Sepakat atau tidak, kendaraan bermotor itu memang tidak bisa lepas dari berbagai stereotip yang melekat. Jika sudah menyatu dengan manusia-manusianya, kendaraan bermotor itu tidak bisa berdiri sendiri. Selama ini kita mungkin tahu beberapa kendaraan yang punya stereotip sendiri. Seperti mobil Pajero dan Fortuner yang kerap dilabeli sebagai mobil arogan, atau mobil Sigra/Calya yang kerap dilabeli sebagai mobil ugal-ugalan.
Beberapa pihak/orang mungkin akan menyanggah stereotip-stereotip yang sudah ada. Mereka—terutama yang terkait—mungkin nggak terima dengan stereotip yang melekat. Ya bebas saja, nggak ada yang memaksa untuk sepakat juga. Namun, selama mereka—yang terkait—masih berperilaku seperti yang distereotipkan, ya sanggahan dan ketidakterimaan itu nggak ada artinya.
Akan tetapi, stereotip yang melekat pada kendaraan bermotor itu tidak hanya ada di dunia permobilan saja. Di dunia permotoran juga ada tempelan-tempelan stereotip terhadap beberapa motor tertentu. Dan sebagaimana di dunia permobilan, stereotip yang melekat pada beberapa merek motor ini berangkat dari untuk apa motor ini digunakan, seperti apa motor ini digambarkan, dan siapa pengguna motor ini.
#1 Honda Revo, motor para sales
Jika bicara merek motor Honda Revo, terutama Absolut Revo, maka kita sudah bisa berasumsi bahwa motor ini adalah motor sales. Seperti stereotipnya, Honda Revo ini adalah motor yang paling banyak digunakan oleh para sales (sales apapun, asalkan mereka naik motor). Setiap sales yang kita jumpai, entah dengan sengaja atau tidak, hampir pasti motornya Honda Revo.
Honda Revo ini irit, tarikannya oke, akselerasinya juga oke, cukup tahan banting pula. Nggak heran jika banyak perusahaan yang menyediakan motor ini untuk para salesnya. Operasionalnya murah. Itu mengapa, nggak heran kalau Honda Revo ini dicap sebagai motor para sales.
#2 Vespa Matic dan Yamaha Aerox, motornya para ngabers
Saya nggak tahu apakah ngabers-ngabers ini masih tren dan eksis sampai sekarang. Tapi yang saya tahu, di manapun para ngabers ini motornya hampir selalu sama: kalau tidak Vespa Matic, ya Yamaha Aerox. Saking banyaknya remaja tanggung ngabers yang naik Vespa Matic atau Yamaha Aerox, kedua merek motor ini dicap sebagai motornya para ngabers. Apalagi kalau kaca spionnya dipindah ke bagian bawah handle stang motor, pasti ngabers itu. Entah apa alasan para ngabers milih kedua motor ini, padahal biasa aja, lho.
#3 Honda Win 100, vintage tapi masih terlalu “PNS”
Honda Win mungkin bisa dibilang jadi motor lawas yang harganya lagi naik saat ini. Peminat Honda Win lagi banyak-banyaknya. Entah siapa yang menggoreng, tapi harga Honda Win sekarang sudah rata-rata Rp13-15 juta. Padahal dulu Rp7-8 juta sudah dapat. Yah, namanya juga motor lawas, motor vintage, sudah pasti jadi target gorengan harga.
Akan tetapi, terlepas dari tingginya harga dan minat terhadap Honda Win, ada satu cap yang setidaknya buat saya belum bisa lepas dari motor ini. Iya, Honda Win ini memang vintage, keren, tapi masih terlalu “PNS” buat saya. Mungkin karena dulu Honda Win ini jadi motor dinas PNS, jadinya itu melekat banget, terutama di dalam kepala saja. Image pemerintahannya terlalu melekat, hehe.
#4 Honda Beat, motor sejuta umat yang aman
Kalau boleh disamakan, Honda Beat ini sama seperti mobil Avanza/Xenia. Jumlahnya banyak, peminatnya tidak sedikit, harganya terjangkau, aman pula. Makanya nggak heran kalau ada yang bilang bahwa Honda Beat ini motor sejuta umat. Ya iya, lha wong jumlahnya di jalanan lebih banyak dari motor yang lain.
Honda Beat ini memang pilihan yang paling aman. Motor ini nggak ada yang aneh-aneh, mudah diservis, sparepart-nya mudah dicari pula. Plus, Honda Beat ini aman dan cocok buat semua orang dari berbagai macam kelas sosial, gender, ras, hingga berat badan. Cocok untuk semua.
#5 Suzuki Thunder, motor operasional warung Madura
Sebelum tiga tahun terakhir ini, Suzuki Thunder hanyalah motor biasa. Nggak ada stereotip yang melekat padanya. Namun, setidaknya dalam tiga tahun terakhir, Suzuki Thunder perlahan punya cap yang melekat, bersamaan dengan naiknya pamor dan jumlah warung Madura di semua kota. Iya, Suzuki Thunder ini merupakan motor operasional warung Madura, motor yang wajib dimiliki oleh pemilik warung Madura.
Ini bukan tanpa alasan. Kapasitas tangki Suzuki Thunder yang bisa sampai 15 liter (bahkan tangkinya bisa dimodif hingga kapasitasnya dua kali lipat) bikin para pemilik warung Madura bisa “kulakan” bensin Pertalite dengan enak. Makanya nggak heran kalau pemilik Warung Madura yang juga jualan Pertalite eceran wajib pakai Suzuki Thunder. Jadilah motor ini punya stereotip sebagai motor operasional Warung Madura.
#6 Semua jenis motor Suzuki, motornya orang sabar
Produknya kalah jauh dengan dua kompetitornya (Honda dan Yamaha), tempat servis resminya nggak banyak, sparepart-nya agak susah dicari, harga sparepart-nya lebih mahal pula. Itulah motor pabrikan Suzuki, itulah nasib dan kenyataan dari semua motor pabrikan Suzuki. Ini fakta sekaligus kritik kepada Suzuki dari saya yang merupakan pengendara Suzuki.
Bicara Suzuki itu bicara kekalahan dan kesabaran. Kekalahan untuk Suzuki sendiri, sebab mereka nggak mampu bersaing dengan Honda dan Yamaha. Kesabaran untuk pengendara semua motor Suzuki, karena harus dihadapkan dengan minimnya tempat servis resmi, susahnya cari sparepart, serta mahalnya harga sparepart. Kebayang, kan, betapa kasihannya pengendara Suzuki? Makanya ada stereotip bahwa Suzuki itu motornya orang sabar. Punya motor Suzuki itu pokoknya harus sabar, lah.
Itulah setidaknya stereotip-stereotip yang melekat pada beberapa merek motor. Namanya juga stereotip, nggak sepenuhnya benar, juga nggak sepenuhnya salah. Kalian bisa saja sepakat, tapi bisa juga menyanggah. Bebas.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Alasan Honda Brio Bisa Dapat Julukan Mobil Jamet
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















