Selain Sastra Inggris, Sastra Jepang, dan Sastra Indonesia, ada satu lagi jurusan bahasa dan sastra yang saat ini lumayan banyak diminati adik-adik yang baru lulus SMA. Adalah jurusan Bahasa Korea (atau yang di beberapa kampus namanya kini menjadi Bahasa dan Kebudayaan Korea) yang mulai naik daun. Meski lumayan diminati, jurusan satu ini baru ada di 5 kampus saja di Indonesia, yakni UI, UGM, UPI, Unas, dan Undip. Jadi, tingkat persaingannya boleh dibilang cukup ketat.
Populernya jurusan Bahasa Korea di Indonesia salah satunya disebabkan Korean Wave (Hallyu) yang masuk ke negara kita sekitar tahun 2004-an. Saya inget banget soalnya dulu lagi demen-demennya drakor Full House yang dibintangi Rain dan Song Hye Kyo itu. Saya termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang terpapar Hallyu dan singkat cerita akhirnya memutuskan untuk memilih jurusan Bahasa Korea di bangku kuliah.
Ada begitu banyak pertanyaan dari orang-orang sekitar ketika tahu saya memutuskan lanjut studi mengambil jurusan Bahasa Korea. Tak jarang pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan bikin saya geleng-geleng. Bahkan ada juga pertanyaan yang sampai sekarang masih saya jumpai meski sudah lulus kuliah 12 tahun silam. Misalnya 3 pertanyaan berikut ini.
Daftar Isi
#1 Ngambil jurusan Bahasa Korea mau jadi TKI ke Korea, ya?
Jadi begini, lho, teman-teman. Nggak semua lulusan jurusan Bahasa Korea nanti kerjanya jadi TKI, ya, meski ada juga yang demikian. Yang nggak diketahui orang adalah prospek kerja lulusan Bahasa Korea itu juga luas, kayak jurusan lainnya.
Seorang lulusan Bahasa Korea bisa kerja di mana saja dan jadi apa saja. Misalnya, kerja di perusahaan Korea yang ada di Indonesia, jadi penerjemah, jadi guru, jadi dosen, jadi tour guide, jadi PNS, hingga jadi redaktur Terminal Mojok kayak saya gini. Wqwqwq. Sebelum jadi redaktur di Terminal Mojok, saya juga pernah bekerja sebagai editor komik Korea.
Jadi, orang yang mengambil pendidikan jurusan Bahasa Korea nggak melulu mau jadi TKI dan kerja di Korea, kok. Kerja di dalam negeri juga bisa dan peluangnya cukup banyak.
#2 Nonton drakor nggak pakai subtitle, dong?
Dari dulu sampai sekarang, saya sering banget nih dapat pertanyaan satu ini. Maap, maap aja ya, yeorobun. Tujuan saya nonton drama Korea kan buat refreshing, ya, biar nggak stres gitu. Ha mosok nonton drakor tanpa subtitle? Apa nggak malah tambah stres saya kalau nontonnya tanpa subtitle.
Lagi pula, tahu sendiri ya orang Korea kalau ngomong cepat banget, dan mereka juga punya dialek berbeda tiap daerah. Apa nggak pusing kalau harus mendengarkan mereka ngomong di drama dengan kecepatan maksimal dan dialek yang beda gitu?
Kalau obrolannya singkat, jelas, kayak cuma “ne”, “aniyo”, “kamsahamnida”, atau obrolan sederhana sehari-hari gitu sih nggak masalah ya, masih bisa lah tipis-tipis saya nggak nyontek subtitle. Tapi kalau nonton drama Hospital Playlist atau Dr. Romantic waktu adegan di ruang operasi dan membahas istilah kedokteran, wasalam aja, deh.
#3 Dosennya kayak di drakor, ya?
Dulu, waktu saya kuliah di jurusan Bahasa Korea UGM, ada beberapa dosen native yang mengampu beberapa mata kuliah. Kalau ingatan saya tak berkhianat, setidaknya saya pernah diajar 4 dosen native. Keempat dosen ini orang Korea asli ya, Gaes, impor dari Negeri Ginseng sana. Ada yang mengajar mata kuliah Berbicara, Membaca, hingga Hanca.
Kebanyakan orang yang saya kenal, begitu tahu saya diajar oleh dosen Korea asli, langsung bertanya, “Dosenmu ganteng dan cantik kayak di drakor, ya?” Nggak gitu juga pemahamannya, ygy.
Kalau yang suka nongol di drama Korea itu kan memang penampilan mereka harus paripurna, ya. Gaya rambutnya diatur, didandanin tipis-tipis, pakai baju juga diatur biar stylish dan kelihatan enak dilihat. Sementara kalau orang Korea kebanyakan sebagian memang penampilannya juga rapi, tapi ya jangan dibayangin mukanya kayak Gong Yoo atau badannya tinggi kayak Yoo Yeon Seok semua. Orang Korea yang biasa ya biasa aja kayak orang Indonesia pada umumnya.
Itulah tiga pertanyaan soal mahasiswa jurusan Bahasa Korea yang kerap saya dengar dan bikin geleng-geleng kepala. Gimana nggak geleng-geleng ya, ada-ada aja sih pertanyaannya!
Penulis: Intan Ekapratiwi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kenapa Orang Indonesia Kesulitan Belajar Bahasa Korea dan Bahasa Jepang?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.