Dulu waktu memutuskan masuk jurusan Ekonomi Pembangunan, saya pikir ini jurusan yang bakal ngajarin cara menghitung uang, bikin laporan keuangan, atau mungkin cara jadi pengusaha sukses. Bayangan simpelnya, belajar ekonomi pasti identik sama angka-angka, kalkulator, dan Excel. Pokoknya yang berbau itung-itungan matematis gitu deh. Karena saya suka itung-itungan jadi memilih jurusan ini.
Ternyata? Oh ternyata saya salah besar.
Begitu masuk semester pertama, ekspektasi langsung hancur lebur. Yang ada malah disodorin materi tentang kebijakan pemerintah, teori-teori ekonomi yang bikin kepala pengen meledak, dan grafik-grafik aneh yang nggak ada habisnya. Itung-itungan memang ada, tapi porsinya jauh lebih kecil dibanding yang saya bayangkan. Sisanya? Analisis kebijakan, pemahaman konsep, dan hafalan teori yang bejibun.
Kalau kamu juga mikir Ekonomi Pembangunan itu cuma soal angka dan kalkulator, siap-siap kecewa. Ini dia realitas jurusan Ekonomi Pembangunan yang jarang diceritain orang.
Kebijakan, kebijakan, dan kebijakan lagi, menu utama jurusan Ekonomi Pembangunan
Hal pertama yang langsung bikin shock adalah ternyata jurusan Ekonomi Pembangunan ini lebih banyak bahas kebijakan daripada itung-itungan. Mulai dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kebijakan perdagangan internasional, sampai kebijakan pembangunan daerah. Semuanya harus dipahami, dianalisis, dan dikritisi.
Bayangin aja, satu mata kuliah bisa ngebahas puluhan kebijakan pemerintah dari zaman Orde Baru sampai sekarang. Kita harus paham kenapa kebijakan A gagal, kenapa kebijakan B berhasil, dan apa dampaknya ke masyarakat. Belum lagi harus baca artikel, jurnal, dan berita ekonomi politik yang nggak ada habisnya.
Dosen saya sering banget nanya, “Menurut kalian, kebijakan ini efektif nggak? Kenapa? Jelaskan dengan teori ekonomi yang sudah kalian pelajari!” Terus kita disuruh presentasi, debat, dan nulis paper panjang lebar. Kepala rasanya pengen pecah.
Yang bikin tambah pusing, kebijakan ekonomi itu nggak hitam putih. Nggak ada jawaban yang bener-bener benar atau salah. Semua tergantung sudut pandang, konteks, dan teori mana yang dipakai. Jadi kita harus bisa argumen dengan baik, pake data, dan logika yang kuat. Kalau cuma ngandelin feeling atau asal nyerocos, langsung dibantai sama dosen dan temen-temen. Inilah hal-hal yang kalian akan temui di jurusan Ekonomi Pembangunan, setiap harinya.
Grafik ekonomi mikro yang bikin mata juling
Terus ada lagi materi di jurusan Ekonomi Pembangunan yang bikin saya trauma adalah grafik-grafik ekonomi mikro. Oh Tuhan, grafiknya itu banyak banget dan ribet semua. Ada kurva permintaan dan penawaran, kurva indiferen, kurva biaya, kurva utilitas, dan masih banyak lagi yang namanya aja susah diinget.
Nggak cukup cuma hafal bentuknya, kita juga harus paham maksudnya apa, gimana cara bacanya, dan apa implikasinya dalam kehidupan nyata. Belum lagi kalau grafiknya bergeser-geser atau ada perubahan variabel. Kita harus bisa jelasin kenapa kurva A geser ke kanan, kenapa kurva B turun, dan apa artinya buat konsumen atau produsen.
Yang lebih nyebelin, dosen saya suka banget ngasih soal yang nggak persis kayak contoh di buku. Jadi kita harus bisa improvisasi dan nerapin konsep yang udah dipelajari ke kasus-kasus baru. Kalau cuma ngandelin hafalan, dijamin langsung jebol. Udah mulai pusing dengan jurusan Ekonomi Pembangunan?
Penawaran dan permintaan: konsep simpel yang ternyata kompleks
Salah satu konsep paling dasar di jurusan Ekonomi Pembangunan adalah hukum penawaran dan permintaan. Kedengarannya simpel kan? Kalau harga naik, permintaan turun. Kalau harga turun, permintaan naik. Gampang banget.
