Pada 24 Februari 2024, Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara resmi dibentuk dan diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Seperti yang saya jelaskan di artikel sebelumnya, Danantara adalah lembaga superholding yang menaungi beberapa BUMN, terutama Bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), seperti Mandiri, BNI, dan BRI. Tujuan utama dari dibentuknya lembaga ini untuk mengelola aset, hasil dana efisiensi APBN, dan laba BUMN demi kepentingan negara melalui instrumen investasi. Lebih jelasnya, kalian bisa baca di tulisan saya sebelumnya dengan judul Menjelaskan Danantara dan Potensi Ancamannya dengan Bahasa Sederhana.
Setelah peresmiannya, ramai ajakan dari beberapa kalangan di media sosial untuk menarik dana dari bank Himbara yang jadi bagian dari Danantara. Respon ini menurut saya keliru, nggak bijak, dan justru punya dampak yang kurang baik.
Saya sendiri memang jadi pihak yang khawatir dengan Danantara ini. Pasalnya terlihat berisiko untuk mengalokasikan dana belasan ribu triliun ke dalam sebuah badan. Potensi korupsi dan intervensi politik di Indonesia yang kental membuat Danantara ini akan menjumpai banyak tantangan. Ibarat kapal, sekali kena badai besar, dan kapalnya itu fasilitasnya gak mumpuni, serta nahkoda dan awak di dalamnya nggak profesional, melayang sudah semua harta dan perbekalan di dalamnya. Jadi, kekhawatiran saya dan banyak orang ini beralasan. Namun, langkah menarik dana secara serampangan juga bukan jalan keluar yang baik.Â
Bisa terjadi rush money yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat
Apabila penarikan dana dilakukan oleh masyarakat secara luas dampaknya bisa fatal. Di dunia ekonomi ada istilah rush money. Istilah ini merujuk pada fenomena penarikan uang dalam jumlah besar pada waktu singkat yang implikasinya bisa membuat bank kelimpungan. Kenapa kelimpungan? Karena bisa mengakibatkan terjadinya likuidasi, atau bahasa mudahnya adalah bank jadi kehabisan uang tunai.
Kalau uang tunai di bank habis, bisa terjadi risiko sistemik dan efek dominonya bisa merambat ke mana-mana. Tidak terkecuali ke sektor ekonomi masyarakat. Kalau sebuah bank itu kena likuidasi, maka mereka jadi nggak bisa ngasih kredit ke sektor usaha. Padahal ingat, bank BRI banyak memberi kredit dari dana pihak ketiga yaitu uang kalian para nasabahnya. Contohnya, bank BRI punya produk KUR yang dibutuhkan oleh sektor usaha khususnya UMKM. Kalau terjadi likuidasi, mau pinjam ke mana pelaku UMKM ini? Ke Pinjol?Â
Uang tabungan nasabah di bank BUMN itu seperti pelumas dalam mesin motor. Dia yang membuat pergerakannya lancar, stabil, dan sehat sehingga menghasilkan pertumbuhan di sektor usaha. Itu mengapa, sangat tidak bijak kalau kita malah menarik uang tersebut secara serampangan, apalagi dalam jumlah besar. Sebab, efek buruknya bisa langsung terasa ke sektor usaha. Dampak lainnya, tentu menurunkan kepercayaan investor terhadap bank-bank himbara tersebut. Nilai saham mereka di pasar modal tentu bisa bergejolak.
Masyarakat memang punya pilihan untuk menyimpan duitnya di bank swasta. Tapi, berapa persen sih cakupan jaringan mereka ke nasabah? Seberapa besar porsi penyaluran pembiayaan mereka ke sektor UMKM? Sedikit, dan masih sangat butuh peran dari bank BUMN sebagai kolaborator.
Beberapa hal yang bisa menenangkan nasabah
Sebetulnya, sebagai nasabah, ada beberapa hal yang bisa jadi pengaman atas rasa khawatir kita soal bank Himbara yang tergabung di Danantara. Pertama, Danantara ini mengelola aset dan laba, sementara proporsi dana nasabah di bank yang mencakup, giro, tabungan, deposito, dan sejenisnya itu, kalau dalam pelaporan keuangan, bukan termasuk sebagai aset bank, melainkan masuk sebagai pos kewajiban. Artinya nggak masuk dalam klaim pengelolaan dana yang dilakukan oleh Danantara. Jadi mudahnya, dana tabungan kita nggak disentuh langsung oleh Danantara.
Kedua, dana nasabah itu masih dikelola oleh pihak banknya sendiri. Yang menghimpun dan menyalurkan melalui produk keuangan itu kan banknya, bukan Danantara. Jadi nggak perlu terlalu parno uang kita langsung hilang ketika Danantara dikorupsi atau investasinya gagal. Justru kalau ditarik serentak dalam jumlah besar, malah seperti mengarahkan pisau ke arah kita sendiri. Lha banknya jadi nggak punya pelumas untuk memutar operasional mereka supaya dapat keuntungan.
Ketiga, bank-bank BUMN ini secara operasional masih ada OJK yang mengawasinya. Jadi bank ini tetap bergerak sesuai dengan aturan dan kriteria yang tidak melebar dari ketetapan OJK. Pengawasan di OJK pun sangat ketat, sehingga ketika ada kejanggalan, pasti langsung terdeteksi. Selain itu, dana kita, terutama yang di bawah Rp2 miliar, sudah mendapat pengamanan langsung dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kalau tiba-tiba Danantara ini beneran karam, dan dampaknya sampai membuat bank-bank di dalamnya harus berdarah-darah mengantisipasi efeknya, sehingga mereka terlikuidasi atau ikut kolaps, uang kita masih tetap aman karena akan diganti oleh LPS.Â
Lalu, langkah praktis untuk saat ini seperti apa dong?
Bagi kalian yang dananya itu di bawah Rp2 miliar, dan selama ini kalian rasanya kok nggak ada masalah dengan banknya, cocok-cocok aja sama pelayanannya, ya nggak usah tarik dana nggak apa-apa. Operasional bank BUMN yang ada danamu tetap normal dan nggak ada indikasi bangkrut setelah kehadiran Danantara ini.
Sementara, bagi mereka yang dananya di atas Rp2 miliar, memang harus lebih teliti dalam melihat prospek dari Danantara beberapa waktu ke depan, khususnya perihal performa dan transparansi dari bank BUMN di dalamnya. Kalau terlihat ada pergerakan ke arah yang buruk, misalnya terjadi kerugian atau skandal besar, barulah mulai berpikir untuk alihkan dana yang dimiliki ke bank swasta. Tapi, sekali lagi untuk saat ini, keadaan bank BUMN masih stabil. Sentimen jeleknya lebih kepada keberadaan Danantara, bukan dari bank-bank BUMN yang ada di dalamnya.
Saya sangat sepakat untuk sama-sama khawatir soal Danantara ini. Terlebih sudah banyak kasus terkait pengelolaan investasi di negara ini yang berakhir buruk seperti Jiwasraya, Asabri, atau Tepera. Tapi, manifestasikan kekhawatiran kita pada proses pengawasan dan pantau terus perkembangannya. Itu lebih baik, alih-alih bertindak gegabah sehingga membuat bank BUMN yang sedang baik-baik saja, malah jadi oleng dan tenggelam sebelum berlayar bersama Danantara tersebut.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Pengalaman Investasi Dirham Antam: Belinya Iseng, Jualnya Puyeng
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















