Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Wayang Beber: Wayang Tertua di Indonesia yang Kian Terpinggirkan

Jevi Adhi Nugraha oleh Jevi Adhi Nugraha
16 Februari 2022
A A
Wayang Beber: Wayang Tertua di Indonesia yang Kian Terpinggirkan

Wayang Beber: Wayang Tertua di Indonesia yang Kian Terpinggirkan (commons.wikimedia.org)

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai orang yang tinggal di pelosok desa dan kebetulan simbah adalah seorang mantan dalang wayang, membuat saya cukup akrab dengan kesenian wayang kulit. Hampir setiap ada acara Rasulan (bersih dusun), saya kerap meluangkan waktu untuk menonton wayang. Meski hanya menunggu tokoh Cangik dan Limbuk muncul (adegan limbukan), setidaknya saya masih bisa menikmati pertunjukan wayang kulit.

Mungkin hampir semua pernah menonton atau setidaknya mengenal wayang kulit. Terlebih saat ini banyak sekali pertunjukan wayang kulit atau wayang golek yang bisa disaksikan di berbagai platform media sosial, seperti YouTube dan Facebook. Namun, dari sekian banyak pertunjukan wayang, ada satu jenis wayang yang sangat jarang dipentaskan atau bahkan masih banyak orang belum tahu, yaitu wayang beber.

Berbeda dengan pertunjukan wayang yang berbentuk tiga dimensi seperti wayang golek atau berwujud dua dimensi seperti wayang kulit, wayang beber mewujudkan tokohnya dengan cara dilukis pada selembar kertas dua dimensi. Lukisan tersebut menggambarkan peristiwa atau cerita dalam lakon yang dimainkan.

Sama seperti pertunjukan wayang pada umumnya, wayang beber juga dimainkan oleh seorang dalang. Yang akan mengisahkan peristiwa demi peristiwa sesuai gambar pada lembaran kertas dengan iringan musik gamelan. Sambil membentangkan gulungan kertas, sang dalang akan menuturkan cerita dalam sebuah lakon. Setelah adegan-adegan selesai, kertas itu akan digulung dan akan digantikan dengan gulungan yang baru.

Wayang tertua di Indonesia

Menurut Primadi Tabrani dalam bukunya, Bahasa Rupa (2012), wayang beber adalah jenis wayang tertua di Indonesia. Konon, jenis wayang ini sudah ada sejak zaman Majapahit. Pada masa itu, wayang beber dibuat oleh Candrasengkala dan Ki Drajah. Konon, dulunya proses pembuatan gambar sendiri dari kinang (kapur sirih) yang disemburkan ke pelepah soho.

Awalnya, wayang beber masih memainkan lakon yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata. Setelah terjadi perang antara kerajaan Majapahit dan kerajaan Demak, yang akhirnya memenangkan kerajaan Demak, akhirnya wayang ini berpindah tangan.

Saat diboyong ke kerajaan Demak, lakon yang dimainkan pun berubah. Yang semula bersumber dari cerita Mahabarata dan Ramayana, kemudian beralih cerita tentang Panji Asmorobangun dengan Dewi Sekartaji. Singkatnya, lakon ini mengisahkan Raden Asmorobangun dan Dewi Sekartaji yang saling mencintai. Tetapi, ayah Dewi Sekartaji, Raja Jenggala, memiliki keinginan untuk menikahkan putrinya itu dengan pria pilihannya.

Sementara itu, puncak popularitas wayang beber sendiri diperkirakan terjadi pada 1562. Setelah kemunculan wayang kulit purwa, wayang ini tak lagi populer dan tidak lagi diminati oleh masyarakat. Pasalnya, wayang kulit lebih menarik karena bisa dimainkan sesuai karakter tokoh.

Baca Juga:

Kasihan Solo, Selalu Dibandingkan dengan Jogja, padahal Perbandingannya Kerap Tidak Adil!

Drini Park, Tempat Wisata Viral di Gunungkidul yang Cukup Dikunjungi Sekali Saja

Dibawa ke Gunungkidul saat Geger Pecinan

Saat ini, wayang beber yang asli hanya tersisa di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dan Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Wayang beber Pacitan sendiri bisa ditemukan di dusun Karangtalun, Kelurahan Kedompol, Kecamatan Donorojo, Pacitan. Dikutip dari buku Wayang Beber Wonosari (2005), wayang beber Pacitan berjumlah 6 gulungan, di mana masing-masing gulungan memuat empat adegan, sehingga total berjumlah 24 adegan.

Sementara itu, yang asli juga bisa ditemukan di Dusun Gelaran, Kelurahan Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo. Wayang beber yang bernama Kyai Remeng Mangunjaya tersebut disimpan dalam sebuah kotak dan terdapat delapan gulungan.

