Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Bupati Pati Bikin Warga Sakit Hati, Ini Jadi Pelajaran bagi Pejabat yang Nggak Punya Hati

Raihan Muhammad oleh Raihan Muhammad
13 Agustus 2025
A A
Julukan Pati "Bumi Mina Tani" Sudah Nggak Cocok Lagi, Ganti Saja Jadi Pati "Bumi Wani": Wani tapi Ngawur!

Julukan Pati "Bumi Mina Tani" Sudah Nggak Cocok Lagi, Ganti Saja Jadi Pati "Bumi Wani": Wani tapi Ngawur! (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya bukan orang Pati. KTP saya bukan Jawa Tengah, apalagi Pati, dan saya juga belum pernah menginjakkan kaki di sana. Tapi beberapa hari terakhir, beritanya mampir terus di layar ponsel saya, dan rasanya miris. Seakan-akan Pati sedang jadi panggung drama politik–ekonomi yang skenarionya ditulis buru-buru tanpa memikirkan rasa penonton. Dan sialnya, pemeran utamanya adalah bupati yang kebijakannya bikin banyak orang sakit hati.

Awalnya saya cuma baca sekilas berita soal kenaikan PBB sampai 250 persen. Angka itu bikin saya berhenti ngunyah tahu goreng. Kok bisa-bisanya di tengah kondisi ekonomi yang lagi ngos-ngosan, ada pejabat yang tega menaikkan pajak segede itu?

Apalagi, saya dengar keluhan langsung dari kawan-kawan saya yang asli Pati. Mereka cerita sambil menggerutu, mulai dari petani yang bingung harus bayar pakai apa, sampai pedagang kecil yang mikir dua kali buat setor pajak karena uangnya sudah habis buat belanja kebutuhan sehari-hari.

Nah, yang bikin tambah nyesek, kebijakan ini bukan cuma soal angka di kertas tagihan pajak. Ini soal rasa. Rasa dihargai, rasa didengar, rasa punya pemimpin yang ngerti kondisi warganya. Sayangnya, dari luar, yang terlihat justru sebaliknya: pernyataan menantang, pengelolaan protes yang kaku, dan kesan arogan yang nyelip di setiap pemberitaan. Sebagai orang luar, saya cuma bisa geleng-geleng. Tapi sebagai sesama warga negara, saya ikut panas.

Sebab, kalau di Pati saja bisa begitu, siapa yang menjamin di tempat lain nggak akan kejadian?

Dari pajak ke panas hati: Cara cepat pejabat kehilangan simpati

Kenaikan PBB sampai 250 persen itu rasanya kayak pejabat nyodorin tagihan listrik jumbo di tengah bulan, pas dompet rakyat lagi tipis-tipisnya. Memang, pajak itu sumber pendapatan daerah. Tapi, menaikkan segede itu tanpa jeda dan tanpa ngobrol dulu sama warga, sama saja kayak nyuruh orang berenang di kolam es tanpa pelampung—kaget, syok, lalu protes.

Apalagi, warga Pati bukan sekali-dua kali curhat soal beban hidup. Dari petani, pedagang, sampai buruh harian, semuanya lagi berjuang buat sekadar cukup makan, bukan cukup bayar pajak.

Yang bikin makin panas, bukan cuma besarannya, tapi cara Bupati Pati menyampaikannya. Kalimat “silakan demo, mau 50 ribu orang pun saya tidak gentar” mungkin di kuping pejabat terdengar seperti wibawa. Tapi di kuping rakyat, itu kedengarannya seperti tantangan duel. Dalam hubungan pemimpin dan rakyat, bahasa begitu sama saja memutus kabel empati. Padahal, menjaga hati warga itu nggak kalah penting dari menjaga neraca keuangan daerah. Orang mungkin bisa nerima pajak naik, asal cara ngomongnya lembut dan masuk akal.

Baca Juga:

Bandeng Presto Makanan Khas Milik Pati, Bukan Semarang

Seserahan Bikin Pemuda Plat K Trauma Nikah, karena Gengsi dan Jumlah Seserahan Jauh Lebih Penting ketimbang Cinta dan Kesiapan

Begitu akhirnya kebijakan itu dibatalkan, kerusakan sudah terlanjur terjadi. Kepercayaan itu kayak gelas kaca—sekali pecah, dilem pun nggak akan mulus seperti semula. Pembatalan memang bisa menutup satu masalah, tapi kalau komunikasinya masih kaku dan terkesan setengah hati, warga tetap akan merasa ditinggal. Dan inilah PR besar para pejabat: mengerti bahwa rakyat itu bukan cuma angka di daftar wajib pajak, tapi manusia dengan perasaan, harga diri, dan memori panjang kalau sudah sakit hati.

Belajar dari Pati: Pemimpin bukan cuma soal jabatan, tapi juga soal perasaan

Menjadi pemimpin itu bukan cuma soal duduk di kursi empuk dan tanda tangan berkas. Pemimpin itu soal bagaimana menjaga rasa percaya orang yang sudah memilih, mendukung, atau bahkan cuma berharap. Di Pati, pelajaran ini kelihatan jelas. Rakyat itu bukan robot yang cuma patuh bayar pajak. Mereka punya rasa bangga kalau kebijakan pemerintah berpihak, dan punya rasa kecewa kalau kebijakan itu justru bikin mereka terhimpit. Sekali rasa kecewa itu tumbuh, sulit untuk dicabut, apalagi kalau pemimpinnya terkesan tak peduli.