Tapi tunggu dulu. Begitu masuk lebih dalam, ternyata konsep ini kompleks banget. Ada elastisitas permintaan, elastisitas silang, elastisitas pendapatan, dan berbagai faktor lain yang mempengaruhi. Terus ada juga barang normal, barang inferior, barang substitusi, barang komplementer, dan masih banyak lagi klasifikasinya.
Kita harus bisa hitung elastisitasnya pake rumus, interpretasikan hasilnya, dan kasih rekomendasi kebijakan berdasarkan angka itu. Misalnya, kalau elastisitas permintaan barang X itu inelastis, artinya pemerintah bisa menaikkan pajak tanpa terlalu menurunkan konsumsi. Tapi kalau elastis, kenaikan pajak justru bisa bikin permintaan turun drastis.
Belum lagi kalau dimasukkin faktor-faktor lain kayak perubahan teknologi, perubahan selera konsumen, atau guncangan ekonomi global. Analisisnya jadi tambah ribet dan nggak sesimpel yang kita pikir.
Semuanya tentang ekonomi: dari mikro sampai Islam
Masalah terbesar dari jurusan Ekonomi Pembangunan adalah cakupan materinya yang absurd luasnya. Serius, ini jurusan yang literally ngebahas SEMUA hal tentang ekonomi. Dari yang paling kecil sampai yang paling gede. Dari yang konvensional sampai yang berbasis agama. Semuanya.
Ekonomi Mikro jadi mata kuliah wajib yang bikin kepala pusing di semester awal. Di sini kita belajar perilaku konsumen yang katanya rasional (padahal di dunia nyata jarang ada konsumen yang bener-bener rasional). Kita juga belajar gimana perusahaan menentukan harga, produksi optimal, dan struktur pasar. Monopoli, oligopoli, persaingan sempurna, semuanya dibahas sampai detail banget. Belum lagi teori utilitas, kurva indiferen, dan budget constraint yang bikin mata juling.
Terus berlanjut ke Ekonomi Makro yang bahasannya naik level. Kalau Ekonomi Mikro fokus ke individu dan perusahaan, Ekonomi Makro membahas ekonomi negara secara keseluruhan. Inflasi kenapa bisa terjadi, pengangguran gimana cara nguranginnya, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi faktor apa aja, semuanya dikuliti abis. Kita juga harus paham kebijakan fiskal (urusan APBN dan pajak) sama kebijakan moneter (urusan Bank Indonesia dan suku bunga). Dua-duanya ribet dan penuh istilah teknis yang susah diinget.
Ekonomi Internasional juga nggak kalah bikin pusing. Di sini kita belajar kenapa negara-negara saling berdagang, teori keunggulan komparatif, neraca pembayaran, sampai krisis nilai tukar. Kita juga harus paham organisasi internasional kayak WTO, IMF, World Bank, dan perannya dalam ekonomi global. Belum lagi isu-isu kontemporer kayak perang dagang, sanksi ekonomi, dan dampak globalisasi. Pokoknya kita harus jadi ekonom yang berwawasan internasional, nggak cuma ngerti ekonomi dalam negeri doang.
Semuanya tentang ekonomi: dari mikro sampai Islam (part 2)
Lanjut ke Ekonomi Publik yang fokusnya ke peran pemerintah dalam ekonomi. Di sini kita membahas kenapa pemerintah perlu campur tangan, apa itu public goods, externalities, dan market failure. Terus ada juga pembahasan tentang sistem perpajakan, mulai dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, sampai pajak daerah. Kita harus bisa menganalisis apakah kebijakan pajak tertentu adil atau nggak, efisien atau nggak, dan dampaknya ke masyarakat gimana. Debat soal pajak itu nggak ada habisnya dan selalu jadi topik panas.
Nah, kalau kampusnya berbasis Islam atau punya program studi khusus, bakal ada Ekonomi Islam juga. Ini menarik tapi sekaligus challenging. Kita belajar sistem ekonomi yang berdasarkan prinsip syariah. Mulai dari konsep riba dan kenapa dilarang, sistem bagi hasil dalam perbankan syariah, zakat sebagai instrumen distribusi kekayaan, sampai konsep maqashid syariah dalam ekonomi. Yang bikin tricky, kita harus bisa bandingkan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi konvensional, plus analisis implementasinya di dunia nyata yang nggak selalu mulus.
