Beberapa hari lalu ada tulisan yang membahas keunikan UIN Jogja tayang di Terminal Mojok. Saya merasa cukup relate dengan yang lika-liku kehidupan di kampus yang disampaikan Mas Afiqul Adib sebagai penulis. Sebagai salah satu alumni UIN Jakarta yang berkuliah sekitar 5 tahunan, saya nggak mau kalah dengan Mas Afiqul Adib. Saya juga mau membagikan keunikan UIN Jakarta yang rasanya jauh melebihi UIN Jogja dan mungkin juga kampus lainnya.
Tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi yang saya alami bertahun-tahun selama kuliah. Jadi, ada kemungkinan alumni lain memiliki pengalaman berbeda.
#1 Loyalitas terhadap organisasi eksternal sangat tinggi
Di UIN Jakarta, organisasi eksternal seperti jamur yang tumbuh tanpa henti. Banyak jenis dan warnanya. Mulai dari yang fokus kepada gerakan mahasiswa sampai yang berfokus kepada hobi. Akan tetapi satu yang pasti, organisasi eksternal di UIN Jakarta hampir diikuti seperti agama.
Di UIN Jakarta, perbedaan salat menggunakan qunut saat subuh sampai perayaan maulid bisa saling toleransi dan tergantung pribadi masing-masing. Tetapi kalau kita menyenggol organisasi eksternal mahasiswanya, maka siap-siap saja diributkan. Sudah berapa kali saya diajak ribut dan dikata-katain karena menulis perkara organisasi eksternal mahasiswa di kampus tersebut.
Sangat aneh dan unik, bukan? Apalagi kalau di masa-masa panas seperti pemilihan mahasiswa umum raya (PEMIRA), rasa-rasanya bisa seperti mau konflik antarumat beragama. Padahal yang ribut juga masih sama-sama sekelas di kampus, nongkrong di warkop yang sama, tapi perkara organisasi mahasiswa eksternal bisa sampai segitunya.
#2 Berbagai aliran hidup bersama tanpa khawatir dihakimiÂ
Seperti yang sudah saya singgung di atas, bahwa organisasi eksternal mahasiswa lebih seksi dibandingkan dengan perbedaan cara beragama di UIN Jakarta. Mau kamu Sunni, Syiah, Mu’tazilah, Tarbiyah, Salafi, HTI, dan lain sebagainya, kamu bebas menjalani hidup sebagai mahasiswa di kampus ini.
Semuanya berjalan normal tanpa perlu khawatir dihakimi atau bahkan dipukuli. Tidak hanya banyak pemikiran nyeleneh, di UIN Jakarta justru banyak orang penganut pemikiran atau bahkan aliran “nyeleneh” tersebut. Entah bagaimana caranya, saya yang seorang Sunni bisa berteman dengan seorang Syiah, tapi pembahasan kami justru tentang Manchester United. Bukan soal aliran masing-masing.
#3 UIN Jakarta gemar melahirkan orang-orang terkenal di setiap generasinya
Sejak saya masuk UIN Jakarta, saya sadar akan satu hal, bahwa setiap generasi orang-orang yang berkuliah di sini akan selalu ada yang menjadi terkenal. Entah yang menjadi seorang cendekiawan, politikus, artis, komedian, sampai kriminal. Selalu saja begitu.
Jumlahnya kayak nggak sedikit gitu, lho. Selalu ada dalam setiap angkatan. Mungkin karena pihak kampus sendiri juga tidak membatasi gerak mahasiswa yang ingin berkarya makanya banyak mahasiswa yang menemukan jalan mereka sendiri dan akhirnya membuat mereka terkenal.
Kampus-kampus lain mungkin punya keunggulan lain dalam segi fasilitas, tapi dalam keragaman dan berpikir, saya kira UIN Jakarta menjadi salah satu kampus yang tidak terkunci dengan kondisi apa pun. Walaupun kampus ini mulai berubah, tetapi mahasiswanya tetap mempertahankan keunikan yang saya sebutkan di atas. Dibandingkan apa pun, hal tersebut yang membuat UIN Jakarta terkenal sampai saat ini.
Penulis: Nasrulloh Alif Suherman
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Membayangkan Ciputat Tanpa UIN Jakarta: Kasihan, deh!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.



















