Jika berkunjung ke Kota Atlas, jangan lewatkan kulinernya. Berbagai makanan pinggir jalan di kota yang terkenal dengan Lawang Sewunya itu tak kalah dengan santapan yang disajikan di restoran mahal ataupun hotel bintang lima. Pagi hari kita bisa mencicipi nasi ayam khas Semarang yang dihidangkan dengan sate usus sebagai pelengkapnya. Pada siang hari, kita bisa menikmati kuliner lain seperti tahu gimbal dan asem-asem. Wisata kuliner malam hari pun tak kalah menarik untuk dijajal saat menyambangi ibu kota Jawa Tengah tersebut.
Apabila sedang berada di Semarang, tepatnya di daerah Simpang Lima, kalian akan menemukan dengan mudah berbagai panganan menggiurkan yang dijajakan di malam hari. Biasanya, para pedagang sudah ancang-ancang menata lapak mereka sejak matahari mulai terbenam. Ragam makanan yang ditawarkan pun cukup variatif seperti bakmi Jawa, sate taichan, nasi goreng babat, aneka seafood dan wedangan, serta masih banyak lagi.
Hampir semua sajian malam yang diperdagangkan menawarkan kehangatan untuk melawan dinginnya hawa malam hari. Tapi, jangan salah, di kota yang tenar dengan hawa panasnya ini, para penikmat kuliner pun bisa merasakan sensasi makan es di malam hari. Siapa, sih, yang bisa menolak hidangan penutup alias dessert yang identik dengan rasa manis ini? Dari anak-anak hingga orang tua pasti menyukai es, apalagi kalau sejenis es krim.
Nah, bagi pencinta es krim yang sedang mampir di Semarang, tak ada ruginya kalau mampir ke kedai Es Puter Cong Lik yang memang buka dari pukul 18.00 hingga tengah malam. Lokasi Es Puter Cong Lik berada tak jauh dari alun-alun Simpang Lima, yaitu di pinggir Jalan K.H. Ahmad Dahlan, Karangkidul, tepatnya di seberang RS Telogorjo, Semarang.
Meski tampak sederhana, Es Puter Cong Lik ini cukup punya nama dan menjadi salah satu kuliner legendaris di Semarang. Bagaimana tidak menjadi legenda jika es puter yang dikonotasikan dengan es ala kampung ini mampu bertahan sangat lama di tengah gempuran produk es krim modern dan mempunyai pelanggan loyal cukup banyak?
Menurut cerita, pendiri Es Puter Cong Lik adalah seorang laki-laki bernama Sukimin. Di masa mudanya, Sukimin kerap membantu ayahnya berjualan es dengan cara berkeliling di sekitar daerah Mataram dan Pecinan. Oleh para pelanggannya, pemuda tersebut sering dipanggil kacong atau kacung yang artinya pembantu. Dikarenakan usianya yang masih belia, ditambahkanlah kata cilik yang dalam bahasa daerah artinya kecil. Jadilah Sukimin menyandang julukan kacong cilik yang artinya pembantu kecil.
Julukan itu kemudian dipertahankan dan direduksi menjadi Cong Lik yang hingga saat ini menjadi identitas produk es puter dagangan mereka. Kini, Es Puter Cong Lik sudah dipegang oleh generasi berikutnya.
Es Puter Cong Lik menawarkan berbagai varian yang pasti disukai generasi tua maupun muda seperti cokelat, alpukat, durian, dan kelapa. Dulunya, varian rasa es puter ini bahkan ada sepuluh. Namun karena buah yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuat rasa es merupakan buah musiman, agak sulit bila menyediakan varian rasa terlalu banyak di saat bersamaan. Hal ini disebabkan Es Puter Cong Lik hanya menggunakan bahan alami dan premium. Dari generasi awal, es puter ini konsisten diproduksi tanpa menambahkan pengawet maupun pemanis buatan. Tak heran, harga yang dipatok mungkin dirasa beberapa orang agak sedikit mahal untuk ukuran es puter yang dianggap sebagai es murah meriah. Padahal harganya sebanding dengan rasa dan kualitas yang ditawarkan.
Harga semangkuk es puter berkisar antara Rp20.000 hinga Rp30.000 tergantung dari isian dan topping yang dipilih. Topping yang paling banyak diminati adalah durian, yang disusul dengan kopyor. Selain beberapa scoop es krim, satu porsi es puter ini dihidangkan dengan irisan roti, sagu mutiara, dan irisan kelapa. Bisa dibilang, pemiliknya tidak pelit dalam memberikan takaran. Mungkin inilah salah satu faktor mengapa bisnis mereka tetap langgeng selain mempertahanan kualitas rasa.
Rasa Es Puter Cong Lik konon tak pernah berubah sejak pertama dijual. Rahasianya ternyata ada pada proses produksinya. Di era kapitalisasi yang mengedepankan efisiensi dan penekanan biaya dengan mendayagunakan peralatan modern, penerus Es Puter Cong Lik tetap teguh mempertahankan nasihat orang tuanya untuk memproduksi es puter mereka dengan alat manual. Meskipun tampak merepotkan karena harus memutar-mutar alat tersebut, prinsip warisan leluhur inilah yang menjadi keunggulan produk mereka. Dari hal tersebut kita bisa belajar bahwa kesederhanaan ternyata mampu mengalahkan keangkuhan kemewahan.
Nah, bagi kalian yang penasaran bagaimana sensasi menyeruput es puter di tengah embusan angin malam, kalian wajib mencoba sajian yang satu ini. Mumpung masih dalam suasana ibadah puasa, tak salah rasanya ngabuburit di wilayah Simpang Lima sambil berburu makanan berbuka puasa di sana. Dijamin, tenggorokan akan langsung terasa segar begitu sesendok Es Puter Cong Lik membasahi kerongkongan yang diserang dahaga sepanjang hari tadi.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Es Krim Mixue Memang Lebih Enak daripada KFC Sundae dan McFlurry McD, kok.