Semuanya tentang ekonomi: dari mikro sampai Islam (part 3)
Tapi tunggu, belum selesai. Masih ada sederet mata kuliah ekonomi lainnya di jurusan Ekonomi Pembangunan yang nggak kalah bikin overwhelmed. Ada Ekonomi Regional yang membahas ketimpangan pembangunan antar wilayah dan gimana cara memeratakan pembangunan. Ada Ekonomi Sumber Daya Alam yang fokus ke pengelolaan sumber daya yang sustainable. Lalu, ada Ekonomi Industri yang membahas struktur industri, persaingan usaha, dan regulasi. Ada Ekonomi Pertanian yang spesifik ke sektor pertanian yang katanya jadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
Belum lagi mata kuliah kayak Ekonomi Moneter, Ekonomi Koperasi, Ekonomi Kesehatan, Ekonomi Pendidikan, bahkan ada Ekonomi Lingkungan. Pokoknya segala aspek kehidupan yang bisa dikaitin sama ekonomi, pasti ada mata kuliahnya.
Akibatnya, mahasiswa jurusan Ekonomi Pembangunan harus jadi generalist super. Harus tau sedikit-sedikit tentang SEMUA cabang ekonomi tapi nggak terlalu expert di satu bidang spesifik. Jadi kayak jack of all trades, master of none. Di satu sisi sih ini bagus karena kita punya wawasan yang luas dan bisa diskusi berbagai topik ekonomi. Tapi di sisi lain, kadang kerasa kayak nggak punya keahlian spesifik yang bener-bener jago. Enak-enak susah sih sebenernya.
Itung-itungan tetap ada, tapi bukan yang utama di jurusan Ekonomi Pembangunan
Jangan salah, itung-itungan tetap ada di jurusan Ekonomi Pembangunan. Ada mata kuliah Statistika Ekonomi, Ekonometrika, dan Metode Penelitian Kuantitatif yang bakal ngajarin cara mengolah data pakai software seperti SPSS, Stata, atau EViews.
Tapi itung-itungan di sini bukan kayak akuntansi yang ngitung debit kredit atau kayak matematika murni yang ngitung kalkulus rumit. Itung-itungan di Ekonomi Pembangunan lebih ke arah analisis data dan interpretasi hasil statistik.
Misalnya, kita dikasih data pertumbuhan ekonomi 10 tahun terakhir. Terus kita harus olah pake regresi buat cari tau faktor apa aja yang ngaruh ke pertumbuhan ekonomi. Hasil regresinya harus diinterpretasikan dengan benar dan dikaitkan sama teori ekonomi.
Jadi meskipun ada itung-itungannya, tetap aja ujung-ujungnya balik lagi ke analisis dan pemahaman konsep. Nggak bisa cuma ngandelin keahlian matematika doang.
Prospek kerja yang luas tapi harus jago adaptasi
Meskipun materinya bikin pusing dan nggak sesuai ekspektasi awal, jurusan Ekonomi Pembangunan sebenernya punya prospek kerja yang luas. Lulusannya bisa kerja di berbagai sektor, mulai dari pemerintahan (Bappeda, BPS, Kementerian), perbankan, lembaga keuangan, konsultan ekonomi, NGO, sampai lembaga penelitian.
Tapi karena sifatnya yang generalist, lulusan Ekonomi Pembangunan harus jago adaptasi. Harus siap belajar hal baru lagi kalau mau masuk ke bidang tertentu. Misalnya kalau mau kerja di perbankan, harus belajar lagi tentang produk-produk perbankan. Kalau mau jadi analis ekonomi, harus upgrade skill data analysis dan belajar tools yang lebih advance.
Intinya, jurusan ini ngasih fondasi yang kuat tentang pemikiran ekonomi, tapi kita harus tetap proaktif mengasah skill spesifik sesuai karir yang diinginkan.
Jadi, masih tertarik masuk jurusan Ekonomi Pembangunan?
Kalau kamu mikir Ekonomi Pembangunan itu jurusan yang cuma ngitung-ngitung doang, mending pikir ulang. Jurusan ini lebih banyak tentang memahami kebijakan, menganalisis teori ekonomi yang kompleks, dan berpikir kritis tentang isu-isu pembangunan.
Tapi kalau kamu suka diskusi, debat, analisis, dan tertantang buat paham gimana ekonomi suatu negara bekerja, jurusan ini cocok banget buat kamu. Yang penting, siapkan mental buat bertemu dengan grafik-grafik ekonomi mikro, hafalan teori yang banyak, dan tugas-tugas analisis kebijakan yang bikin kepala pusing tujuh keliling!
Penulis: Alifia Putri Nur Rochmah
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

















