Nganjuk salah satu kabupaten di Jawa Timur yang asing bagi saya. Walau pernah beberapa kali membaca tentang daerah ini di Terminal Mojok, belum pernah sekali pun saya mengunjungi daerah Nganjuk. Itu mengapa, saya kurang relate. ketika membicarakan atau membaca soal Nganjuk,
Saya merasa jadi lebih relate ketika teman saya membandingkan Nganjuk dengan Jogja. Selama kurang lebih 2 bulan dia tinggal di Jogja, dia sudah banyak menemukan banyak perbedaan. Banyak hal yang lumrah atau mudah ditemui di Nganjuk nyatanya begitu berbeda ketika di Jogja.
#1 Pecel Nganjuk lebih lengkap
Pecel salah satu kuliner yang populer di Nganjuk. Makanan yang terdiri dari berbagai sayur mayur yang kemudian disiram dengan bumbu kacang itu semacam jadi menu yang ada hampir di setiap rumah makan. Isian pecel di Nganjuk pun lebih lengkap daripada yang dijual di Jogja. Misal, cukup sulit menemukan pecel dengan isian ikan goreng di Kota Pelajar ini. Padahal, kalau di Nganjuk, ikan goreng adalah bagian dari pecel itu sendiri yang sifatnya wajib. Bahkan, pembeli tidak akan lagi ditanya pakai ikan atau tidak. Mereka akan langsung menerima pecel lengkap dengan ikan gorengnya. Selain ikan, bahan lain yang jarang ada di pecel Jogja adalah daun lamtoro.
#2 Konvoi
Katanya, konvoi perguruan silat menjadi pemandangan yang biasa bagi warga Nganjuk. Apalagi bagi mereka yang sehari-hari melintasi jalan-jalan utama seperti Jalan A. Yani. Konvoi biasanya terdiri atas beberapa orang yang menggunakan kostum atau identitas lain kebanggaan masing-masing perguruan silat. Mereka menggeber kendaraan sehingga menyita perhatian banyak orang. Konvoi biasanya dilakukan sebelum atau sesudah klub tersebut bertanding. Kata teman saya, minimal ada 2-3 kali konvoi dalam sebulan.
Itu mengapa teman saya begitu heran, selama 2 bulan hidup di Jogja, hampir tidak pernah dia menyaksikan konvoi di jalan. Apalagi konvoi perguruan silat. Konvoi di Jogja paling mentok pendukung partai saat kampanye menjelang pemilu atau klub bola.
Baca halaman selanjutnya: #3 Sound Horeg …