Ada dua jenis perokok yang paling saya benci. Dan kebencian itu bertambah ketika cukai naik, cukainya masuk kantong pejabat Konoha lagi.
Pertama, orang yang merokok di motor. Kedua, orang yang ngakunya perokok tapi kok minta terus! lha kapan belinya? Dalam ulasan ini saya akan fokus ke perokok jenis kedua.
Baik, tanpa perlu banyak basa-basi lagi langsung saja saya uraikan kerasahan yang terdalam ini. Bahwasanya jika petani tembakau harus bergelut dengan hama, hal yang sama juga terjadi kepada para perokok yang harus bertahan oleh gempuran perokok yang nggak modal. Sungguh hama yang satu ini tidak kalah berbahanya.
Lha kok berbahaya? Begini ceritanya, dan saya yakin kalian yang membacanya juga akan ikutan kesal atau bahkan ikutan membenci.
Situ hemat, sini rungkat
Suatu hari saya nongkrong bareng kawan-kawan untuk menghabiskan malam, kebetulan saat itu saya lupa beli rokok. Ya ngopi tanpa ngebul kurang lah rasanya, kurang khidmat aja gituh. Akhirnya Saya pun memutuskan untuk pergi ke warung madura ditemani kawan saya. Tiba-tiba kawan saya celetuk kayak gini.
“Ki, daripada uangku dipake beli rokok, mending kupake buat makan di burjo aja, kan hemat gitu.”
Tau nggak abis dia celetuk ngomong kayak gituh dia ngapain? Yap betul, dia minta rokok saya tanpa ada rasa bersalah sedikit pun setelah melontarkan kalimat tersebut. Bangsat betul.
Sebelum ngomong tuh ya dipikir dulu. Ente berhemat uang jajan dengan tidak beli rokok, tapi kok jadi saya yang harus tanggung jawab dengan kebutuhan paru-paru ente? Hadeuh, mending saya hemat rokoknya dengan tidak ente minta.
Sebagai gambaran, saya ini mahasiswa perantau di Jogja, begitu pula dengan kawan saya yang melontarkan kalimat jorok tadi. Masalahnya, kita kan sama-sama mahasiswa, sama-sama perantau, sama-sama masih tanggungan orang tua. Ente pikir saya tidak butuh makan ke burjo gitu? Ya perlu lah. Hadeuh, bisa-bisanya saya dianggap badan amal rokok yang bisa diminta seenaknya.
Hama tembakau yang meresahkan
Bukan bermaksud saya pelit atau perhitungan. Kalau sekali dua kali minta ya nggak apa-apa, ini mah setiap nongkrong nggak beli! Mana minta rokoknya bisa sampe 5 batang. Itu minta apa malak?
Dan lebih sialnya lagi, teman saya yang berprofesi sebagai hama tembakau ini tidak hanya satu, tapi lebih dari satu. Dengan hama sebanyak itu sudah tentu saya bangkrut. Dan kesialan tampaknya tidak berhenti di sana; dengan naiknya cukai, sudah pasti harga akan naik. Dan makin bertambah lah kebencian saya terhadap perokok yang nggak modal itu.
Kalau kata pacar saya, kan bisa tuh nggak usah dikasih kalau diminta. Masalahnya tidak semudah itu sayang. Ketika awal saya menjadi perokok, dulu saya diajari sama abang-abangan tongkrongan, kalau beli rokok tuh taruh di meja, jangan disimpan di saku. Budaya itu saya pegang teguh, bak NKRI harga mati.
Abang tongkrongan juga berpesan, jangan pelit terhadap sesama. Kita harus saling berbagi asap, supaya pertemanan kian hangat. Begitu luhur budi pekerti yang disampaikan abang tongkrongan yang kerjaannya mabok itu.
Hingga akhirnya saya sadar, bahwa kultus budaya menaruh rokok di meja itu sudah tak bisa saya pegang teguh lagi. Maafkan saya abang-abangan tongkrongan. Pelajaranmu sudah tidak relevan lagi, mungkin engkau lupa mengajarkan, bahwa ada perokok yang nggak modal, dan engkau tidak memberi tahu bagaimana cara mengatasinya.
Harus pintar-pintar putar otak
Karena saya sadar, sudah candu terhadap rokok, secandu solat lima waktu heuheu. Saya pun harus pandai-pandai mengatur pengeluaran duit untuk membelinya, karena kalau tidak, bisa-bisa saya juga bangkrut dibuatnya.
Solusi yang pertama tentu beli ketengan dan mengatur ritme pembakaran. Namun, jika Anda memang secandu itu, tapi tidak mau dompet bocor, maka ngelinting lah. Ngelinting bisa jadi aternatif bagi para perokok berat. Selain harganya murah dan awet, di Jogja sendiri begitu melimpah toko tembakau di setiap sudut jalannya.
Terus kalau tidak suka ngelinting gimana? Ya, berhenti merokok. Sudah tidak modal, males ngelinting lagi. Dasar payah.
Penulis: Rizky Benang
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Menyimak Perdebatan Penikmat Djarum Super dan Gudang Garam yang Tak Ada Habisnya