Dari delapan gulungan itu, empat gulungan berkisah tentang peperangan antara Resi Puyung Aking melawan Kyai Remeng, kisah Syech Bakir, dan cerita mengenai Jaka Tarub. Sementara itu, sebagian dari gulungan wayang tersebut tidak boleh dibuka sampai sekarang. Mengenai alasan pelarangan tersebut, dari pihak pewaris mengaku juga tidak mengetahuinya.

Konon, wayang ini dibawa ke Gunungkidul saat terjadi Geger Pecinan sekitar tahun 1740-1743. Wayang milik Keraton Kasunanan Surakarta itu, dibawa oleh Pangeran Kajoran, yang kemudian diamankan oleh Ki Cremoguno. Kemudian wayang ini disimpan secara turun temurun dan saat ini sudah memasuki generasi ke-15.

Pementasan

Sebelum pementasan wayang beber dimulai, harus ada sesaji terlebih dahulu. Mulai dari menyediakan jarik berwarna merah, membakar kemenyan, menyajikan nasi uduk, ingkung, jenang liringan, jenang abang putih, jenang baro-baro, tumpeng satu jodo, emeng-emeng layah, dan jajanan pasar lainnya.

Nantinya, ada sesepuh desa yang akan memimpin kenduri atau upacara adat yang disebut prosesi kula nuwun. Umumnya upacara adat tersebut, akan diikuti sang dalang, pengrawit, dan warga setempat. Selain itu, ada sejumlah peraturan dalam pertunjukan, seperti dalang harus laki-laki dan tidak boleh dipentaskan pada pasaran Pon.

Setelah ritual upacara adat selesai, sang dalang bisa memulai pementasan. Biasanya, dalang akan langsung membentangkan kertas (dibeber) sambil menceritakan adegan-adegan, lengkap dengan iringan musik gamelan. Adapun jumlah pengrawit yang mengiringi pementasan wayang beber umumnya terdiri dari delapan orang.

Semakin terpinggirkan

Sampai saat ini, hanya sedikit orang yang tahu tentang wayang beber, terutama generasi muda. Bahkan, kawula muda Gunungkidul sendiri juga masih banyak yang belum mengenalnya. Hal ini bukan tanpa alasan, di Gunungkidul sendiri masih sangat sedikit atau bahkan jarang ada pementasan wayang ini.

Mungkin berbagai upaya telah dilakukan pewaris, untuk terus melestarikan dan mengenalkan wayang beber kepada generasi muda. Namun, barangkali upaya tersebut tidak akan maksimal jika tidak mendapat dukungan dari semua pihak. Terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai lembaga yang memiliki otoritas untuk mengelola cagar budaya dan warisan budaya nasional.

Terlepas dari itu, sampai saat ini, wayang beber masih dianggap sakral atau hanya untuk ritual ruwatan (penolak bala) dan hanya sedikit orang yang memiliki kemampuan untuk mementaskannya. Tak heran jika nasib wayang beber di Gunungkidul dan Pacitan semakin terpinggirkan. Padahal, wayang ini bukan hanya sekadar aset berharga bagi bangsa, tetapi lakon-lakon di dalamnya juga memiliki nilai-nilai kehidupan. Seperti ketulusan, pengorbanan, dan cinta kasih, yang penting ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber gambar: M Yusril Mirza via Wikimedia Commons

Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 16 Februari 2022 oleh

Tags: Gunungkidulpacitanwayang beber
Jevi Adhi Nugraha

Jevi Adhi Nugraha

Lulusan S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berdomisili di Gunungkidul.

ArtikelTerkait

Darurat Gunung Sewu: Kalau Uang Sudah Berbicara, Gunung pun Dihancurkan!

Darurat Gunung Sewu: Kalau Uang Sudah Berbicara, Gunung pun Dihancurkan!

28 November 2022
Wonogiri dan Gunungkidul, Saudara Kembar Beda Nasib

Wonogiri dan Gunungkidul, Saudara Kembar Beda Nasib

8 Oktober 2022
Culture shock maba UIN Sunan Kalijaga karena SD Muhammadiyah Sapen. (uin-suka.ac.id)

SD Muhammadiyah Sapen: Culture Shock Pertama yang Bakal Dihadapi Maba UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

11 Juli 2022
Kawasan Bukit Patuk Gunungkidul: Jalur yang Memanjakan Mata sekaligus Sumber Derita Para Pengendara imogiri alun-alun gunungkidul

Membayangkan Wajah Alun-Alun Gunungkidul Tanpa PKL: Cuma Bakal Jadi “Kuburan” di Tengah Kota

15 Mei 2025
10 Dialek khas Gunungkidul, dari Klomoh, Jabang Bazik, hingga Kemecer Terminal Mojok.co

10 Dialek khas Gunungkidul: Dari Klomoh, Jabang Bazik, hingga Kemecer

1 Maret 2022
5 Hal yang Nggak Ada di Gunungkidul tapi Sering Dicari Wisatawan

5 Hal yang Nggak Ada di Gunungkidul tapi Sering Dicari Wisatawan

12 Juni 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.