Musik merupakan bentuk karya seni banyak dikenal oleh semua kalangan masyarakat. Musik tidak hanya media yang mempengaruhi dimensi ruang dan waktu akan tetapi musik dapat mempengaruhi jiwa dan hati seseorang. Perkembangan teknologi yang semakin maju ikut memberikan pengaruh besar terhadap industri musik dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Bruno Mars, merupakan salah satu musisi terkenal dengan karya-karyanya monumental. Dari karyanya inilah dia mampu menarik banyak penggemar, mulai dari anak- anak, remaja, hingga orang tua. Aliran musik dengan nuansa pop – hip hop sangat ear-catching; tak mengherankan jika nama Bruno Mars dikenal hingga mancanegara.
Namun, baru-baru ini muncul berita mengenai lirik lagu Bruno Mars That’s what I like dan Versace on the floor yang dinilai terlalu vulgar oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat. KPID Jawa Barat mengeluarkan kebijakan untuk membatasi penayangan lagu barat atau berbahasa Inggris, baik dalam bentuk lagu atau video klip di wilayah ini.
Saya sendiri kurang setuju jika KPID Jawa Barat mengeluarkan kebijakan tersebut karena musik atau lagu itu adalah sebuah karya seni yang harus apresiasi. Sejatinya, lagu adalah sama dengan karya seni lainnya; lagu merupakan perwujudan ekspresi sang penulis atau penyanyi yang dituangkan dalam kata-kata berbentuk lirik yang dilengkapi dengan nada. Seorang penulis ataupun penyanyi mendapatkan kebebasan untuk menciptakan lagu, mulai dari lirik hingga nadanya asal tidak menjiplak karya orang lain dan tentu saja, merupakan sebuah kebebasan pula untuk mendengarkan lagu hasil karya orang lain.
Tidak ada yang salah dengan mengekspresikan diri lewat sebuat lagu. Sejauh pemahaman saya, mengekspresikan diri dengan banyak cara dan bisa melalui media apa saja. Kebebasan berekspresi dimiliki oleh masing-masing individu. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi terciptanya sebuah lagu adalah perasaan sang penulis, budaya yang berkembang di masyarakat tempat penulis tinggal atau menetap, atau pemikiran dan tanggapan penulis mengenai suatu hal yang sedang terjadi.
Jika diperhatikan, saat ini marak lagu Barat yang liriknya berdasarkan pada prinsip kebebasan yang mereka anut. Banyak aspek kebebasan yang dianut, termasuk di dalamnya adalah kebebasan kehidupan seks. Alhasil beberapa lirik lagu yang tercipta juga berbau seksual-vulgar. Sedangkan hal ini berbanding terbalik dengan kebudayaan timur yang dianut di Indonesia. Maka wajar jika terjadi perbedaan pola pikir pada kedua kebudayaan tersebut.
Di negara kita sendiri, ada banyak lagu yang bertemakan cinta. Termasuk di masyarakat kita yang begitu terkagum-kagum dengan indahnya cinta. Banyak pula lagu religi yang membahas tentang Tuhan dan tema keagamaan lainnya. Sehingga seringkali dipahami bahwa masyarakat Indonesia begitu religius. Namun begitu, sempat pula viral sebuah lagu yang berjudul ‘Sayur Kol’ yang dinyanyikan oleh seorang bocah Medan. Meski begitu, liriknya cukup kontroversial-vulgar. Sejauh ini belum ada pembatasan pada lagu ini. Bahkan lagu ini diterima di masyarakat dibuktikan dengan viralnya.
Lalu mengapa dari kedua kasus ini terjadi perbedaan tanggapan dari masyarakat. Jika dilihat dari kebijakan KPID Jawa Barat, maka dapat dikatakan bahwa kesalahan lagu itu berasal dari liriknya yang terlalu vulgar. Para pembuat kebijakan beranggapan bahwa lirik yang terlalu vulgar itu bisa memicu kemunduran moral di kalangan masyarakat. Terutama bagi mereka yang di bawah umur.
Kebijakan itu sebenarnya kurang efektif karena tentunya tidak ada lagi kebebasan untuk berkarya bagi mereka yang mempunyai bakat dan potensi yang harus dikembangkan. Semua orang bebas berkarya. Tapi dengan adanya aturan ini, nampaknya masyarakat akan berpikir ulang untuk berkarya. Akan muncul banyak pertanyaan, “Bagaimana ketika karya saya tidak bisa diapresiasi para penggemar karena dilarang oleh pembuat kebijakan?”. Hasilnya, karya yang keluar hanya sebatas yang “aman- aman” saja dan dikhawatirkan tidak ada perkembangan karena banyaknya pembatasan.
Mungkin jika masyarakat paham arti lagu ini, mereka akan menganggap bahwa lagu ini tak layak untuk didengarkan. Seharusnya masyarakat khususnya para remaja yang mendengarkan lagu ini harus lebih kritis dalam memahami maknanya. Jika kurang baik dan kurang enak untuk didengar maka masyarakat tentunya juga sudah paham apa yang harus dilakukan, tentunya dengan tidak mendengarkan lagu tersebut. Selama lagu itu masih membuat kita sebagai pendengar nyaman dan menikmatinya maka tidak ada salahnya kita mendengarkan lagu- lagu itu asalkan tidak membawa dampak buruk. Peran orang tua juga sangat berpengaruh dalam hal ini karna orang tua harus mengawasi anaknya agar tidak salah dalam memilih lagu. Memilih lagu untuk anak yang masih dibawah umur harus sesuai dengan segmentasinya. jangan sampai anak yang masih dibawah umur mendengarkan lagu yang tidak seharusnya didengarkan.
Kembali pada kebijakan KPID Jawa Barat yang membatasi penayangan lagu barat itu menurut saya kurang adil dan bijaksana. Karena faktanya banyak lagu dangdut di indonesia saja yang masih mengandung lirik yang vulgar. Terlebih tidak hanya orang dewasa yang mendengarkannya, anak dibawah umur pun juga ikut mendengarkan. Jika ingin membasmi lagu- lagu yang mengandung kata-kata vulgar maka alangkah baiknya jika dimulai dari lagu di Indonesia sendiri. Sebagai pendengar musik yang baik tentunya tidak akan melihat sesuatu dari satu sudut pandang saja dan sesekali cobalah melihat sesuatu dari sudut pandang yang lain.