahan.
Seperti aliran Islam KTP, MU sebagai klub tidak pernah memiliki identitas yang dapat dibanggakan, selain jumlah piala yang mereka dapatkan. Karena sepanjang sejarah MU bermain di Liga Inggris tidak ada identitas (baca: filosofi) permainan yang patut dibanggakan dan dipertahankan. Hal yang paling diingat oleh para penggemar sepak bola, yaitu “mereka bermain jelek, tetapi bisa juara”, ya karena ada invisible hand yang membantunya.
Sadar nggak sih, ada klub besar Premier League dan ormas Islam yang hilang? Ssst, yang jelas bukan bukan Totenham. Hehehe…hayo coba tebak klub dan ormas apa? Petunjuk: warna kebanggaannya sama.
BACA JUGA Mengapa Lulusan Fakultas Filsafat UGM Bisa Sukses Nyaris di Segala Bidang? dan tulisan Mubaidi Sulaeman lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.