Satu hari saya di-WA Ibu mertua terkait dengan jenis toilet apa yang akan di pasang di rumah saya. Saya dengan yakin dan mantap minta toilet jongkok. Tentu dengan banyak pertimbangan salah satunya karena saya emang hobi nongkrong di sana.
Nongkrong di WC itu ajib, mengenang masa kecil ya tinggal jongkok selesai perkara. Belum lagi perawatan dan harganya murah. Walaupun memang wilayah toilet jadi lebih mudah basah dan lecek dibanding kalau pakai toilet duduk.
Walhasil, karena hobi saya pup di toilet jongkok ini saya menjadi orang yang picky kalau ke tempat umum. Saya pasti masuk dan langsung mencari si toilet jongkok. La, kalau tidak ada bagaimana? Ya terpaksa cosplay jadi londo dulu 5 menit.
Penggunaan toilet duduk di berbagai tempat itu sah-sah saja. Apalagi memang menggunakan toilet duduk akan menjaga keadaan sekitar toilet kering. Jadi, kesannya lebih resik enak kalau masuk toilet keadaan kering betul? Belum lagi tentu lebih praktis bye-bye gayung dan ember. Welcome bidet dan toilet flush.
Sayang seribu sayang, piranti londo ini tentu masih mengharuskan ada budaya londo di dalamnya. Di mana sebagai manusia pribumi saya merasa sedih. Kalau benda yang harus menjadi aksesoris toilet duduk ini hilang.
Tisu adalah koentji
Yak, betul, tisu sodara-sodara.
Orang Indonesia penyedia layanan toilet duduk, kadang suka lupa menyediakan tisu. Bahkan kadang kalau ada cuma tinggal cengkorongan alias wadah. Kojur sekali, soalnya rasanya itu sebelum pakai perlu ada penyucian toilet duduk sebelum diduduki. Di-lap sat set biar bersih bersinar. Entah mengapa geli kalau tidak dilap.
Selain persoalan tidak lengkapnya perkakas. Masalah selanjutnya yaitu para usernya. Tidak semua user mau cosplay bule-bulean. Beberapa kali saya menemukan jejak sepatu atau sandal di toilet duduk.
Lha jadinya antara sedih sama kepalang tanggung, kalau sedang kebelet dan tak ada pilihan saya biasanya kerja dulu. Di lap-lapin, disemprot pakai hand sanitizer sisa musim covid. Baru saya kerjakan hajat saya di sana.
Kalau ada yang bilang untuk mencegah para jongkokers ini jongkok tinggal ditulis di dinding. Lah, jangan sok nggak ngerti, sudah ditempelkan tulisan juga percuma, wong tidak dibaca. Jadinya, sia-sia. Selain itu karena digunakan dengan style tradisional, toilet duduk ini jadi kadang kurang awet. Semplak. Kadang juga tutupnya suka lepas. Sedih, niat biar awet, malah jadinya ruwet.
Toilet jongkok (kayaknya) mencegah orang sebat
Belum lagi dengan kengeyelan lainnya. Meski pintu sudah didesain bagian bawah agak tinggi, kadang ada yang nekat pipis di lantai. Yah, Mau gimana lagi, harusnya toilet kering jadi semi basah, karena pada pipis tidak di tempatnya. Hadeeeh.
Dan yang paling penting, toilet jongkok mencegah manusia sebat di dalam toilet. Bukan sekali dua kali kadang pas apes ketemu toilet yang tanpa ada tempat sampah, bertebaran puntung rokok. Tak mengapa mau sebat juga kalau di toilet pribadi alias rumah, tapi jangan di toilet umum. Selain sudah pasti lama, kotornya itu yang jadi masalah selanjutnya.
Intinya tolong untuk para manusia pemangku kebijakan pertoiletan di mana pun, sediakanlah toilet jongkok untuk kami. Kami pribumi yang lebih nyaman pakai gaya jaman dahulu. Tak mengapa misal dimodernisasi ditambahi bidet atau semacamnya.
Setidaknya urusan hajat ini tidak mengganggu anggaran daerah. Tidak lucu masak iya toilet anggaran ratusan juta. Bolak-balik kok renov toilet.
Penulis: Anisa Fitrianingtyas
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kita Sedang Berubah dari Pemakai WC Jongkok Menjadi Pemakai WC Duduk