Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Derita Pejalan Kaki di Surabaya: Sudah Dipanggang Matahari, Masih Tak Punya Ruang untuk Menapak Kaki

Chusnul Awalia Rahmah oleh Chusnul Awalia Rahmah
4 November 2025
A A
Orang Surabaya Ramah terhadap Pejalan Kaki, tapi Kotanya Tidak

Orang Surabaya Ramah terhadap Pejalan Kaki, tapi Kotanya Tidak (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Surabaya mengalami banyak sekali perubahan. Bukan hanya pada satu titik, nggak sedikit aspek-aspek di Ibu Kota Jawa Timur ini yang terus berinovasi sejalan arus urbanisasi. Salah satu yang paling terlihat adalah masifnya pengadaan transportasi pulik. Saat ini bukan cuma angkot, banyak moda transportasi umum lain yang dapat dijadikan pilihan.

Yang paling mengundang perhatian tentu saja ada bus-bus bercat merah mulai dari Suroboyo Bus hingga Trans Semanggi. Belum lagi wira-wiri transportasi dengan armada Hiace yang ekspansi rutenya lebih mendetail. Atau juga shuttle dengan sebutan DayTrans yang saat ini terus beroperasi. Sayangnya, ada satu hal yang cukup saya sayangkan setelah beberapa kali berkelana menggunakan transportasi publik tersebut. Apalagi kalau bukan soal jalur pejalan kaki.

Di Kota Pahlawan ini, pejalan kaki rasa-rasanya jadi kaum marjinal yang nggak punya cukup ruang. Setelah turun bus misalnya, untuk jalan ke gang selanjutnya saja udah pressure abis. Soalnya, banyak mobil yang udah pencetin klakson supaya kita nggak nyeberang dulu. Dahlah, belakangan saja.

Kalau kata Bourdieu atau Marx, ya bagaimana lagi. Kaum marjinal nggak punya akses langsung terhadap modal dominan. Anjay.

Hampir nggak ada jalur pejalan kaki di Surabaya, syukur ada trotoar

Satu waktu, saya sempat berkelana menaiki salah satu bus transportasi publik di Surabaya. Rutenya dimulai dari halte bus Purabaya, tapi, perjalanan tersebut berakhir di perempatan Kertajaya, padahal tujuan akhir saya Kampus Unair C. Sebab, harus berpindah armada di jalur seberang. Harus 2 kali naik.

Nahasnya, armada di jalur tersebut masih sangat minim, dan estimasi yang diberikan aplikasi adalah 35 menit. Padahal kalau jalan kaki, bisa hanya 15 hingga 20 menit.

Ya sudah, saya dan seorang kawan memutuskan melintasi jarak 2 kilometer dengan berjalan kaki. Yang nyebelin, nggak ada ruang untuk pejalan kaki di area tersebut. Jalur yang kami lintasi sejatinya adalah pekarangan ruko atau rumah besar orang lain. Baru deh sekitar 150 meter sebelum perempatan Unair C, ada sedikit trotoar.

Belum lagi penyebrangan yang sama sekali nggak mendukung. Keburu mobil-mobil berebut mengambil posisi paling depan, ngebut kencang. Hal yang sama juga terlihat di berbagai bus stop. Contohnya saja, tiga bus stop di depan kampus saya bahkan adalah jalan umum. Sama sekali nggak ada jalur kecil apalagi trotoar untuk turun. Tepat di depan pagar besi Telkom University yang digunakan untuk membatasi got besar.

Baca Juga:

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

Kalau kata Marx dan Bourdieu, wajib ngakalin ruang

Berjalan kaki di Surabaya bukan sekadar soal niat sehat atau hemat ongkos, tapi juga soal strategi bertahan hidup di ruang kota yang beragam ini.

Di beberapa titik, jalur pejalan kaki nyaris nggak eksis, membuat para pejalan kaki harus hafal jalur-jalur alternatif yang sejatinya bukan jalur resmi. Entah pekarangan ruko, bahu jalan yang menyempit, bahkan kadang potongan gang tertentu.

Kalau dianalogiin dari segi sosiologis,  di Surabaya, pejalan kaki bukan sekadar pengguna jalan. Mereka ini jadi aktor yang tak diakui sistem. Beuh. Mirip proletariat versi urban, pejalan kaki nggak punya “alat produksi” berupa jalur aman atau trotoar yang layak.

Dalam logika Bourdieu, modal mereka, yaitu sepatu, niat sehat, dan kesadaran lingkungan, nggak cukup tuh untuk mendapat legitimasi ruang.

Maka, mereka harus pintar-pintar “ngakalin” kota: menyusuri bahu jalan, melompati got, atau menumpang pekarangan orang demi sampai tujuan. Sistem transportasi dan tata ruang seolah cuma mengakomodasi yang bermotor, yang punya kuasa, yang dianggap sah. Sementara pejalan kaki? harus jadi kreatif karena sistem nggak sepenuhnya menganggap mereka ada.

Jadi, itulah penderitaan jadi pejalan kaki di Surabaya. Seakan tak cukup dipanggang matahari yang seakan begitu dekat, mereka harus berbagi ruang dengan kendaraan, dan kadang, menyerahkan nasib pada mereka-mereka yang cukup sadar untuk tidak menabrak mereka.

Penulis: Chusnul Awalia Rahmah
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Katanya Surabaya Surga para Pejalan Kaki, tapi Kenyataannya seperti Neraka

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 4 November 2025 oleh

Tags: jalur pejalan kaki di surabayapejalan kakiSurabayatransportasi umumtrotoar di surabaya
Chusnul Awalia Rahmah

Chusnul Awalia Rahmah

Seorang mahasiswa yang senang berimaji.

ArtikelTerkait

4 Alasan Orang Malas Naik Transportasi Umum di Jabodetabek

4 Alasan Orang Malas Naik Transportasi Umum di Jabodetabek

14 November 2019
Surabaya Lebih Jago Memanfaatkan Jembatan Suramadu daripada Bangkalan Madura Mojok.co

Surabaya Lebih Jago Memanfaatkan Jembatan Suramadu daripada Bangkalan Madura

14 April 2024
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Mempertanyakan Keputusan Trans Jatim yang Merugikan Penumpang dan Menghapus Komentar yang Mengkritiknya Mojok.co

Mempertanyakan Keputusan Trans Jatim yang Merugikan Penumpang dan Tidak Ada Kejelasan

27 November 2023
Bertahun-tahun Merantau di Kediri Bikin Saya Sadar, Nggak Semua Orang Cocok Hidup di Daerah Ini Mojok.co surabaya

Bagi Mahasiswa Asal Surabaya yang Merantau ke Kediri, Catat 3 Hal Ini agar Kalian Tidak Menderita Selama (Setidaknya) 4 Tahun di Kota Ini

16 September 2024
Tidak Ada yang Salah dengan Merantau ke Kota Kecil terminal mojok.co

Cerita Ketika Bepergian: Berangkat Terasa Lebih Lama, Pulang Terasa Lebih Cepat

25 September 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.