Mimpi apa para developer aplikasi VPN semalam?
Mereka seperti dapat kebahagiaan tersendiri, banyak orang beramai-ramai memakai VPN hasil ciptaan mereka. Dari orang yang tidak pernah pakai sebelumnya, sampai orang yang biasa pakai VPN untuk internet gratis. Sekarang kita “dipaksa” untuk pakai VPN buatan mereka semua.
Semua ini terjadi karena dampak dari penyelanggaraan pemilihan umum masih berlanjut hingga sekarang, dari awal kampanye hingga pemilihan berakhir masih menyisakan keresahan bagi sebagian rakyat Indonesia. Mereka yang menyerukan menolak hasil rekapitulasi pemilihan umum oleh KPU melakukan gerakan demo di depan kantor Bawaslu dari hari Selasa hingga puncaknya hari ini, Rabu 22 Mei 2019. Gerakan yang didasari dari munculnya spekulasi terjadinya kecurangan dalam pemilihan umum presiden ini menggerakkan hati sebagian masyarakat untuk berdemo di depan gedung Bawaslu.
Akibat yang ditimbulkan dari kegiatan ini berdampak pada semua aspek. Dari ekonomi, sosial, bahkan hingga ke teknologi. IHSG dilaporkan melemah akibat dampak dari aksi demo ini, rupiah juga turut melemah diangka 14.500, angka melemah tertinggi sejak awal tahun 2019 kemarin. Termasuk terganggunya masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan demo itu sendiri.
Tapi dari dampak yang disebabkan itu, ada satu pihak yang merasa “bahagia” hari ini, siapa mereka? Yo sopo meneh nek ora sing gawe aplikasi VPN.
Dilatar belakangi dari keputusan pemerintah untuk membatasi sementara fitur media sosial Whatsapp, Instagram, dan Facebook yang tidak bisa diakses. Banyak dari masyarakat yang mengeluh. Menurut berita dari CNBC Indonesia, pemerintah akan membatasi fitur ketiga media sosial tersebut hingga 2-3 hari ke depan, seperti diungkapan Menkopolhukam Wiranto, “Sementara untuk hindari provokasi kita melakukan pembatasan akses di media tertentu agar tidak diaktifkan. Akses media sosial untuk jaga hal-hal negatif yang disebarkan masyarakat,” dikutip dari CNBC Indonesia
Guna menjaga stabilitas dan keamanan negara, pemerintah mencoba mengurangi dan meminimalisir munculnya berita hoax yang ditujukan untuk memecah belah persatuan rakyat Indonesia. Masyarakat tidak akan bisa mengakses dan mengirim foto ataupun video untuk saat ini.
Banyak masyarakat yang merasa cemas dengan pembatasan itu hingga mencari jalan keluar bagaimana caranya agar tetap bisa mengakses ketiga media sosial terdampak itu. Maka ramailah masyarakat menggunakan VPN untuk tetap terhubung dengan ketiga media sosial tersebut.
Siapa yang diuntungkan? Pastinya pengembang aplikasi VPN itu sendiri, jumlah unduhan aplikasi mereka yang meningkat dari sebelumnya, atau aplikasi ciptaan mereka yang awalnya tidak laku menjadi berbondong-bondong banyak yang mengunduhnya.
Tidak ketinggalan juga para vendor smartphone yang sudah menyematkan VPN built-in diponsel ciptaan mereka, fitur yang awalnya terabaikan dan jarang digunakan ini sekarang jadi sangat bermanfaat untuk mengakses ketiga media sosial itu. Lumayan dong, setidaknya vendor tidak sia-sia menciptakan fitur diponsel buatan mereka. Yekan?
Kita ambil contoh saja ada 35% masyarakat Indonesia yang menggunakan VPN? Jumlah populasi masyarakat Indonesia pada tahun 2017 sebesar 264 juta jiwa. Itu sama saja ada 92,4 juta jiwa yang memakai VPN saat ini. Bukankah itu angka yang fantastis? Siapa yang ketiban untung? Ya mereka individu atau perusahaan pengembang aplikasi VPN itu sendiri.
Ya walaupun meningkatnya unduhan dan penggunaaan VPN karena didasari rasa “terpaksa” benar bukan? Tapi tidak masalah setidaknya jerih payah mereka dalam menciptakan aplikasi itu tidak sia-sia.
Memang siapa saja yang terkena dampak ini semua? Siapa lagi kalau bukan masyarakat itu sendiri, dengan adanya kejadian ini muncul “efek samping” untuk masyarakat itu sendiri, mereka jadi susah berkomunikasi kepada keluarga, teman, ataupun sanak saudara. Semua lapisan masyarakat terkena imbasnya, termasuk instansi dan perusahaan. Termasuk juga para pedagang kecil hingga pedagang kelas kakap sekelas grosir yang memasarkan dan mempromosikan produknya di internet terancam merugi, mereka yang biasanya memanfaatkan media sosial sebagai media untuk promosi dan berinteraksi dengan pembelinya menjadi terganggu dengan pembatasan ini.
Contohnya saja salah satu pengguna Twitter Rumail Abbas (@Stakof), di cuitan tweet-nya dia mengeluh dampak dari sulit diaksesnya Whatsapp menyusahkan para developer untuk saling berkomunikasi, karena sebagian besar developer masih didominasi Whatsapp sebagai sarana komunikasinya.
Namun sekali lagi kita tetap berharap, semoga masa sulit ini akan segera berakhir.