Saya mau usul ke Pak Jokowi. Ketimbang Revolusi Mental yang digaungkan Pak Jokowi selama dua tahun ini cuman dianggap gimmick, mending Bapak hapus Balai Latihan Kerja, diganti jadi Balai Latihan Mental. Ini serius saya, Pak.
Saya tidak asal omong, pak. Saya punya contoh nyata mengapa harus demikian. Saya punya teman lulusan SMA bernama Rizki yang bisa mendapatkan pekerjaan setelah belajar di Balai Latihan Kerja. Dengan keterampilan yang dia miliki, sekarang dia sudah bekerja di perusahaan tambang batubara dan bisa KPR. Nah, meskipun harusnya ini menjadi contoh suksesnya Balai Latihan Kerja mendidik siswanya, akan tetapi teman saya ini sukses karena mentalnya memang tahan banting.
Ha gimana tidak, Rizki ini hidupnya tak beruntung. Detilnya tak perlu saya ceritakan. Intinya, pengalaman hidupnya memberi dia mental baja. Mental tersebut, bikin dia mau belajar lebih keras dan tak ada keinginan untuk berhenti. Ya karena dia nggak punya pilihan lain, dan tak seberuntung yang lain.
Atas dasar itulah dia ikut Balai Latihan Kerja. Namun, ternyata yang diberikan hanyalah skill dasar yang menurutnya belum tentu terpakai di dunia kerja. Tak puas, ia akhirnya menyelami YouTube. Iya, dia belajar segala hal dari YouTube.
Dan akhirnya kita tahu, bahwa yang bikin Rizki hidupnya nyaman itu bukan Balai Latihan Kerja, tapi kemauan keras plus mental yang kuat.
Makanya mending BLK diganti Balai Latihan Mental. Mau modulnya lengkap, trainernya bersertifikasi internasional, kalau mental pesertanya culun, ya cuma membuang-buang anggaran negara. Jangan juga seperti kartu prakerja. Latihan belum tentu ada hasilnya, eh rakyat masih disuruh bayar. Harusnya kalau mau memberi uang dan pelatihan ya sekaligus dua-duanya saja, bukan malah dikasih uang tapi untuk membeli pelatihan.
Balai Latihan Mental juga bagus bagi citra Pak Jokowi di media sosial. Soalnya, saat ini yang ada hubungannya dengan “mental” juga sedang laris manis. Nah, bikin konkret aja sekalian, bikin Balai Latihan Mental.
Pemerintah bisa memberikan modal dalam bentuk pengetahuan tentang dunia kerja, skill apa yang dibutuhkan, lalu bagaimana menghadapi realitas yang ada. Sebenarnya, ini mirip Balai Latihan Kerja, tapi lebih lengkap. Skill, tanpa kematangan berpikir, ya remuk.
Nantinya, para lulusan dari balai ini sudah siap untuk ditempatkan di bidang mana saja yang ditekuni. Kita nggak perlu lagi mendatangkan pekerja asing banyak-banyak. Soalnya, tenaga kerja dalam negeri sudah siap menghadapi dunia kerja beserta pernak-perniknya.
Sudah bukan rahasia lagi, banyak orang gagal dalam mendaftar kerja itu karena dianggap skill-nya tak sesuai. Plus, mentalnya dianggap kurang. Balai Latihan Mental ini, nantinya, menyiapkan para angkatan kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Hal ini bisa bikin angka pengangguran menurun, dan bikin kesejahteraan meningkat. Kalau hanya diberi skill dasar terus dilepas begitu saja, ya nggak mengubah apa-apa. Negara harus mendampingi hingga melatih kesiapan mental mereka.
Saya cuma berpesan, Balai Latihan Mental ini tidak membentuk mental peserta dengan cara seperti ospek, yang justru melanggengkan perpeloncoan. Bukan juga model Pramuka atau Paskibraka. Bukan juga model magang di perusahaan yang ujung-ujungnya cuma dimanfaatkan tanpa dibayar.
Bukannya saya bilang orang Indonesia tidak punya mental yang bagus. Namun, banyak yang masih kurang tepat dalam menilai diri sendiri. Tanpa mental dan tekad yang kuat, kesuksesan tetap akan jauh dari genggaman. Kalau memang berniat sungguh-sungguh dalam mengentaskan kemiskinan serta menekan angka pengangguran, saran saya mashok sih sepertinya.
Gimana, Pak Jokowi, wis wangun kan saya jadi stafsus?
Penulis: Affix Mareta
Editor: Rizky Prasetya