Gigitan anjing rabies tak pernah sepele. Telat dikit, nyawa melayang!
Beberapa hari lalu ramai di Twitter perihal video yang menunjukan seorang anak kecil tampak ketakutan dan gemetaran sembari ditenangkan oleh sang Ibu di sebuah rumah sakit di Maumere, Nusa Tenggara Timur. Tampak di hadapannya ada sosok dokter mencoba menanyakan apa yang dirasakan oleh si anak sembari menggerakan sesuatu untuk melihat reaksinya.
Anak tersebut ternyata telah digigit anjing rabies di bagian sisi wajahnya pada April lalu. Tampak wajahnya agak sembab. Apabila dilihat dari lukanya, gigitan itu tampak kecil di sebelah sisi pelipis, bersebelahan dengan mata sang anak.
Meski begitu, efek yang diperlihatkan anak tersebut nampak mengerikan mulai dari takut terhadap air (hydrophobia), ketakutan terhadap gerakan dan cahaya. Beberapa hari berselang, anak tersebut dikabarkan telah meninggal dunia.
Saya jadi teringat ketika kecil dulu, ada tetangga yang terkena gigitan anjing rabies. Kerabatnya menceritakan korban hanya digigit tidak lebih dari satu menit di bagian betis, kemudian gigitan itu dilepas oleh anjing. Tapi, efeknya setelah seminggu berselang tampak mengerikan. Tetangga saya itu nggak mau sama sekali keluar kamar karena takut cahaya, suka mencakar-cakar tembok, halusinasi yang hebat, dan sangat takut dengan air.
Sayang kondisi itu direspon kurang bijak oleh keluarganya. Orang-orang Timur pada saat itu (bahkan hingga saat ini) masih mengasosiasikan fenomena atau perilaku demikian dengan tahayul. Mereka percaya tetangga saya dirasuki oleh roh jahat dari anjing siluman, sehingga penanganannya pun kental dengan ritual mistis berdasarkan kaca mata adat, nggak ada hubungannya dengan medis.
Padahal fenomena rabies pada saat itu sudah mulai diberitakan sebagai virus yang perlu diwaspadai. Harus ditangani secara profesional oleh dokter di rumah sakit. Tetangga saya itu akhirnya meninggal. Dokter menyebutkan tetangga saya itu menderita dehidrasi dan halusinasi parah sebelum meninggal dunia karena efek rabies.
Apa itu rabies
Rabies merupakan kondisi gila dari seekor hewan yang disebabkan oleh virus yang namanya lyssavirus. Virus ini dinobatkan sebagai virus paling mematikan sepanjang sejarah manusia. Mereka yang terinfeksi rabies namun tidak diberikan vaksin Verorab (VAR) dengan cepat, memiliki potensi kematian mencapai 100 persen. Sama mengerikannya dengan bisa ular king cobra. Bedanya, rabies ini punya efek halusinasi yang membuat korbannya kadang nampak seperti kerasukan, ketakutan, dan takut berlebihan dengan air.
Rabies sebenarnya tidak terbatas pada anjing, tapi juga ditemukan dalam kucing, monyet, musang, atau kelinci. Tapi, kasus rabies pada manusia lebih banyak datang dari anjing.
Sayangnya, fakta ini sering disepelekan oleh banyak orang, terutama bagi masyarakat di daerah yang banyak anjingnya seperti Flores.
Dilema dan problema
Di Flores atau Indonesia di bagian Timur lainnya, anjing sangat akrab dalam kehidupan sosial masyarakat. Setidaknya di masyarakat Flores, anjing biasanya dikategorikan menjadi empat golongan. Yaitu anjing sebagai peliharaan, anjing konsumsi, anjing pekerja, dan anjing liar atau terlantar. Persoalannya, anjing liar atau terlantar ini cukup banyak di Flores sehingga sulit sekali dideteksi penyebaran virus rabies ini.
Selain itu, banyak masyarakat Flores yang akrab mengonsumsi daging anjing. Terkadang anjing tersebut tidak jelas kondisinya sebelum dikonsumsi. Ini ditambah dengan anjing pekerja yang oleh pemiliknya tidak divaksin anti rabies karena dianggap mengurangi kecepatan berlari si anjing saat mengejar babi hutan.
Semua itu kemudian diperparah dengan kepercayaan mistis yang masih sering dianut oleh masyarakat Flores. Sehingga menepikan penanganan medis kepada korban yang terkena gigitan anjing rabies.
Pernah dilakukan pemusnahan terhadap anjing-anjing liar yang dianggap memiliki gejala rabies. Tapi, tindakan tersebut dikecam oleh sekelompok orang yang mengaku pencinta binatang.
Satu-satunya cara menangani anjing rabies
Persoalannya, ketika seekor anjing sudah kadung terjangkit rabies, satu-satunya cara ya dengan dimusnahkan. Tidak ada cara lainnya karena pada akhirnya anjing tersebut hanya menularkan virus rabiesnya. Entah melalui gigitan, cakaran, atau sekadar jilatan.
Anjing yang mengidap rabies kadang tidak menunjukan tanda-tanda rabies seperti mulut berliur, mata berair, agresif dengan badan kurus yang bergetar. Tapi, juga terlihat seperti anjing sehat pada umumnya.
Maka dari itu, seharusnya vaksinasi anti rabies kepada hewan peliharaan khususnya anjing perlu dilakukan secara berkala dan masif. Hal ini menjadi langkah mitigasi agar tidak muncul korban seperti anak kecil di Maumere yang ramai di twitter.
Berbarengan dengan itu, ketersediaan vaksin VAR perlu dipastikan di tiap Puskesmas yang ada di daerah yang berstatus endemi rabies. Karena sering kali banyak korban tidak terselamatkan disebabkan karena terlambat diberi vaksin VAR ini.
Selain itu, sosialisasi penanganan pertama korban gigitan rabies juga harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. Metode seperti mencuci luka gigitan dengan air bersih sekaligus menggunakan alkohol. Kemudian langsung pergi ke Puskesmas terdekat untuk langsung disuntikan vaksin VAR sebagai tindakan medis. Serta mengingatkan untuk tidak membiarkan luka gigitan berlarut-larut hingga 24 jam karena dianggap sebagai gigitan anjing biasa.
Tegaskan kepada mereka yang punya anjing peliharaan atau yang suka koar-koar sebagai pencinta binatang, gigitan anjing rabies itu bukan seperti gigitan nyamuk yang efeknya cuma gatal dan bentol-bentol. Rabies kalau telat penanganan sedikit maka imbasnya adalah kematian!!!
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Daging Anjing, Kuliner yang Sebaiknya Tidak Anda Coba di Solo