Ketika mendengar kata kos putri, orang sering membayangkan suasana rapi, wangi, dan penuh kesopanan. Anggapan itu memang manis, tetapi tidak selalu sama dengan kenyataan. Seorang teman saya pernah bercerita tentang pengalamannya selama tinggal di sebuah kos putri. Kisah itu membuat saya sadar bahwa tinggal di kos bukan hanya soal punya tempat tidur dan meja belajar. Ada drama kecil yang kadang bisa membuat kepala pening, meski sebenarnya semua itu hanyalah ulah segelintir orang.
Teman saya selalu menekankan bahwa ia tidak berniat menjelekkan siapa pun. Yang ia alami hanyalah potongan pengalaman hidup yang barangkali juga dialami oleh banyak penghuni kos di tempat lain. Pelakunya pun bukan semua penghuni, hanya oknum yang kebetulan membuat suasana jadi terasa rumit. Teman saya bijak sekali. Tumben.
#1 Pembalut di kloset kos putri adalah bencana
Salah satu hal yang ia ceritakan tentang kos putri dengan nada jengkel adalah soal kamar mandi. Suatu hari, ia hendak menggunakan WC tetapi menemukan airnya meluap. Setelah dicek, ternyata ada yang membuang pembalut begitu saja ke dalam kloset. Masalah seperti ini memang terdengar sepele, tetapi dampaknya luar biasa merepotkan. Air mampet, bau menyebar, dan penghuni lain harus ikut menanggung akibatnya.
Teman saya sampai heran kenapa ada orang yang berpikir bahwa WC adalah tempat sampah serbaguna. Padahal di dekatnya sudah tersedia bak kecil khusus untuk membuang pembalut. Ia tidak pernah tahu siapa pelakunya, tapi setiap kali kejadian itu terulang, ia selalu merasa kesal. Dan yah, drama begini membuatnya belajar soal hidup bersama orang lain berarti harus siap dengan kebiasaan yang tidak selalu sesuai dengan logika.
#2 Alat masak nggak dibersihkan
Masalah lain yang cukup sering muncul di kos putri adalah dapur. Dapur bersama memang sering jadi sumber drama. Suatu kali, ia ingin memasak mie instan untuk makan malam. Tapi ketika masuk ke dapur, ia menemukan panci besar yang masih penuh minyak goreng bekas. Ternyata ada penghuni kos yang selesai memasak, lalu meninggalkan alat masak begitu saja tanpa dicuci.
Teman saya menunggu, berharap ada yang merasa bersalah dan segera membersihkannya. Sayangnya, pagi pun datang dan panci itu masih tergeletak di tempat yang sama. Akhirnya ia yang mencuci, meski dalam hati menggerutu. Dari situlah ia menyadari bahwa tidak semua orang punya kesadaran sama soal kebersihan. Ada yang merasa dapur bersama adalah tanggung jawab bersama, tetapi ada juga yang menganggap bahwa setelah selesai memasak, urusan selesai begitu saja.
#3 Panci dipakai orang lain
Kalau hanya soal alat masak kotor di kos putri, mungkin masih bisa ditoleransi. Tapi pernah pula ia menemukan panci miliknya digunakan orang lain tanpa izin. Suatu pagi ia berniat memasak sayur, tetapi ketika membuka rak, panci yang biasa ia pakai tidak ada. Setelah dicari, ternyata ada di dapur dalam keadaan masih basah. Rupanya ada yang meminjam tanpa pamit.
Bagi sebagian orang, mungkin itu bukan masalah besar. Tetapi bagi teman saya, hal tersebut jelas bikin tidak nyaman. Barang pribadi, apalagi alat makan dan masak, rasanya terlalu intim untuk digunakan orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya. Ia sempat bingung harus marah atau diam saja. Akhirnya ia memilih diam, karena tidak ingin menciptakan konflik. Namun sejak saat itu, ia jadi lebih berhati-hati. Panci kecil itu selalu ia simpan di dalam kamarnya, meski sedikit merepotkan.
#4 Hilang di kulkas
Drama kos putri tidak berhenti di dapur. Kulkas bersama juga punya ceritanya sendiri. Pernah suatu kali teman saya membeli ayam potong. Ia simpan baik-baik di kulkas dengan plastik dan tulisan nama. Namun ketika hendak dimasak, ayam itu sudah hilang. Gongnya, kejadian itu bukan cuma sekali.
Ia mencoba berpikir positif, mungkin ada yang salah ambil. Tetapi ketika kejadian itu terus berulang, ia jelas jengkel. Barang yang hilang bukan sekadar camilan, melainkan bahan makanan utama yang harganya tidak murah. Sampai akhirnya ia menyerah dan memutuskan jarang menyimpan bahan di kulkas bersama. Ia lebih memilih membeli makanan secukupnya untuk langsung dimasak.
Baca halaman selanjutnya
Barang tak kembali, gibah tanpa henti



