Masalahnya, banyak pejabat terjebak pada angka dan target, lupa kalau di balik data statistik ada wajah-wajah yang harus dihadapi tiap hari. Angka PAD memang penting, tapi kalau cara mendapatkannya bikin warga panas hati, hasil akhirnya justru kerugian: protes di jalanan, citra yang hancur, dan hubungan yang retak. Apalagi kalau kebijakan itu dibungkus dengan komunikasi yang kaku, penuh ego, dan minim empati. Masyarakat bisa memaafkan kebijakan yang pahit kalau mereka diajak bicara, tapi sulit memaafkan sikap arogan.

Pati memberi contoh nyata bagaimana satu keputusan bisa mengubah citra seorang pemimpin dalam hitungan hari. Bukan karena rakyat anti pembangunan atau ogah bayar pajak, tapi karena mereka merasa tidak diajak bicara dan tidak diperlakukan setara. Kalau pejabat mau belajar, pelajarannya sederhana: hormati rakyat sebelum mereka kehilangan hormat pada Anda. Sebab kalau rasa hormat itu sudah hilang, kursi empuk dan atribut jabatan tak lagi cukup untuk membuat rakyat diam.

Kebijakan bisa dicabut, tapi luka di hati sulit sembuh

Kadang pejabat lupa, rakyat itu punya ingatan yang panjang. Mereka mungkin bisa memaafkan kalau kebijakan yang salah dicabut, tapi memori tentang cara kebijakan itu lahir akan terus tersimpan. Bagi rakyat, luka di hati bukan soal nominal rupiah yang keluar dari kantong, tapi soal rasa dihargai atau tidak. Itulah mengapa, meskipun PBB 250 persen sudah dibatalkan, warga Pati tetap turun ke jalan. Mereka ingin mengirim pesan bahwa rasa kecewa tidak bisa dihapus hanya dengan surat keputusan baru.

Pelajaran yang bisa dipetik sederhana, tapi sering diabaikan: kebijakan publik bukan cuma ujian di atas kertas anggaran, tapi ujian empati. Setiap keputusan yang diambil akan diuji bukan hanya oleh DPRD atau kementerian, tapi juga oleh warung kopi di pojokan kampung, oleh grup WhatsApp RT, dan oleh ruang-ruang dapur tempat keluarga berkumpul. Di situlah opini rakyat dibentuk, dan dari sanalah legitimasi pemimpin sebenarnya lahir.

Jadi, kalau pejabat mau bertahan lama bukan cuma di kursi, tapi juga di hati rakyat, jangan cuma berpikir soal proyek, APBD, atau target pendapatan. Pikirkan juga bagaimana rakyat akan mengingat Anda. Sebab, di ujungnya, jabatan itu sementara, tapi cerita tentang cara Anda memimpin akan tetap diceritakan—entah sebagai teladan, atau sebagai peringatan bagi generasi pejabat berikutnya.

Penulis: Raihan Muhammad
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Pati Ora Sepele: Gelombang Kemarahan Rakyat Tidak Lagi Bisa Dibendung, Demo Besar Berjalan untuk Melawan Arogansi Sang Bupati

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 13 Agustus 2025 oleh

Tags: bupati patidemo patipatiPBB patituntutan rakyat pati
Raihan Muhammad

Raihan Muhammad

Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan.

ArtikelTerkait

Desa Mantingan Tengah Pati Nggak Cocok untuk Tempat Menepi Orang Kota, Saking Nggak Ada Apa-Apa di Sana Mojok.co

Desa Mantingan Tengah Pati Nggak Cocok untuk Tempat Menepi Orang Kota, Saking Nggak Ada Apa-Apa di Sana

22 Maret 2024
Nasi Gandul, Kuliner Khas Pati yang Kerap Dimaknai secara Keliru

Nasi Gandul, Kuliner Khas Pati yang Kerap Dimaknai secara Keliru

11 Agustus 2024
Derita Tanpa Akhir Penumpang Bus Pantura Surabaya Semarang (Unsplash)

Derita Tanpa Akhir yang Dirasakan Penumpang Bus Pantura Surabaya Semarang

22 Februari 2025
5 Kosakata Bahasa Jawa Khas Orang Pati yang Sulit Dimengerti Orang Demak

5 Kosakata Bahasa Jawa Khas Orang Pati yang Sulit Dimengerti Orang Demak

14 Februari 2024
Logat Khas Pati yang Malah Jarang Dipahami Orang Pati Sendiri

Logat Khas Pati yang Malah Jarang Dipahami Orang Pati Sendiri

11 Februari 2024
Kabupaten Pati dan “3 Dosa” yang Membuat Saya Malas Pulang (Unsplash)

Rindu Pulang ke Kabupaten Pati, tapi Jalan Rusak, Banjir Rob, dan Pengendara Ugal-ugalan Bikin Malas Mudik

16 September 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.